Cermin yang tergantung di dinding kamar memantulkan wajah gadis berwajah kecil tetapi tembam. Poni yang menutup dahinya menambah kesan manis. Yaya menoleh ke arah topi yang tergeletak di meja rias. Mungkin sudah saatnya, gumam gadis 19 tahun itu.
Suara ketukan pintu membuatnya beranjak. Ia membuka pintu dan mendapati kakaknya yang siap mengantar.
"Nggak pakai topi?" tanya sang kakak.
Yaya menggeleng lembut. "Identitasku tidak ada yang tahu, kan?"
"Belum. Syukurlah kamu sudah mulai membuka diri," ujar Ika.
Mereka pun berjalan menuju mobil. Di perjalanan ke kampus, suasana begitu hening. Yaya hanya menatap pemandangan di balik kaca seperti biasanya. Ika pun juga terpaku dalam kemudi. Tak terasa mereka sudah sampai di kampus. Gadis 19 tahun itu turun. Belum terasa apapun hingga sang kakak pergi.
Yaya memandang gerbang kampus yang menjulang. Lalu-lalang mahasiswa membuat dada gadis itu sedikit sesak. Setelah 3 tahun, ini pertama kalinya ia menunjukkan wajahnya di tempat umum.
Pandangan Yaya kian buram memandang lalu lintas kampus. Tak terasa keringat di dahi menetes sebiji. Kaki pun gemetar hingga lemas. Gadis itu pun ambruk. Beruntung seseorang menangkapnya yang membuat tersadar.
Yaya memasang badan tegap. Memaksa untuk terlihat baik-baik saja.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya cowok yang tidak asing bagi Yaya.
Yaya menggeleng. Ia pun langsung pergi meninggalkan cowok yang dikenalnya.
"Di tolak lagi, Tan?" terdengar suara Yanu dari belakang.
"Sudah biasa," ketus Tan.
Kelas hampir di mulai. Tempat keramat untuk Tan dan Yanu sudah tersedia. Dikala yang lain terlihat berkerumun, ternyata ada satu wajah asing yang terlihat duduk sendiri di barisan depan.
Seperti tidak asing bagi Tan. Ia pun beranjak, lalu menghampiri gadis berambut lurus itu. Beruntung bangku di sebelah gadis itu kosong.
"Hai, kamu yang tadi di depan gerbang, kan?" sapa Tan.
Dari tundukkannya, gadis itu menoleh sedikit. Bahkan hanya ujung hidung yang terlihat. Tidak pantang, Tan mengulurkan tangan.
"Aku Tan."
Usahanya tak sia-sia. Gadis itu menyambut baik tangan Tan.
"Yaya," ucapnya lembut sambil mengangkat kepalanya.
Senyum merekah di wajah Tan. Ia mendekatkan bangku dengan semangat. Baru akan memulai perbincangan, dosen memasuki kelas. Cowok itu mundur dengan berat hati. Tak lama, mahasiswa yang ada di belakang dosen menempati bangku di sebelah Yaya.
"Gagal PDKT, deh," ejek Yanu lagi.
"Seneng banget, lu."
Yanu dan Tan memelankan suara. "Yang bikin lu deketin dia terus apa, sih?" Yanu penasaran.
"Kebetulan yang bukan kebetulan. Dari minggu lalu, dia mencuri pandanganku."
"Heleh, sok puitis."
"Lihat aja nanti," jawab Tan tegas.
Mata kuliah Kritik Sastra berjalan seperti biasa, dimana Pak Anton menjelaskan mengenai fungsinya. Tak ada mahasiswa yang mengeluarkan suara hingga dosen itu selesai menjelaskan. Pak Anton mengarahkan laser pada gadis yang duduk di barisan depan. Tentu saja itu Yaya yang pertama kali membuka masker dan topinya di kelas.
"Gadis manis," panggil Pak Anton yang membuat mata mahasiswa di kelas tertuju padanya.
Tak peduli, dosen itu meneruskan kalimatnya. "Ada karya yang menurut kamu bisa dikritik?"

KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]
Ficción GeneralMenceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan misterius. Teman-teman Tan menganggap aneh kegemarannya itu. Pada akhirnya ia bertemu dengan teman s...