"Hai, Mas. Jevano bagaimana?" tanya Juwita di seberang sana. Suaranya terdengar khawatir.
"Dia baik-baik aja. Kamu tenang, ya. Fokus sama pekerjaan kamu dahulu. Aku tadi belum sempat untuk bicara lebih dalam sama dia. Mungkin nanti saat pulang. Dia udah kelihatan bete banget. Saat aku tanya yang menjurus ke pembahasan kamu, dia malah diam. Aku enggak meneruskan. Keingetan kamu yang khawatir sama mood-nya di sekolah." Jamal baru saja memasuki pintu utama kantor perusahaan. Sesekali dia membalas sapaan para pekerja yang lain kepadanya. Tidak lupa dengan senyuman yang selalu memamerkan lesung pipinya kepada semesta. Maunya, sih, ramah. Akan tetapi tetap saja ada yang baper.
Sama seperti dua karyawan wanita yang baru saja datang untuk menunggu lift di sampingnya. Jamal menyapa mereka dengan senyuman ramah dan kembali menghadap lift yang sedang turun. Kedua wanita itu membalas sapaan tanpa suara itu dengan senyam-senyum kegirangan. Bahkan mereka saling memukul kecil satu sama lain.
"Oke, kalau gitu. By the way, Mas, kok, ada yang cekikikan di sana? Kamu sampingan sama kuntilanak, Mas?" tanya Juwita yang mendengar sedikit keributan dari sambungan teleponnya dengan sang suami.
Jamal tertawa. "Jangan asal. Kamu ini tidak memanusiakan manusia."
Dua wanita itu saling memandang saat mendengar Jamal mengatakan hal bijak seperti itu pun langsung terpesona. "Ternyata bukan cuma tampang saja yang bersih, kempling, dan adem. Hatinya juga," bisik salah satu dari mereka yang terdengar jelas bahkan sampai di telinga yang bersangkutan. Dia pun ditepuk oleh wanita yang satunya.
Jamal yang mendengarnya, berpura-pura tidak dengar dan hanya tersenyum tampan.
"Kamu lagi di mana, sih, Mas?" tanya Juwita penuh selidik.
Pintu lift terbuka. Jamal mempersilakan kedua wanita itu untuk masuk terlebih dahulu, baru dirinya. Tentu saja hal itu membuat dua wanita tersebut lebih kegirangan hingga tanpa sadar bersorak kecil.
"Di lift. Emangnya kenapa?" Tangannya menekan tombol lantai yang akan dia tuju. Dia menurunkan sedikit gawainya dari telinga dan menoleh ke belakang. "Ke lantai berapa?" tanyanya menawarkan jasa tombol.
"Lima." Jawaban itu disertai dengan senyum centil. Tak hanya yang menjawab, yang ada di sampingnya juga seperti itu. Sepertinya mereka tidak tahu bahwa pria yang sedang bersama mereka di lift ini bukan pegawai perusahaan biasa. Mungkin mereka bukan termasuk pegawai yang diundang dalam penyambutan Jamal waktu awal masuk perusahaan dulu.
"Sama siapa di lift?" tanya Juwita lagi. Sudah seperti interogasi saja.
Jamal terkekeh mendengar nada kesal istrinya. "Sama orang, lah. Kenapa, sih?" Dia malah kepikiran untuk mengerjai istrinya.
"Pasti cewek, ya? Awas aja kalau Mas Jamal malah tebar pesona." Juwita sebal.
"Emangnya mau ngapain, sih, Sayang? Aku cuma berdiri doang." Jiwa jahil pria itu keluar. Sekaligus membuat dua wanita di belakangnya tertegun dengan sapaan yang barusan terucap dari bibir pria itu.
"Ah, punya suami ganteng kayak kamu, tuh, bikin kepikiran tahu, enggak? Pokoknya, awas aja kalau Mas Jamal macem-macem."
"Oh, sekarang sudah berani keluarin anceman? Kamu segitu sukanya, ya, sama aku?"
Juwita merasakan pipinya bersemu. Sangat panas, menjalar dengan cepat ke seluruh wajahnya. "Iya." Dia sedikit berteriak hingga suaranya keluar dari sambungan telepon dengan sangat jelas.
Jamal malah tertawa. "Oke. Ya, udah. Makasih sudah mengonfirmasi. Aku jadi tambah tenang."
"Hmm? Maksud, Mas?"
"Soalnya aku juga suka banget sama kamu. Rasanya sampai aku enggak bisa napas dengan baik sekarang. Aku udah kangen lagi."
Untung Juwita sedang tidak bersama suaminya sekarang. Dia tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Tidak hanya sedang sangat salah tingkah, namun sudah di tingkat brutal. Dia memukul-mukul pelan setir kemudinya dengan tangan yang menggenggam, menahan dirinya yang sedang malu abis. Rasanya dia ingin berloncat-loncat sekarang. Kalau bisa, sekalian saja mengajak mobilnya untuk parkuran. Sungguh dia bahagia sekali sekarang. Sejenak, dia melupakan soal Jevano.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Istri Duda
ChickLit(Follow me first, ya, guys! Makasih) Karena terus disuruh kencan buta oleh sang ibu, Juwita Anggari Hidayat akhirnya memilih untuk menikah dengan duda anak satu, Jamal Antonio Ruhan, yang telah menolongnya dari para lelaki nakal di jalanan. Hal itu...