Sebuah mal di kota menjadi tempat diadakannya jumpa penggemar. Satu wilayah yang luas di gedung itu memang biasa digunakan untuk acara. Panggung kecil dengan meja panjang tertutup kain putih sudah dipasang. Poster bergambarkan buku milik Hera Andara juga mengelilingi tempat itu.
Di bagian pintu masuk, sudah ada yang menjaga. Ada juga bagian penjualan buku yang nantinya bisa dimintai tanda tangan. Ternyata antusias penggemar cukup ramai. Padahal ini pertama kalinya Hera Andara menampakkan diri yang sesungguhnya.
Tan ditemani Yanu sudah berada dibarisan untuk masuk. Terlihat senyum lebar cowok berponi itu. Dada berdebar saking senangnya. Sayangnya, wajah itu tidak ditunjukkan sang sahabat. Rautnya terlihat datar.
"Yan, lu nggak suka gue ajak ke sini?" tanya Tan yang menyadari itu.
"Biasa aja, sih. Nggak tahu kenapa gue ingat 3 tahun lalu."
"Kalo lu keberatan di sini, bisa tunggu di foodcourt aja. Habis gue dapat tandatangan, gue susul."
Yanu menggeleng. "Gue juga penasaran siapa yang berani menulis kasus itu."
"Lu nggak benci gue gara-gara gue fans, kan?"
Yanu menyunggingkan senyuman. "Kagak. Biasa aja gue."
Tak terasa perbincangan itu membuat mereka sudah di gerbang acara. Seorang berkemeja hitam rapi menawarkan buku, tetapi Tan menunjukkan buku yang sudah dimiliki terlebih dulu. Yanu yang ada di belakang sahabatnya pun menolak. Mereka mendapat tempat duduk tepat di tengah, tidak terlalu jauh atau terlalu dekat dengan panggung.
Pembawa acara sudah memasuki panggung menandakan dimulai. Penggemar penulis itu menunjukkan antusiasnya tanpa kerusuhan. Saat yang ditunggu tiba, pembawa acara itu menyilakan Hera Andara untuk ke panggung.
Seorang wanita memakai topi dan masker pun masuk. Rambutnya berwarna cokelat terurai sepunggung. Ia memakai kemeja motif kotak yang dipadankan dengan celana putih. Tan dan Yanu saling tatap.
"Kenapa gue nggak asing?" ucap Tan dengan nada berbisik.
"Gue juga." Yanu menyetujui.
Deg!
Tan menyadari ada yang dikenalnya. Wanita itu mengenakan tas selempang dengan pernik Hera Andara yang tergantung. Bukan masalah pernik yang siapa saja bisa memiliki. Namun, Tan hafal betul posisi pernik di tas itu.
"Yaya--" ucapnya tiba-tiba.
Seketika Yanu menoleh. "Lu yakin?"
"Lu nggak asing juga, kan?"
Banyak pertanyaan dibenak mereka. Di sisi lain Hera Andara memberikan sambutan singkat. Dari segi suara ada kalanya asing, ada kalanya juga cukup dikenal Tan dan Yanu. Sayangnya, Hera Andara tidak membuka topi dan maskernya hingga sambutan selesai. Mungkin ini hanya awal.
Tiba saatnya penandatangan buku. Penggemar sudah memenuhi arena, bahkan ada yang tidak mendapat tempat duduk. Dimulai dari barisan kursi depan satu per satu menghampiri sang penulis. Sesi ini berjalan layaknya jumpa idol. Tak sedikit penggemar melayangkan senyum lebar saat pengambilan gambar.
Giliran Tan tiba. Yanu memilih tetap di tempat. Cowok 20 tahun itu sudah menaiki panggung. Ia menyerahkan buku berjudul Terowongan untuk ditandatangani. Ia juga berlutut demi menyejajarkan tubuhnya dengan sang penulis.
"Yaya?"
Panggilan dengan nada berbisik itu sontak membuat penulis menatap Tan. Tepat mata dengan mata mereka saling pandang.
"Kamu Yaya, kan?" Tan memastikan.
Penulis itu meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya tanpa suara. Tan pun memahami. Sebuah kertas tempel diambil dari tas Yaya. Ia menuliskan sesuatu yang selanjutnya ditempel di buku milik Tan. Setelah mendapat tanda tangan dan foto, Tan pun bergeser dan kembali ke tempat duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]
General FictionMenceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan misterius. Teman-teman Tan menganggap aneh kegemarannya itu. Pada akhirnya ia bertemu dengan teman s...