Yaya dan Tan sudah sampai di kelas. Tepat sebelum itu Yaya sudah melepas gandengannya dan berjalan dulu. Kini barisan kedua dari belakang menjadi bangku keramat untuk mereka bertiga. Terlihat Yanu sudah duduk terlebih dulu. Disusul Yaya dan Tan. Kini Yaya terasa seperti idola dengan dua guardian.
Mata kuliah Kritik Sastra pun berjalan seperti biasa. Tak terasa sudah sebulan mereka menjalani semester ini. Pak Anton sebagai dosen memberi tugas besar di akhir perkuliahan. Dimana mereka diwajibkan menulis karya sastra dengan tema kisah yang pernah diberitakan.
Mendengar perintah dari dosen, mahasiswa di kelas itu pun riuh. Ada yang keberatan, ada pula yang terlihat tenang. Walaupun jurusan Sastra, bukan berarti mereka seorang penulis.
Yanu dan Tan menengok gadis yang ada di antara mereka. Yaya pun menoleh membalas tatapan kedua cowok itu. Isyarat diam dengan jari telunjuk pun diacungkan. Seketika mereka kembali menghadap depan.
Perkuliahan pun selesai, tiga serangkai itu lagi-lagi memilih kantin sebagai tempat santai. Beruntung saat itu tak terlalu banyak mahasiswa. Mereka dengan leluasa dapat memilih bangku.
"Enaknya, Yaya sudah punya karya itu," celetuk Yanu.
Yaya tersenyum canggung, kemudian membantah. "Kan, nggak ada yang tahu itu punyaku."
Tan terdiam memandang gadis di sebelahnya. Risi dengan tatapan itu, Yaya melambaikan tangan tepat di depan wajahnya. Tan pun tersentak.
"Lihatin apa?" tanya Yaya.
Tan menggeleng, tetapi terpikir mengeluarkan isi kepalanya. "Ya, pesanku yang tadi belum kamu balas."
Yanu tertawa melihat wajah Tan yang sayu saat berkata pada Yaya. Takut mengganggu, ia pun pergi untuk memberi waktu pada sahabat dan penulis idolanya.
"Gue mau langsung pulang. Nggak usah nungguin." Yanu pun beranjak.
Rasa ingin menahan sahabatnya. Namun, Tan tersadar Yanu memberi mereka kesempatan untuk berdua. Kini tersisa Tan dan Yaya di meja itu. Hening menyelimuti, padahal sekitar mereka juga banyak mahasiswa.
"Kak, jangan melamun lagi," ujar Yaya.
Seketika Tan membantah. "Nggak. Gue nggak melamun. Gue nunggu jawaban dari kamu."
Gadis mungil itu terkekeh. "Kalau nggak boleh, nggak mungkin aku masih di sini, kan?"
Jawaban Yaya cukup masuk di logika Tan. "Kalau hari ini nggak langsung pulang bagaimana? Gue ingin ngajak ke suatu tempat.'
Gadis itu terdiam mendengar ajakan Tan. Baru ini ia mendapat ajakan dari orang lain, bahkan lawan jenis. Walaupun sebelumnya sudah kenal, tetap saja hatinya tidak tenang. Terbesit ide yang menurutnya cemerlang.
"Oke. Tapi, Kak Tan ikut aku dulu."
Tan menyetujui tanpa tahu tujuan gadis berambut cokelat di depannya. Ia menurut saja. Sebuah motor terparkir di parkiran dekat gerbang utama kampus. Sebuah helm full face untuk Tan dan helm standar sengaja disediakan untuk gadis yang sudah mengalihkan dunianya.
Perjalanan mereka berdua tak banyak percakapan. Hanya ada suara ketika Yaya memberi arah untuk ke tujuannya. Setelah sekian menit perjalanan, mereka berhenti di depan rumah satu lantai berpagar hitam. Yaya turun, kemudian melepas helmnya.
"Selamat datang di rumahku." Yaya berucap dengan ceria.
Betapa tercengang seorang Tan yang tiba-tiba diajak ke rumah penulis idolanya. Tanpa sadar mulutnya menganga dengan pikiran bagai kembang api. Yaya menepuk bahu cowok itu.
"Udah kagetnya. Ayo masuk," ajak Yaya.
Perlahan Tan pun turun dari motornya. Ia mengikuti Yaya memasuki rumah. Gadis itu mempersilakan Tan untuk duduk di sofa ruang tamu. Yaya berteriak memanggil kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]
General FictionMenceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan misterius. Teman-teman Tan menganggap aneh kegemarannya itu. Pada akhirnya ia bertemu dengan teman s...