TMLYD 25

1.4K 149 11
                                    

Seminggu berlalu dan Annara belum bertemu kembali dengan Galen karena setelah hari itu ternyata ia melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Hal itu ia ketahui berkat pesan yang dikirim Galen beberapa hari yang lalu.

Jujur saja Annara merasa sedikit lega karena rasanya ia masih belum siap untuk berhadapan lagi dengan pria itu.

Annara sendiri hari ini berencana untuk mencari sebuah rumah kontrakan yang akan digunakan sebagai tempat untuk berkumpul para tim dan ia ingin mengembangkan sayap di media sosial sehingga ia berpikir untuk mulai mencoba-coba menjadi konten kreator.

Hal ini juga akan memudahkan bagi timnya yang masih mengontrak di tempat lain agar lebih menghemat baik waktu, tenaga dan juga biaya.

Annara turun dari lift khusus dan langsung disambut anggukan kecil dari Banu yang langsung menggiring Annara menuju mobil.

"Apa itu Jetro?" tanya Annara menyipit saat melihat pria kepercayaan Galen itu dengan dua orang berkaos hitam.

"Ya. Tuan sudah kembali tadi malam," sahut Banu sembari membuka pintu.

"Apa? Lalu dimana dia?"

"Di kantor, ada sedikit masalah."

Annara mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Cepat atau lambat mereka pasti bertemu, jadi Annara berusaha sebisa mungkin mengontrol hatinya yang mulai berdebar tak menentu mendengar kabar kepulangan pria itu.

Ia menggelengkan kepala berusaha untuk mengenyahkan sementara pikiran tentang pria itu karena ia harus fokus membaca pesan dari Sarina yang mengirimkan beberapa pilihan hunian yang bisa mereka sewa dan akan Annara survei hari ini.

Mereka tiba di pilihan pertama yang merupakan sebuah perumahan sederhana di pinggir kota. Annara rasa tempat ini cukup asri dan nyaman untuk ditinggali tapi rasanya agak sedikit jauh dari gedung pencakar langit yang Galen tinggali.

"Berapa harga sewanya?" tanya Annara pada Sarina ya sudah lebih dulu tiba dan berbincang dengan agennya.

"Lima puluh juta per tahun."

"Udah di nego?"

"Udah mentok segitu, mba."

Annara mengangguk paham sembari terus berjalan untuk melihat-lihat kondisi rumah tersebut.

"Menurut kamu gimana?" tanya Annara ketika mereka sudah sampai di ujung dapur yang mana artinya mereka sudah berjalan hingga ujung.

"Lumayan," sahut Sarina sembari menatap sekeliling.

"Yang lain gimana?"

"Ikut mba aja katanya."

"Ubay sama Rey? Biasanya mereka paling ribet loh. Soalnya ini nanti kan kamu sama Loni yang di sini. Nah, mereka keberatan nggak kalau harus bolak-balik ke sini dari kos-kosan?"

"Ubay oke sih. Kayaknya juga dia bakalan lebih sering di sini. Cuma Rey aja yang belum bisa dihubungi."

Annara mengerutkan dahi. "Rey nggak bisa dihubungin? Tuben."

"Iya, Mba. Aku juga heran. Biasanya dia nggak pernah sekalipun absen atau mengabaikan telepon."

"Mungkin sibuk sama kuliahnya."

"Bisa jadi," sahut Sarina menimpali.

"Oke deh, kita lihat ke lokasi yang kedua dulu," putus wanita itu sebelum berpamitan pada sang Agen yang mempersilahkan mereka untuk datang kembali jika merasa pas dengan hunian tersebut.

Sesampainya di sana, Annara berjumpa dengan ubay dan Loni yang sudah menunggu.

Mereka masuk dan mulai melihat-lihat isi rumah tersebut.

"Lebih luas yang tadi ya," ucap Annara pelan.

"Iya, tapi ini lebih terjangkau," sahut Loni.

"Berapa?" Annara menoleh ke arah mereka.

"Tiga puluh juta per tahun," jawab Sarina.

"Kalian lebih oke yang mana?" tanya Annara lagi.

Ketiganya saling melirik dan Ubay tersenyum kecil. "Kamu sesuaikan aja sama budget, Say. Biar nggak terlalu membebani," ujarnya lembut.

Tentu mereka tahu hal apa yang menimpa wanita itu sehingga Annara harus menyewa rumah untuk tempat pengganti karena rumah Annara sudah dijual.

"Nyamannya kalian yang mana? Masalah budget bisa aku usahain."

"Kita bicarain di luar aja," bisik Loni yang langsung disetujui oleh yang lainnya.

Mereka pun akhirnya berpamitan pada pemilik rumah dan melanjutkan diskusi di sebuah cafe tak jauh dari sana.

"Kalau aku ngerasa lebih nyaman yang pertama. Soalnya lebih luas dan ventilasi juga cukup. Beda sama yang kedua, pas buka jendela aja langsung menghadap kandang ayam," ujar Annara memberi pendapat.

"Ya kita juga gitu, cuma kan kembali lagi ke budget. Kita nggak mau ngerepotin kamu banget ah," sahut Ubay.

"Nggak ada pilihan lain. Kalian harus bekerja bagai kuda agar pundi-pundi rupiahku mengalir deras tanpa jeda," seloroh wanita itu.

"Kalau itu sudah jelas. Aku bahkan udah buat materi apa aja yang akan kita terapkan untuk mendongkrak pemasukan," sahut Loni bangga.

"Wow. Siap-siap naik gaji kalau materi kamu memuaskan," sambut Annara memberi semangat.

Tentu saja mereka bersorak mendengar kenaikan gaji dan berlomba-lomba untuk menunjukkan keahlian serta keunggulannya di depan Annara agar sudi juga kiranya untuk menaikkan gaji mereka seperti Loni.

Pertemuan itu mereka akhiri tepat setelah selesai makan siang dan mereka sudah mengambil keputusan bahwa rumah pertama lah yang akan mereka sewa.

Annara langsung menuju bank untuk melakukan pembayaran. Tapi betapa terwujudnya wanita itu ketika saldo di rekeningnya hanya tersisa lima puluh ribu rupiah saja.

Wanita itu langsung kalang kabut mengecek mobile banking yang ada di ponselnya dan Annara mendapati tujuh kali penarikan yang diawali tepat saat kepergian kakaknya.

Annara langsung mengecek ATM di dompet dan tersadar saat mengamati bahwa kartu itu bukan miliknya. Sial, pasti Justin yang menukar ATM miliknya karena Annara yakin pria itu pasti bisa menebak PIN yang dipakai Annara yaitu tanggal lahir ibunya.

Tak ada lagi yang tersisa, Justin dan Marbella benar-benar menipunya tanpa ingin bersusah-susah memikirkan bagaimana kehidupan wanita itu selanjutnya setelah mereka kuras habis semua uangnya.

Kepala wanita itu terasa berdenyut dan pandangannya berputar cepat sebelum kegelapan menghampirinya tepat saat dirinya hampir menyentuh pintu mobil.

Banu yang melihat hal itu segera berlari dengan panik dan menghubungi Jetro untuk melaporkan keadaan Annara.

Pria itu langsung memasukkan Annara ke dalam mobil dan menancap gas menuju penthouse Galen sesuai perintah bosnya itu.

Sementara Galen juga baru tiba di parkiran ketika Banu sampai di sana.

"Apa yang terjadi?" tanya Galen tajam.

"Saya tidak tahu, Tuan. Nona Annara pingsan setelah keluar dari bank dan hendak masuk ke mobil."

Galen tak berbicara apa-apa lagi. Ia meraih tubuh Annara dan membawanya menuju lift khusus yang terhubung langsung menuju penthouse miliknya.

Di saat itulah Annara sadar dan tak bisa menahan rasa terkejut ketika tahu dirinya sedang berada dalam gendongan pria yang paling ingin ia hindari hari ini.

"Kamu sudah sadar?" Napas hangat pria itu berhembus tepat di wajah Annara, dan jarak yang begitu tipis di antara mereka membuat wanita itu seolah berhenti bernafas untuk sesaat.

Touch Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang