TMLYD 16 -

1.3K 134 23
                                    

Sudah tamat di aplikasi KARYAKARSA dan tersedia di GOOGLE PLAY BOOKS. Thank you ❤️







Mendengar keinginan pria itu membuat Annara terdiam di tempatnya. Apa lagi saat Galen bangkit dan melemparkan kemejanya sembarang.

"Kamu ... serius?" tanya wanita itu panik.

"Tentu saja," jawabnya enteng.

Otak wanita itu berputar keras, mencari alasan supaya bisa menarik ucapannya perihal mandi. Ia lebih baik tidak menyentuh air hingga esok hari daripada harus mandi berdua dengan pria pemangsa itu.

"Ah, aku tiba-tiba merasa kurang enak badan. Jadi, ingin langsung istirahat saja. Toh mandi malam tidak bagus untuk kesehatan," ujarnya berpura-pura.

"Alasan konyol apa itu?" Galen mendengkus sinis.

"Bukan alasan, tapi --"

"Baiklah, aku akan memanggil dokter untukmu."

"Tidak usah!" seru wanita itu panik. "Istirahat sebentar saja pasti bisa membuat tubuhku pulih," ucapnya kemudian.

Galen mantap wanita itu lama sebelum menganggukkan kepala pelan. Ia jelas tidak percaya wanita itu begitu saja, dan ia yakin kebohongan itu tak akan berlangsung lama.

Pria itu masuk ke dalam kamar mandi dan Annara langsung mendesah lega karenanya. Bagaimana ia bisa tidur di kamar yang sama dengan predator itu? Bisa-bisa tengah malam nanti ia sudah menjadi korban kemesuman Galen yang licik itu.

Belum sempat menemukan strategi untuk mengatasi masalahnya ini, tiba-tiba saja ia mendapat telepon dari Rey. Karena berpikir hal itu menyangkut pekerjaan, maka wanita itu langsung saja menerimanya.

"Ada apa, Rey?" tanyanya langsung.

"Sudah sampai hotel, Mba?" Pria itu balik bertanya yang membuat Annara mengerutkan dahi karenanya.

"Sudah. Kenapa?"

"Engh ... itu ... Cuma mau tanya. Besok Mba balik sendiri atau gimana?" tanyanya lagi.

"To the point aja, Rey. Kamu mau ngomong apa?" Annara tahu ada yang hendak disampaikan pria itu padanya.

Terdengar tawa pelan dari ujung sana. "Saya mau ajak Mba pulang bareng," ujarnya malu-malu.

Annara tak bisa menahan tawanya karena gemas dengan laki-laki yang usianya terpaut lima tahun di bawahnya itu. Rey memang baru menjadi anggota di timnya karena saat itu ia membutuhkan pekerjaan apapun agar bisa membiayai hidupnya yang didepak dari rumah oleh orang tuanya karena kenakalan bocah itu.

Annara tak menyangka Rey akan seberani ini mengajaknya pulang bersama. Entah itu hanya sekedar ajakan biasa atau ada maksud lain di dalamnya.

"Maaf ya, Rey. Tapi aku masih ada urusan. Jadi nggak bisa pulang besok bareng sama yang lainnya," jawab Annara beralasan.

"Oh gitu, Mba. Kalau aku tunggu Mba selesai gimana?" tawarnya yang tak pantang menyerah.

Annara tahu bahwa sosok Rey adalah orang yang selalu mendapat apa yang dia mau sampai akhirnya orang tuanya angkat tangan mendidik bocah itu.

"Bukannya kuliah kamu juga padat ya? Bisa ikut sambilan kerja aja udah syukur kan?" ujar wanita itu mengingatkan.

"Siapa itu?" Suara bariton di belakangnya membuat Annara berjengit kaget. Ia sampai lupa dengan keberadaan pria itu di kamar ini.

"Suara siapa, Mba?" tanya Rey juga di seberang sana.

"Ah, itu temen aku. Sudah dulu ya, masih ada kerjaan lainnya. Selamat malam," ucap wanita itu sebelum memutus panggilan dari bocah itu.

"Sejak kapan aku temanmu?" tanya Galen yang menghidupkan rokok dan menghisapnya perlahan.

"Galen, asapnya kemana-mana," tegur wanita itu.

"Lalu? Apa ada masalah?" Pria itu malah sengaja menghembuskan asap di sekitar Annara.

Annara terbatuk-batuk karenanya. Galen tersenyum mengejek sebelum wanita itu menepuk-nepuk dadanya dengan keras karena sesak nafas yang datang melanda. Raut wajah Galen berubah seketika saat melihat Annara yang berbaring sambil memegang dada dengan suara batuk yang kian menggema.

Galen mendekat setelah mematikan rokoknya. "Hei, Annara!" Ia menepuk-nepuk pipi wanita itu pelan sebelum mengangkat tubuh Annara ke dalam pangkuan.

"Kenapa tidak bilang kalau kamu alergi asap rokok," geram pria itu yang langsung menarik ponsel dalam saku dan menghubungi Jetro.

"Bawa dokter ke sini sekarang," titahnya tak sabaran.

Jetro bertanya tentang kondisinya dan Galen menjawab dengan cepat, berharap pria itu langsung memahami kondisi Annara dan dengan segera mendatangkan dokter yang ia minta.

"Tenangkan dirimu, tarik napas perlahan," bisik pria itu yang menggendong tubuh lemah Annara menuju balkon. Ia berharap di sana Annara dapat menghirup udara yang lebih segar sehingga bisa mengurangi rasa sesak dan batuk yang dideritanya.

Pria itu tak sedikitpun menjauh dari Annara bahkan ketika dokter sudah datang dan memeriksa wanita itu.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Galen tak sabar.

"Nona Annara sepertinya punya riwayat penyakit asma, jadi saya sarankan untuk menghindari penyebab asmanya kambuh. Saya sudah memberikan obat agar pernapasannya berangsur pulih," jelas pria paruh baya itu sembari menyusun peralatannya.

Setelah kepergian sang dokter bersama Jetro, Galen menghela napas panjang seraya melirik Annara yang sudah memejamkan mata di atas ranjang. Pria itu pun menarik selimut agar menutupi tubuh wanita itu hingga dada. Sementara dirinya sendiri mengambil segelas minuman dan berdiri di depan dinding kaca yang sudah kembali ditutupnya.

Pikiran Galen berkecamuk dan ia merasa sudah cukup untuk hari ini. Mungkin ia butuh istirahat untuk menenangkan otaknya yang belakangan ini tak bisa berkonsentrasi penuh seperti biasa.

Pria itu naik ke atas tempat tidur dan bergabung bersama Annara. Lengannya menarik tubuh kecil wanita itu masuk ke dalam pelukan. Sialnya hal itu mengundang getaran aneh yang sebelumnya tak pernah Galen rasakan. Ia memejamkan mata dan berusaha untuk terlelap karena merasa otaknya benar-benar sudah rusak karena pemikiran konyolnya.

Tanpa Galen sadari, Annara masih terjaga dengan jantung berdebar kencang karena sadar akan posisi mereka saat ini yang begitu intim. Tubuh wanita itu seolah kaku dan tak berani untuk bergerak sedikitpun.

Ia berharap semoga Galen tak mendengar degup jantungnya yang bertabuh bagai gederang.

Sementara di tempat lain, Arimbi sibuk menghubungi manajernya dan meminta agar pria itu mau membantunya. Kali ini ia tidak akan melepaskan mangsanya. Galen Arsenio akan menjadi milik Arimbi dan popularitas gadis itu akan langsung melejit seketika mengalahkan Marbela si model bodoh dan dungu itu.

Kemarin saat ia meminta berpoto ria dengan Galen, pria itu nyambut baik ajakannya dan hal itu merupakan sinyal bagus bagi Arimbi setelah beberapa kali ia berusaha menggoda Galen dengan berbagai macam cara.

Jika tidak bisa dengan cara yang baik, maka Arimbi akan melakukan cara terlicik sekalipun agar pria kaya raya itu jatuh ke dalam pelukannya. Arimbi percaya tidak akan ada pria yang bisa menolak kecantikan dan kemolekan tubuhnya apalagi ketika ia sudah beraksi di atas ranjang. Ia yakin Galen tidak akan bisa lepas dari jeratnya. Bayang-bayang hidup mewah bergelimang harta serta popularitas tiada batas berseliweran di kepala Arimbi.


TO BE CONTINUED

Touch Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang