BAB 10|| PISAH?

6K 480 43
                                    

KETIKA Syaquel terbangun di pagi hari, tidak ada Davina di sampingnya. Dia melihat kekiri-kekanan, dan tidak menemukan siapapun.

Bangkit dari tempat tidur, Syaquel keluar dari kamar, ada ibu mertuanya yang sedang menyapu di ruang tengah.

Syaquel menarik nafas panjang menghampiri sang mertua.

"Liat Vina, ma?"

"Ada di belakang." Jawab Ibu Davina.

Syaquel mengangguk, dia berjalan ke belakang rumah, melihat Davina yang sedang duduk dengan linglung di kursi rotan.

Punggung wanita itu menghadap Syaquel, dia dapat melihat dengan jelas rasa sakit dan depresi yang dialami Davina hanya dengan melihat sosok belakangnya.

Hati Syaquel berdenyut dengan perih, dia mencengram dengan erat dadanya yang terasa di cubit dan di pelintir dengan keras.

Tiba-tiba, Bahu Davina bergetar, menandakan bahwa perempuan itu tiba-tiba menangis.

Syaquel panik, hendak menghampiri Davina ketika mertuanya tiba-tiba datang.

"Sejak hari itu, Davina sering melamun sendirian dan tiba-tiba nangis kaya gitu. Mama gak tau harus gimana, Quel. Mama sama bapak orang dusun, kami enggak ngerti gimana cara buat menghilangkan depresi Davina." Ibu mertuanya menghela nafas sambil menyeka setitik air mata di sudut matanya. "Kadang-kadang, Davina sampe lupa waktu, enggak bakal masuk kedalem kalau enggak mama atau bapak yang manggil. Shaka sama Syaki juga sering nangis, tapi Davina enggak bisa bujuk mereka."

Setelah mengatakan itu, Ibu Davina kembali ke dalam rumah.

Syaquel menatap Davina sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri istrinya.

"Sayang." Panggil Syaquel dengan lembut sambil menyentuh bahu Davina yang bergetar. "Vin, maafin, aku, maaf sayang."

Sayaquel tidak bisa lagi menahan air matanya, dia bersimpuh di bawah kursi rotan. Menangis sambil memeluk pinggang Davina.

"Maafin aku, aku salah, sayang. Kamu berhak marah sama aku, teriakin aku, caci-maki aku, pukul aku. Tapi tolong jangan kayak gini, Vin. Jangan cuekin aku, diemin aku. Aku enggak bisa, Vin. Jangan benci aku."

Syaquel memohon begitu banyak, tapi kata-kata yang terlontar dari mulut Davina membuat seluruh tubuhnya membeku.

"Pisah. Aku mau cerai."

Pelukan Syaquel pada pinggang Davina semakin erat seolah tidak rela melepaskannya. "Enggak, aku gak mau." Syaquel menangis, dia membenamkan wajahnya di tubuh Davina.

"Aku enggak mau cerai, Vin. Jangan bilang gitu, aku mau sama kamu, sama anak-anak."

Davina menarik nafas tajam, menghapus sudut matanya yang berair. "Aku mau cerai, Kak. Vina mau pisah aja. Vina gak kuat."

Kepala Syaquel menggeleng dengan kuat. "Aku gak mau! Enggak akan pernah."

"Pergi." Usir Davina pada Syaquel.

Syaquel semakin mengeratkan pelukannya.

"PERGI!! PERGI! PERGI! PERGI! Vina gak mau liat kak Syaquel, Vina mau pisah, Vina mau kak Syaquel pergi!" pada saat ini, Davina tiba-tiba menjerit histeris, memberontak dalam pelukan Syaquel.

Davina dan Syaquel, yang satu ingin melepaskan, sedangkan satunya berjuang mempertahankan.

Tapi apa lagi yang bisa di pertahankan dari rumah tangga yang tidak bisa terselamatkan.

Sakit hatinya pada Syaquel, rasa benci dan kecewa karena kehilangan putrinya, membuat Davina merasa bahwa setiap kali dia melihat Syaquel, hatinya akan terasa perih menyakitkan.

S2|| SYAQUEL: Perjalanan rumah tanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang