13

2K 377 33
                                    

Niken sedang menyusui Tria saat pintu rumahnya di gedor-gedor. Wanita itu mengernyitkan keningnya saat gedoran di pintu rumahnya tidak berhenti. Niken  hendak menidurkan Tria dalam box bayinya saat Seno menghampiri sang istri.

"Biar mas saja."

"Sebaiknya cepat mas lihat siapa yang mau merobohkan rumah kita, seenaknya saja main gedar gedor pintu. Apa dia tidak lihat ada bel disana. Kan bida pencer bel daripada tangannya sakit menggedor pintu." Niken mengikuti sang suami seraya menggendong Tria. Ia ingin melihat siapa yang sudah membuat gaduh rumahnya. Seno membuka pintu bertepatan dengan tubuh seorang wanita yang ambruk kearahnya.

"Waduh! Ada jeli-jeli drink mas! Dia kenapa? Masih hidup apa sudah mau salaman sama malaikat maut?" Bukannya takut dengan kondisi dokter Jelita yang setengah sadar, Niken justru penasaran apa yang terjadi  dengan dokter Jelita hingga seperti orang gila meracau tidak jelas dan tertawa sendiri.

"Ko Seno, aku cinta padamu, sayangku, calon suamiku. Kamu makin ganteng koko sayang."

"Jangan bawa masuk mas. Bawa ke halaman saja dan guyur pakai air kran biar sadar. Mabuk jengkol sepertinya. Niken mencegah Seno yang hendak mengangkat tubuh dokter Jelita yang sudah setengah sadar.

"Ada nenek sihir bawa tuyul. Ko Seno, dia ini nenek sihir, jauhi dia. Wanita jelek ini sudah memisahkan kita. Ayo jauhi dia, lihat dia gendong tuyul."

"Wah ngajak gelud ini jeli jeli drink. Bilang anak cantik kita tuyul. Ayo mas seret dia mau aku mandikan kembang tujuh rupa biar ndak bicara sembarangan." Seno hendak membopong Jelita ke halaman ketika Niken mencegahnya.

"Eh ndak usah dibopong, seret aja. Kekenakan dia nempel nempel sama mas. Kalau mas horny bagaimana lihat payudaranya yang nyaris tumpah itu, mana pahanya dipamer pamerin, kalau paha ayam sih menggoda. Untung mulus ndak ada panunya."

"Dek Niken, dia berat kalau kalau tidak diangkat. Badan gendutan dia sama kamu." Niken tersenyum mendengar ucapan suaminya.

"Aku kan sexy dan bohay mas bukan gendhud.  Niken mengedipkan matanya, lalu dia berjalan lenggak lenggok memainkan bokongnya yang bulat kearah kran air yang biasa dia gunakan untuk mencuci mobil atau menyiram tanaman di halaman. Niken menghidupkan air kran sedang Jelita terus mengoceh tidak jelas dan menggapai-gapai tubuh Seno.

"Mas hubungi keluarganya. Biar aku yang mengawasi disini."

"Sebaiknya adek masuk, nanti dia melakukan sesuatu yang berbahaya pada dek Niken dan Tria."

"Sudah jangan khawatirkan kami, mas hubungi keluarganya saja, dia tidak akan bisa menyentuh kami." Niken terus menyemprot Jelita dengan air yang keluar dari selang,  sementara Seno meninggalkan keduanya.

"Bangun, kamu wanita gila! Saya buat benar-benar gila baru tahu rasa."

"Dingin! Iiihhh nenek sihir, kamu berani sama saya ya! Dingin! Hentikan! Dasar emak tuyul!"

"Mandi dulu biar aura aura jahatnya luntur."

"Mo... mo... mo..."

"Iya, mama mandiin tante, tantenya bau embek."

"Mo... mo...mo..."

"Kok momo sih sayang, ma-ma."

"Mo-mo-" Saat itulah Panji muncul didekat Niken dan mengulurkan tangannya pada Tria.

"Eh suamiku yang tampan." Niken menyadari sesuatu saat Tria menyambut uluran tangan Panji.

"Tria mau gendong romo ya."

"Mo-mo-mo."

"Kangmas, kok Tria bisa bilang romo dulu. Harusnya kan mama dulu. Dia anakku loh mas, aku yang gembol sembilan bulan diperut. Kamu kan cuma usap-usap saja sambil nengokin dia didalam perut."

NIKEN - HATI YANG TERTAUT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang