14

2K 385 50
                                    

Niken terbangun dengan rasa mual yang hebat dalam dirinya. Ia bergegas kekamar mandi dan memuntahkan semua yang ingin keluar dari perutnya. Seno yang mendengar istrinya selalu muntah di sore hari bergegas menyusul Niken. Lelaki itu dengan telaten membantu Niken mengatasi rasa mualnya.

"Mas sudah buat janji dengan dokter Vika. Kita kerumah sakit abis maghrib." Niken mengangguk pasrah. Kehamilannya kali ini berbeda dengan kehamilan sebelumnya. Anak-anak Pqnji lebih hiperaktif daripada anak Seno. Untung saja Panji itu romo siaga, selalu datang saat Niken membutuhkannya.

"Kalau aku tidak hamil bagaimana?" Niken takut bayinya tidak terdeteksi, karena dia sudah testpack tapi hasilnya negatif.  Seno duduk dihadapan Niken dan membelai rambut istrinya. Lelaki itu menyelipkan rambut Niken kebelakang telinganya.

"Tidak apa-apa. Yang penting kita tahu lebih awal kebenarannya. Saat di test pack tidak terdeteksi, tapi mas merasa kamu sedang hamil, meski mual dan muntahnya bukan pagi hari tapi sore hari karena tiap bayi memiliki kekhasan masing-masing." Seno membelai lembut perut rata Niken.

"Kalau dek Niken hamil, kita bisa lebih hati-hati. Asupan gizinya bisa lebih perhatikan." Niken mengangguk.

"Mas, gendong." Seno mengangkat tubuh sang istri dan mendudukkannya dikursi ayun yang ada dihalaman belakang.

"Mas buatkan air jeruk dulu ya." Niken mengangguk. Sepeninggal Seno, Panji menampakkan diri dan duduk disebelah Niken. Lelaki itu meraih Niken dalam pelukannya sambil mengusap perut Niken dengan lembut. Rasa mual Niken menghilang begitu saja saat mencium aroma Panji. Niken menyandarkan kepalanya di dada Panji dan membiarkan suaminya itu mengusap-usap perutnya dan mencium puncak kepalanya. Berada dalam dekapan Panji adalah hal yang paling disukai oleh Niken beberapa waktu terakhir. Ia merasa sangat nyaman, apalagi Panji selalu nembang saat bersamanya hingga dirinya mengantuk dan tertidur.

"Anak-anak romo jangan menyusahkan ibu ya, jadi anak-anak yang baik. Kalau mau menyusahkan orang, ayah Seno saja yang dibuat susah. Ayah Seno pasti tidak keberatan kalau ikut ngidam. Apalagi sekarang ayah Seno pengangguran pasti punya banyak wakgu unyuk kalian." Panji mengaduh saat sebuah cubitan mampir dilengannya.

"Lihat kan sayang, ibumu galak sekali, makanya kalian jangan nakal.  Romo saja yang dicintai dan disayangi ibumu dicubit, padahal romo tidak nakal, apalagi kalau romo nakal, bisa-bisa ga dikasih jatah sama ibu kalian. Makanya kalian jadi anak baik ya didalam perut ibu. Yang rukun satu sama lain, kalian itu saudara. Jadi harus saling mendukung dan saling menyayangi satu sama lain. Nanti kalau nakal ngga dikasih makan sama ibu."

"Iya romo." Jawab panji menirukan suara anak kecil. Panji tertawa sendiri, selanjutnya suami gaib Niken itu menyanyikan lagu jawa sambil memanjakan istrinya.  Kehamilan Niken kali ini membuat Panji senang. Ia sering bermonolog dengan bayi-bayi yang ada dalam perut Niken sambil mengusap-usapnya hingga Niken tertidur.

"Sayang?" Seno mendekati istrinya yang tertidur di kursi ayunannya. Lelaki itu meletakkan air jeruk yang baru dibuatnya, membetulkan bantal-bantal agar istrinya bisa tidur dengan nyaman. Seno  mengambil selimut untuk Niken. Ia menyelimuti istrinya agar tidak kedinginan. Meski Seno merasa udara sore itu cukup hangat tapi angin yang bertiup cukup kencang. Setiap sore setelah muntah Niken selalu tertidur dikursi ayunnya dan setelah bangun akan meminum air jeruknya. Sambil menunggu sang istri bangun Seno memilih membaca bukunya.

Seno dan Niken masuk keruang praktek dokter Vika seperti janji keduanya. Lelaki setengah baya itu menyambut Seno dengan senyum ramah.

"Saya terkejut saat mendengar berita itu. Tiba-tiba saja kamu mengundurkan diri. Kamu ini selalu bikin kejutan." Dokter Vika tertawa kecil. "Kali ini kejutan apa lagi yang kamu bawa, Sen?"

NIKEN - HATI YANG TERTAUT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang