28. CAPJAY

656 64 21
                                    

Alhamdulillah akhirnya 500 mata juga tercapai. Waktunya up lagi.

Happy reading sayang-sayangnya Jamal Juwita. Biar Jevanonya buat aku doang.

***

Juwita mengulas senyumnya setelah menandatangani berkas terakhir yang dibawakan oleh Erika. Perkerjaannya untuk hari ini selesai. Dia juga bisa pulang cepat karena jam masih menunjukkan pukul dua siang.

"Mau jemput anak, Bu?" tanya Erika sambil merapikan kumpulan kertas di meja Juwita.

Juwita mengangguk. "Seperti biasa."

"Kapan-kapan anak Ibu dibawa ke sini, kek. Diajak main gitu ke tempat kerjanya Ibu."

Juwita menurunkan kedua ujung bibirnya. "Hmm, alesan. Aslinya kamu pengin lihat anak saya yang ganteng, kan?"

Erika terkekeh. Dia ketahuan ternyata. "Di foto aja ganteng. Apalagi kalau aslinya."

Juwita mengangguk setuju. "Anak saya ganteng banget memang. Manis."

"Sama bapaknya? Ganteng mana?"

Alis Juwita terangkat. "Maksud kamu apaan, hah? Dua-duanya ganteng, lah."

Erika memajukan bibir bawahnya. "Sekarang berani bucin, ya. Dulu aja diajak kencan sama model dan artis terkenal susahnya minta ampun."

Juwita terkekeh. "Yang ini beda." Dia berbisik di telinga Erika.

Tatapan wanita itu menjadi semakin centil. Entah apa yang di pikirannya. Lalu, mereka pun tertawa.

"Oh, ya. Nanti kalau Bu Manager ke sini, bilang, ya. Saya ambil cuti setiap pekan sekarang. Sabtu dan Ahad. Kalau ditanya kenapa, bilang aja saya tidak mau diganggu. Hehehe." Juwita berdiri sambil menepuk pundak bawahannya itu.

Erika mengedipkan sebelah matanya dan membentuk tanda oke dengan jari. Pikirannya sudah ke mana-mana. Mungkin sudah sampai California.

Segera, Juwita bergegas untuk menjemput Jevano. Ini akan menjadi awal dia menghabiskan waktu hanya dengan anaknya. Semoga rencananya berhasil.

Seketika, gawainya berbunyi. Dia merogoh tas dan mengambil benda itu. Nama Hellen tertera di sana.

"Halo?"

"Hai, ayang beb. Gimana kabar?" tanya wanita itu di seberang sana.

Juwita sedikit menjauhkan benda tersebut dari telinganya. "Pelan dikit kenapa, Hellen."

"Hehehe. Gimana kabar Kakak, kok. Malah enggak dijawab."

"Baik, sayang. Kenapa? Kangen?" Juwita mengeluarkan kunci mobil dan memencet tombol otomatis. Dia menyalakan mesin dan menyambungkan gawainya dengan perangkat yang ada di mobil. Sambungan teleponnya pun beralih dan dia bisa meletakkan gawainya sambil terus berbicara saat menyetir.

"Agak, sih. Gimana kabar Pak Jamal?"

"Hmm? Enggak salah? Ngapain tanya kabar suami orang?"

"Hahaha. Sans kali, Kak. Aku enggak bakalan ngerebut Pak Jamal, kok."

"Ya, siapa tahu aja. Aku cuma antisipasi. Banyak juga orang cerai dan berakhir dengan sahabat pasangannya." Juwita melajukan kendaraannya.

"Heh, manusia! Enggak nyangka gue Kakak seburuk itu hatinya." Hellen terdengar jengkel meskipun tahu bahwa Juwita sedang bercanda.

"Enggak. Enggak. Kabar kami baik. Aku juga udah bisa masak dikit-dikit."

"Wow! Masak apaan?"

Juwita bergumam sejenak. "Apa, ya, kira-kira? Nasi goreng seafoods? Mie goreng jawa? Dikit-dikit doang. Yang simpel-simpel begitu."

Jadi Istri DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang