Pukul setengah tujuh pagi, alarm berbunyi dengan begitu nyaringnya. Mata Juwita terbuka. Tidurnya terusik dengan suara lantunan musik instrumen yang dia pasang. Dia meraih gawainya dan menatap layar dengan mata yang setengah tertutup. Lalu, saat dia melihat angka, "Astaga, telat!"
Dengan kekuatan super yang dia miliki, Juwita langsung bangkit dan melompat dari kasurnya. Dia segera menuju ke lantai atas, tempat suami Jamal dan Jevano tidur. Ya, selama ini Jamal dan Juwita masih tidur di kamar yang terpisah. Akan tetapi, mereka selalu berhasil menyembunyikannya dari Jevano. Triknya memang gampang, Jamal dan Juwita selalu tidur lebih telat dari pada anak mereka dan bangun lebih cepat. Sebuah keharusan agar Jevano tidak curiga.
Akan tetapi, tidak untuk saat ini. Telat bangun memang sebuah petaka. Saat Juwita menapakkan kakinya di anak tangga teratas, dia melihat Jevano yang baru keluar dari kamarnya dengan pakaian lengkap. Tatapan mereka bertemu. Senyuman Juwita pun langsung terulas di bibir dengan sangat cerah. Untung paras ayunya tetap sempurna ketika kelabakan bangun tidur meskipun dia menghapus bekas mimpi hanya dengan mencuci muka dengan air.
"Sudah bangun, Jev?" Dia mendekati anaknya, berusaha terlihat santai meskipun dia berdoa bahwa anaknya tidak menaruh curiga.
Jevano dengan wajah datarnya hanya mengangguk.
"Oke. Kalau gitu, tunggu Bunda sebentar, ya. Oh, atau tolong bangunkan Ayah di kamar ini dan Bunda akan siapkan sarapan kita. Bunda juga belum siap-siap." Juwita menepuk lengan atas anaknya dengan lembut.
Lagi, Jevano hanya mengangguk. Akan tetapi, saat melihat Juwita hampir terjengkal saat menuruni tangga dia pun langsung bergerak cepat lalu tertahan. Bundanya baik-baik saja. Hanya sedikit keserimpet kaki sendiri. "Hati-hati, Tante," ucap Jevano. Meskipun terasa dingin, tapi terdengar manis di telinga.
Juwita dengan senyum paksa dan jantung yang masih berdebar karena hampir jatuh di tangga pun hanya bisa membalas dengan menoleh dan mengangguk. Dia meneruskan langkahnya. Dapur adalah tujuan utamanya sekarang. Dalam langkah cepat, dia berpikir keras, menu apa yang cocok untuk sarapan kilat seperti ini. Dia langsung membuka kulkas saat sampai di depan benda itu dan menghela napas lega. Semua bahan makanan yang ada di bayangannya benar-benar ada di kulkas.
Sungguh pertolongan Tuhan itu pasti akan ada kapan pun dan lebih lagi saat genting seperti ini. Dia juga harus berterima kasih kepada Bi Tika yang menyarankan untuk mengisi lemari es dan lemari penyimpanan dapur dengan bahan makanan yang awet serta 'darurat'. Berguna juga sekarang, bahkan di hari pertama Juwita dan keluarganya tinggal di sini. Perkiraan yang sangat pas dan jitu. Dia pun segera mengambil bahan yang dibutuhkan. Lalu, dengan keahlian yang dimiliki, Juwita mulai memasak sarapan untuk keluarganya pertama kali.
***
Jevano termenung saat melihat menu makanan yang telah tersaji di piringnya. Satu potong roti tawar, selada, saus tomat dan saus pedas, telur ceplok, selada lagi, dan yang terakhir adalah satu potong roti tawar di susunan paling atas. Ini yang namanya sarapan ala orang kaya di rumah, ya? Perasaan selama dia berada di rumah sang kakek, menu sarapannya tetap seperti orang Indonesia pada umumnya. Ada nasi dan lauk serta sayuran.
"Dimakan, Jev. Kita udah telat ini." Perintah dari Jamal membuat Jevano tersadar dari lamunannya. Hanya setumpuk makanan yang dia tahu namanya adalah sandwich. Bahkan ini tidak ada keju atau tomat aslinya. Minimalis sekali dibandingkan dengan ruang makan klasik estetik yang sedang dia tempati sekarang.
"Maaf, Bunda cuma bisa siapin ini tadi. Bunda juga keburu-buru untuk siap-siap." Juwita seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran Jevano.
Pemuda itu mengangguk dan memulai makannya. Dia tidak perlu sendok dan garpu seperti orang tuanya. Karena setahunya sandwich lebih enak dimakan pakai jemari langsung. Ah, apa pedulinya dengan waktu dan terburu-buru. Itu, kan, orang tuanya yang merasakan karena bangun kesiangan. Dia yang bangun seperti biasa sudah sangat tenang dengan seragam saat ayah dan bundanya harus kecontalan ke kamar mandi dan lain-lain. Hmm, ternyata dia ini anak yang penuh dengan teladan, ya. Jadi bangga sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Istri Duda
Literatura Feminina(Follow me first, ya, guys! Makasih) Karena terus disuruh kencan buta oleh sang ibu, Juwita Anggari Hidayat akhirnya memilih untuk menikah dengan duda anak satu, Jamal Antonio Ruhan, yang telah menolongnya dari para lelaki nakal di jalanan. Hal itu...