Seno menatap istrinya yang terlelap. Ia tidak percaya Niken bisa menerima dengan tengan khabar kematian bayi-bayi mereka. Tapi penjelasan Niken tadi masuk akal, mungkin saja istrinya itu sudah punya firasat bahwa mereka akan kehilangan bayi-bayinya saat Niken tidak sadarkan diri. Ia tidak ingin istrinya menutupi kesedihannya, ia ingin berbagi kesedihan dengan istrinya. Selama ini mereka sudah melewati berbagai macam cobaan berdua. Kehilangan tiga bayi bukan hal yang mudah, dirinya saja sampai saat ini masih tidak percaya harus kehilangan anak-anak yang bahkan belum satu hari lahir.
"Aku berada di suatu taman, entah aku juga bingung. Ada tiga anak disitu, dua lelaki dan seorang perempuan. Mereka begitu lucu, tampan dan cantik. Kami bermain bersama hingga anak lelaki yang tertua itu memintaku kembali, karena waktuku belum datang. Mereka memintaku kembali karena kakak dan ayah mereka menantikan diriku. Aku bisa mendengar suara Mas Seno, Haryo, Romo dan keluarga kita yang lainnya. Mereka tidak ingin melihat mas Seno sedih, karenanya mereka membawaku padamu mas. Aku bertanya pada mereka apakah mereka tidak bisa ikut denganku, mereka menolak, karena dunia mereka dan dunia kita berbeda. Mereka tahu saat papa dan kakek mereka datang ke pemakaman. Apa mereka dimakamkan diliang yang sama?" Seno menggeleng.
"Mereka dimakamkan di liang yang berbeda."
"Siapa nama mereka?"
"Mas menunggu kamu memberi nama."
"Terima kasih."
"Mereka bayi-bayi kita." Niken memeluk Seno dengan erat, berbagi kesedihan dan saling menguatkan. Ia merasa prihatin karena Seno tidak bisa melihat anak-anak mereka sementara dirinya bisa, karena itu yang dilakukan Niken saat ini adalah memberi dukungan pada Seno dan menguatkan suaminya itu agar tidak larut dalam kesedihan.
"Mereka mengatakan mereka menyayangi mas Seno dan tidak ingin ayahnya sedih. Mereka minta maaf tidak bisa bersama kita. Apa yang sebenarnya terjadi mas? Mereka-mereka benar-benar anak-anak yang manis dan lucu. Apa salah mereka, apa salah kita hingga kita dipisahkan dengan mereka." Niken menangis, ia merindukan putranya. Seno memeluknya dengan erat. Ia lega saat Niken bisa mengeluarkan kesedihannya. Cukup lama Niken menangis hingga tertidur. Seno membetulkan selimut yang menutupi tubuh Niken dan berbaring disisi istrinya. Tak sedetikpun dirinya melepaskan Niken. Ia menemani istrinya itu melewati hari-hari penuh kesedihan yang mereka alami.
Sudah seminggu Niken keluar dari rumah sakit, wanita itu duduk diam di ruang tengah rumahnya saat Seno mendekatinya dengan membawa ponselnya. Selama seminggu ini Niken menyibukkan dirinya dengan merawat Tria.
"Polisi menetapkan Jelita sebagai tersangka." Seno memberi tahu Niken. Istrinya itu masih bermain dengan Tria.
"Polisi meminta kamu datang."
"Katakan kapan aku harus datang, aku pasti akan datang."
"Maafkan mas."
"Mas tidak salah, yang salah Jelita, jangan minta maaf." Niken mengusap rahang Seno sebelum bersandar didada suaminya sementara Tria dia biarkan bermain dengan mainannya.
"Mas tidak menyangka Jelita bisa senekat itu. Bayi-bayi kita-" Seno tidak melanjutkan kalimatnya. Setiap membicarakan bayinya ada kesedihan mendalam yang dia rasakan. Niken memeluknya dan mereka menangis bersama untuk waktu yang cukup lama. Tidak mudah menghapus kesedihan ditinggal pergi buah hati mereka dalam waktu yang bersamaan.
Seno menghapus air mata istrinya saat mendengar pintu rumah mereka diketuk. Ia bergegas membuka pintu dan mendapati Sigit Pramudya berdiri dihadapannya. Seno mempersilahkan Sigit masuk dan memanggil Niken.
"Ada surat pemanggilan dari kepolisian untuk mbakyu. Mbakyu niken bisa hadir kan?"
"Bisa. Mbak pasti datang." Sigit menyerahkan surat pemanggilan untuk Niken pada kakak perempuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKEN - HATI YANG TERTAUT (END)
RomanceMereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Niken tidak pernah memaksa Seno untuk memilihnya, tapi lelaki itu mantap memilihnya. Meski banyak yang menentang hubungannya dengan Niken tapi Seno tidak mundur dan memantapkan hati untuk bersama pili...