Yanu dan Tan memutuskan untuk bertemu di kedai kopi langganan. Sudah hampir lima hari setelah mereka ke lapas untuk menemui tersangka yang membunuh kakak perempuan Yanu. Syukurnya sang adik itu sudah terlihat tidak pucat.
"Sehat lu, Yan?" tanya Tan, lalu menyeruput es kopi susunya.
Yanu mengangguk. "Lebih baik, lah," jawabnya.
Yanu mengeluarkan liontin berwarna biru safir dari sakunya. Tan masih menerka hal yang akan dikatakan sang sahabat. Ia belum mengeluarkan sepatah kata lagi.
"Dia bukan pembunuh kakak gue."
Ucapan sahabatnya sontak membuat mata Tan membelalak. "Kok, bisa? Bagaimana lu tahu?"
Pandangan Yanu tetap pada liontin yang tergeletak di atas meja. Begitupun Tan yang mengikuti arah pandangan sahabatnya.
"Bagaimana bisa karena ini?" tanya Tan sambil menghadapkan benda biru itu di depan wajahnya.
"Ternyata di situ bekas darah Kak Kina."
"Kan, udah 3 tahun yang lalu, emang masih ada?"
Yanu kembali mengambil liontin yang ada di tangan sahabatnya. Ia menunjuk ke arah batu safir yang dikelilingi wadah tembaga. Di dalamnya terdapat bercak cokelat kemerahan yang telah mengering.
"Ini alasan pertama. Itu bekas darah kakak gue. Setelah gue ketemu sama orang itu di lapas, gue minta bokap buat ngasihkan ini ke temannya yang dokter forensik. Ternyata benar, itu darah kakak gue."
"Jadi, kemungkinan-"
Yanu mengangguk, walaupun Tan belum selesai dengan kalimatnya.
"Ada kemungkinan itu punya pembunuh Kak Kina."
Sekali lagi, Tan menutupi mulutnya yang menganga setelah mendengar jawaban Yanu.
"Lalu, kenapa bukan orang yang dipenjara itu?" Tan masih menyimpan tanya.
Yanu membuang napas panjang untuk sedikit melegakan dadanya. "Dia ngerasa nggak punya liontin itu."
Kemudian, Yanu memutar liontin itu hingga menunjukkan nama 'Antonio'. Mata Tan juga masih tertuju pada benda itu.
"Nama orang itu tidak ada hubungannya dengan Antonio."
Sejujurnya Tan sudah tidak bisa berkata-kata. Firasat pacarnya mengenai kasus ini ternyata benar. Kasus ini belum benar-benar tuntas. Ia tak mengira akan lebih rumit.
"Lu udah tanya tentang ciri-ciri orang yang dilihat Yaya waktu itu?"
Tan menggeleng. "Kemarin gue sempat tengkar sama Yaya. Soalnya, kita ninggalin dia waktu ke lapas."
Yanu menyandarkan punggung ke kursi. "Udah gue duga."
"Tapi, udah aman, kok."
Mendengar jawaban Tan, mahasiswa 20 tahun itu mengangguk lega.
"Tapi, ada yang aneh."
Ucapan Yanu membuat Tan mempercepat tegukannya. Ia kembali menaruh perhatian pada sang sahabat.
"Kenapa dia bersikeras yang membunuh kakak gue? Padahal biasanya orang akan mengelak walaupun dia salah." Yanu melanjutkan.
"Kita nggak tahu pikiran orang, Yan. Ternyata kasus ini rumit banget."
Terdengar suara barista yang berbincang dengan rekannya karena berita yang disiarkan di televisi. Sebuah wahana permainan kota tidak asing di mata Tan. Cowok berambut poni itu meminta barists itu untuk meninggikan volume suara televisi itu.
Berita mengenai ditemukannya mayat seorang wanita di taman bermain kota itu sudah terdengar sampai bangku Tan dan Yanu yang berada di paling belakang. Kini mereka berdua terpaku pada siaran berita singkat di televisi. Tak ada satu pun yang mengeluarkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]
Ficción GeneralMenceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan misterius. Teman-teman Tan menganggap aneh kegemarannya itu. Pada akhirnya ia bertemu dengan teman s...