17

1.3K 239 14
                                    

Agung Hartawan datang kekediaman Tejokusumo dengan menahan amarah, bagaimana tidak ia mendapat khabar bahwa cucu lelakinya meninggal dan sudah dimakamkan beberapa hari yang lalu. Ia pergi kerumah Seno, tapi tidak mendapatkan seorang pun penghuni, jadi dirinya pergi ke kediaman Tejokusumo. Selama ini dirinya bersumpah untuk tidak menginjakkan kaki kekediaman Tejokusumo karena keluarga itu telah mengambil anak lelaki satu-satunya penerus Hartawan. Agung baru akan mengetuk pintu kediaman Tejokusumo bertepatan dengan Seno yang keluar dari dalam rumah. Selama Niken tidak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit, Seno sengaja tinggal di kediaman Tejokusumo karena ia tidak mungkin meninggalkan Tria seorang diri dengan pengasuhnya. Demi keselamatan dan tumbuh kembang Tria, Seno membawa putrinya itu kekediaman Tejokusumo. Disana meski majikan mereka lelaki semua namun ada mbok Salamah, abdi dalem yang akan menjaga dan merawat Tria seperti putrinya sendiri. Mbok Salamah benar-benar memperhatikan Tria dan tidak sedikitpun meninggalkan Tria tanpa pengawasan darinya.

"Papa?!"

"Kamu benar-benar keterlaluan! Kamu sengaja tidak memberi tahu papa tentang kelahiran cucu lelaki papa!"

"Pa, cucu papa sudah meninggal."

"Itu karena kamu dan istrimu tidak menjaga cucu papa dengan baik!"

"Cukup Pa! Jangan sekali-kali papa menyalahkan Niken. Semua salah Seno! Bahkan sampai saat ini Niken belum sadarkan diri, Niken belum tahu bayi-bayi kami tiada! Jadi kalau ada yang harus disalahkan, salahkan Seno yang tidak bisa menjaga keluarga Seno!"

"Seno, ajak papamu masuk. Jangan buat keributan didepan pintu rumah." Brama muncul dari halaman samping. Lelaki itu berhadapan dengan Agung Hartawan. Agung sendiri membuang muka saat Brama menatapnya.

"Silahkan masuk Pak Agung. Sebaiknya dibicarakan didalam saja."

"TIdak perlu, saya langsung pulang-"

"Selesaikan dan tanyakan apa yang ingin pak Agung ketahui, karena pergi dengan meninggalkan ganjalan dihati itu sangat tidak enak." Setelahnya Brama meninggalkan Seno dan Agung di depan pintu. Lelaki itu memilih bermain dengan Tria dan membuat Agung melirik untuk mencari tahu bagaimana Brama dan Tria berinteraksi.

"Mari masuk, pa." Seno mempersilahkan papanya masuk ketika ia melihat Sigit memasuki halaman rumah Tejokusumo.

"Sigit."

"Mas Seno, untung mas masih dirumah. Ada yang harus aku sampaikan terkait kecelakaan mbak Niken." Tubuh Seno menegang. Ia segera mengajak Sigit masuk kedala rumah yang mau tidak mau diikuti oleh Agung karena lelaki itu penasaran dengan apa yang terjadi dengan cucunya.

"Sopir yang menabrak mbak Niken, diperintah seseorang." Sigit berkata saat ketiganya duduk di kursi ruang tamu. Sigit mengeluarkan selembar foto ukuran post carddan memberikannya pada Seno.

"Wanita ini yang menyuruh sopir mobil box untuk menabrak Mbak Niken dengan imbalan sepuluh juta." Seno terkejut dengan foto yang dibawa oleh Sigit, ia marah dan tanpa sadar meremas foto yang ada ditangannya hingga kusut. 

"Apa-apaan ini, dari mana kamu tahu wanita ini dalang kecelakaan yang menewaskan cucuku?" Agung Hartawan mengambil beberapa kertas dan foto yang berisi bukti kalau wanita yang ada dalam foto itu adalah dalangnya. Dengan seksama lelaki itu membaca apa yang tertera disana. Ia benar-benar murka karena orang yang selama ini dia bela adalah penyebab kematian cucu lelakinya. 

"Ini bohong! Tidak mungkin polisi mengeluarkan semua bukti ini, kamu siapa?"

"Sigit Pramudya." Sigit tersenyum angkuh. Agung terkejut dengan lelaki didepannya, ia tidak menyangka bisa bertemu dengan Sigit Pramudya. Koneksinya yang luas bisa mendapatkan informasi secara legal dan ilegal. 

NIKEN - HATI YANG TERTAUT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang