TMLYD 39

2.7K 166 17
                                    

Galen menepati janjinya untuk datang dengan uang satu miliar sesuai dengan permintaan orang yang meneleponnya hari itu. Tak tampak ada polisi yang berjaga, atau bodyguard yang biasanya selalu mengikutinya.

Pria itu berjalan sembari menempelkan ponsel ke telinga.

"Aku sudah berada di lokasi," ujarnya datar.

"Letakkan uang itu di sana," sahut sang penelpon yang begitu girang karena begitu mudah untuk mendapatkan uang yang ia inginkan.

Galen tersenyum miring dan melirik sekitarnya. "Keluarlah, aku tahu anda ada di dalam," ucap pria itu dingin.

Terdengar tawa mengejek di seberang sana. "Padahal nyawa kekasihmu sudah di ujung tanduk, tapi kamu di sini masih berani mengandalkan keangkuhan," sinis pria itu yang kesal karena sikap pembangkang Galen.

"Keluar atau uang ini aku bawa kembali."

"Baik. Tunggu di sana!"

Dia tahu bahwa seorang Galen tidak akan main-main dengan ucapannya, dan bisa saja pria itu memang tengah mengupayakan jalan lain selain mencari tahu dari dirinya.

Galen dapat mendengar pria itu mengumpat kasar sebelum menutup panggilan. Ia tak peduli, bahkan jika pria pemeras itu mangabsen satu persatu makian dan sumpah serapah untuknya pun Galen tak akan ambil pusing karena yang manjadi fokusnya saat ini adalah Annara Delinda, bukan dirinya sendiri.

Seorang pria dengan pakaian serba hitam lengkap dengan topi, kacamata dan juga masker berjalan keluar dan berhenti tepat dua meter sebelum gerbang yang memisahkan dirinya dan Galen.

"Di mana uangnya?" tanyanya tak sabar.

Galen menatap pria itu tajam dan berusaha untuk memastikan tebakannya sebelum berbalik dan membuka bagasi mobil untuk mengeluarkan satu koper uang yang dia pamerkan di hadapan pria itu.

"Letakkan di sana," katanya datar.

Galen tersenyum miring dan meletakkan koper tersebut di depan ujung sepatunya. "Di mana Annara?" tanya pria itu tenang.

"Berikan dulu uangnya!"

Galen meraih koper tersebut dan maju dua langkah untuk meletakkan benda tersebut di gerbang, kemudian ia melangkah mundur sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku.

Pria tak dikenal itu mengawasi sekeliling dengan teliti sebelum berjalan dengan cepat untuk mengambil koper tersebut.

"Jalan bunga raya, perumahan yang baru saja dibeli oleh pewaris Datulano." Pria itu berucap datar sebelum berbalik dan hendak pergi meninggalkan Galen yang berdecih pelan.

"Berani menipuku? Apa keluargamu tahu keberadaanmu? Apa aku perlu menggambarkan kepada mereka?" tukas Galen dingin.

Langkah kaki pria itu seketika berhenti. "Anda tidak akan bisa menemukan mereka! Bahkan anda saja tidak tahu siapa saya!"

"Oh, benarkah? Apa aku harus ke kota timur untuk menemui mereka?" tanya Galen sinis. "Oh, atau lebih baik menjenguk ibumu yang sedang berada di rumah sakit?"

"Sialan! Brengsek! bagaimana kau bisa tahu?!" maki pria itu geram.

"Tidak usah bertele-tele aku tidak suka waktuku terbuang sia-sia. Dimana Annara?"

Pria yang tadi sempat merasa menang karena merasa telah mengalahkan Galen Arsenio itu kini mengepalkan tangannya dengan erat. "Berjanjilah untuk tidak menyentuh keluargaku!"

"Aku bukan penipu ulung yang tidak menepati janji sepertimu!"

Dengan mata berkilat tajam pria itu berkata, "Rumah tua di pinggiran hutan Lokawar!"

"Baik. Aku mempercayaimu," kata Galen yang didengar pria serba hitam itu sebagai ancaman yang jika saja ia berani berbohong maka dirinya akan menerima konsekuensinya.

"Jangan ke sana seorang diri karena tempat itu berbahaya!"

"Terima kasih atas peringatannya. Tapi aku tidak bodoh sepertimu!" sahut Galen angkuh tanpa menghentikan langkah kakinya yang berjalan cepat menuju mobil.

Tak dihiraukannya lagi sumpah serapah yang dilontarkan oleh si pemeras sialan itu. Galen tahu pria itu adalah salah satu mantan bodyguard Algus Sinatra karena sudah menyelidiki hal itu sebelum benar-benar memutuskan untuk bertemu dengan pria yang memang sedang membutuhkan banyak uang untuk pengobatan ibunya itu.

Galen menghubungi Jetro dan meminta pria itu untuk menjalankan rencana yang sudah disusunnya untuk misi menyelamatkan sang gadis idaman.

Sumpah mati Galen tidak pernah merasa setakut ini dan setidak percaya diri ini untuk bisa mengatasi masalah yang biasanya datang bertubi-tubi ke dalam hidupnya.

Pria itu merasa ketakutan hingga jauh di lubuk hati yang paling dalam ia menyadari bahwa Annara telah memiliki ruang tersendiri di dalam hatinya yang entah sejak kapan wanita itu mendobrak pertahanan Galen yang selama ini selalu dibentengi dengan kuat.

Ponsel pria itu berdering yang ternyata dari Arimbi Sinatra. "Kamu di mana?" Pertanyaan itu terlantar begitu saja dari wanita itu tanpa menunggu suara Galen terdengar di telinganya.

"Aku sedang sibuk dan tidak bisa mengurusi masalahmu." Pri itu untuk mematikan sambungan, tapi Arimbi lebih dulu memekik dengan kesal.

"Aku sedang ingin membantumu, Bodoh!"

Galen menghela napas panjang. "Apa yang kamu lakukan?"

"Aku sudah tiba di lokasi!"

Pria itu terkejut dan memilih untuk diam dan mendengarkan Arimbi yang membeberkan rencananya.

"Tetap bersembunyi di sana sampai aku tiba!" titah pria itu yang dipatuhi oleh sang sepupu.

Galen mempercepat laju mobilnya hingga beberapa jam kemudian dirinya tiba di gapura sebuah desa yang saat ini sudah tidak berpenghuni.

Pria itu berhenti di halaman sebuah rumah reot yang sudah tidak terpakai untuk mempersiapkan diri seperti memakai topi, masker dan juga jaket anti peluru. Matanya berkeliaran dengan awas sembari tangannya mengantongi sebuah pistol dan juga pisau di saku yang lainnya.

Setelah merasa sekitarnya aman, pria itu turun dari mobil dan mengirimkan sebuah pesan pada Jetro dan Arimbi.

Ia berjalan pelan menyusuri pepohonan rindang yang menyajikan kesan gelap nan menyeramkan.

Ranting kayu berbaur dengan dedaunan kering mengiringi langkahnya yang terayun begitu pasti. Dari kejauhan, ia bisa melihat rumah tua nan reot yang pintunya mulai terlihat keropos.

Jantung Galen bertalu-talu saat mendengar suara-suara yang berasal dari gubuk tersebut. Ia mempercepat langkahnya dan menyipit tajam saat melihat dua orang pria berjas hitam berjaga di depan rumah tersebut.

Ia menghubungi Jetro untuk mulai menjalankan rencana. Mula-mula dengan mengecoh dua pria itu agar menjauh dari sana dan hal itu berhasil adanya ketika Jetro melepaskan seekor anjing yang langsung berlari ke arah hutan.

Percepatan dengan itu jangan yang semakin dekat dengan gubuk itu mendengar sebuah teriakan yang ia yakini adalah suara Annara. Ia berlari sekuat tenaga dan mendobrak pintu tersebut tanpa aba-aba.

Dooor ....!!!

Suara luncuran timah panas itu terdengar memekakkan telinga, disusul dengan suara kepakan sayap burung-burung yang terbang menjauh dari sana seolah tahu bahwa tempat itu sedang tidak baik-baik saja.

Bertepatan dengan itu, sebuah mobil yang begitu Galen kenal muncul dari arah kejauhan seolah memberi tanda bahwa drama kali ini benar-benar mendatangkan secara lengkap para tokohnya.

TO BE CONTINUED

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Touch Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang