25. Rumah Singgah (END)

57 8 0
                                    

"Rasanya sungguh sangat menyakitkan, tapi aku mencoba untuk selalu baik-baik saja, karena aku sudah terbiasa dengan semua rasa sakit."
-Ayara Candramaya

Play song 🎶


Happy Reading ❤️

Ara membuka matanya secara perlahan. Ia sudah tertidur selama 24 jam akibat pengaruh dari bius itu.

"Ara," panggil bunda lembut kepada putrinya. Sungguh ia sangat bahagia dan bersyukur kepada Tuhan, karena masih diberikan kesempatan melihat anaknya lagi.

"B-bunda," panggil Ara serak.

"Ada yang sakit sayang?" tanya Ayah dengan teramat lembut.

Ara menggeleng menandakan ia baik-baik saja. Tapi, ia merasakan sedikit perbedaan pada tubuhnya. Lebih tepatnya bagian bawah tubuhnya yang tidak dapat digerakkan.

"Ayah, kenapa kaki Ara nggak bisa digerakkan?"

Ayah dan Bunda tidak tau bagaimana harus memberi tau Ara perihal kondisinya sekarang.

"Kaki Ara kenapa?"

Ayah menggenggam tangan putrinya erat, "sayang, kaki Ara cidera sedikit karena kecelakaan itu. Ara jangan khawatir semuanya akan baik-baik saja." Ayah terpaksa berbohong karena tak mau kondisi Ara menjadi drop. Ia akan pelan-pelan memberi tau Ara.

"Nggak. Ayah pasti bohong. Jawab jujur kaki Ara kenapa!"

"Sayang kamu--

"Ara butuh jawaban kaki Ara kenapa!" potongnya.

Tak punya pilihan lain, Ayah akhirnya memberi tau kebenarannya.

"Beberapa syaraf di kaki Ara sudah tidak bisa berfungsi normal karena kecelakaan itu. Jadi, kaki Ara nggak bisa berkerja dengan normal kayak biasanya," ucap ayah berusaha menggunakan kalimat yang dapat dipahami.

"Itu berarti ..." Ara menggeleng dengan genangan air mata. "Apa Ara lumpuh?"

Bunda tak dapat menahan tangisannya. Ia segera memeluk putrinya untuk menenangkan.

"Ara lumpuh, Bun ..."

"Kamu jangan khawatir sayang. Ayah dan Bunda akan melakukan yang terbaik supaya Ara bisa jalan lagi."

Ara menangis terisak hingga suaranya menjadi serak. Apalagi ini? Mengapa Tuhan tidak henti-hentinya menguji dirinya? Berapa banyak kehilangan lagi yang harus dia rasakan?

.

.

.

"Bagaimana keadaan Ara, Bunda," tanya Alvan khawatir.

Tadi Bunda Naya mengabarkan bahwa Ara telah sadar. Alvan segera dengan terburu-buru meninggalkan meeting yang sangat penting. Tapi, saat ini tidak ada yang lebih penting dibandingkan Ara bagi Alvan. Dan ada sesuatu hal penting yang harus ia sampaikan.

Bunda menatap sendu ke arah Alvan dengan sisa tangisan yang tersisa, "Ara syok berat, Alvan. Bunda nggak tau bagaimana nasib Ara kedepannya. Kenapa anak itu selalu menderita ..."

Ayah mengelus bahu istrinya untuk menenangkan, "Bunda harus kuat. Kita harus tetap kuat buat Ara." Ayah menghapus air mata Bunda, "jangan nangis lagi. Sekarang kita temui Ara dan kasih kekuatan buat mereka. Ayo nak Alvan ikut juga."

Ayah membuka pintu ruangan kamar Ara dengan pelan. Nampak gadis itu tengah duduk bersandar sembari menatap kosong ke arah jendela.

"Ayah, Bunda." Ara tersenyum manis saat melihat Ayah dan Bundanya. Ia kini tengah berusaha menerima garis takdirnya.

Dear Abi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang