Yaya berdiri di depan cermin menata rambut, yang awalnya lurus ia ubah sedikit bergelombang di bawah. Sebuah gaun marun selutut juga dikenakan, ditambah aksen jaket denim berwarna putih. Tak lupa topi putih yang kerap ia gunakan ketika keluar rumah. Selesai, saatnya ia menemui sang kakak. Gadis mungil itu melihat Ika duduk dengan kaki menyilang di sofa ruang tamu sembari bermain ponsel.
"Kak," panggil Yaya.
Ika mendongak. Ketika melihat adiknya pun ia terdiam. Penampilan yang cukup mencolok dan pertama kali dilihat.
"Ya, kamu benar berpakaian begini?" tanya Ika.
"Kenapa, Kak? Aneh?" Mata Yaya menyusuri tubuhnya, jika memang benar ada yang salah.
Wanita 25 tahun itu menggeleng. "Nggak, kok. Nggak biasanya aja."
"Kata Kak Ika kita mau ketemu direktur, kan?"
Jawaban adiknya membuat Ika tertawa kecil. "Kamu cantik, kok. Syukurlah kamu sudah kembali menjadi Yaya lagi."
Ika berdiri. Ia merangkul adiknya menuju mobil merah yang biasa mereka naiki. Kalimat sang kakak membuat Yaya protes, tetapi hanya sekadar canda.
Perjalanan mereka ke gedung penerbitan juga cukup ramai dengan perbincangan. Mulai dari rencana masa depan, hingga candaan ringan. Waktu tempuh menjadi tak terasa, tahu-tahu sudah ada di depan gedung 9 lantai. Bagian direksi ada di lantai paling atas. Ika dan Yaya menemui bersama.
Ruangan berpintu kaca doff yang selalu tertutup itu dimasuki setelah mendapat izin. Seorang pria 30 tahunan awal menatap lekat layar komputernya. Di meja kayu yang mengkilat itu tertera nama Sandi dengan jabatan direktur. Begitu pintu kaca itu tertutup lagi, barulah Sandi sadar ada dua tamu yang menunggu.
"Silakan duduk Hera Andara dan-" Sandi keluar dari bangkunya menuju sofa khusus untuk tamu.
"Ika," jawab Ika dengan memberi sedikit tundukkan.
Ketiganya duduk di sofa. Tak seberapa lama seorang wanita mengantar minuman hangat untuk Yaya dan Ika. Suasana sudah pas untuk berbincang.
"Saya sudah mendapat kabar kalau Hera Andara akan menerbitkan buku lagi?" Sandi memulai pembicaraan.
"Betul, Pak. Saya sedang dalam proses menulis."
"Sudah berapa persen?"
"Sekitar 80 persen. Tinggal klimaks dan anti-klimaks."
Sandi mengangguk pelan, kemudian menyandarkan badannya pada sofa. "Cukup cepat, ya? Rencana mau awal tahun depan?"
"Jika itu memungkinkan." Ika membantu menjawab.
"Saya ingin tanya, kamu mengambil judul Taman Bermain?"
Yaya mengangguk.
"Apakah ini seperti Terowongan yang kisahnya sama dengan kasus pembunuhan?"
"Kurang lebih begitu. Karena ada teka-teki yang ingin saya kembangkan." Yaya menjawab lugas.
Jawaban Yaya membuat Sandi puas. Direktur itu menuju mejanya dan kembali membawa map kuning. Diletakkan map itu di atas meja sofa.
"Itu ada surat penerimaan sponsorship. Saat kamu mengajukan judul dan outline, ternyata ada teman saya yang tertarik. Ia pun mengajukan untuk membantu promosi dalam bentuk iklan maupun jumpa penggemar di berbagai tempat."
Penjelasan direktur itu membuat Ika dan Yaya mengembangkan senyum. Baru pertama seorang Hera Andara mendapat hal seperti itu setelah debut dari 2 tahun yang lalu.
"Kalau boleh saya tahu, alasan beliau memberi sponsor pada naskah saya kali ini apa, ya, Pak?" tanya Yaya.
"Potensi untuk booming lagi seperti Terowongan," jawab Sandi yang mempu membuat Yaya semakin yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]
General FictionMenceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan misterius. Teman-teman Tan menganggap aneh kegemarannya itu. Pada akhirnya ia bertemu dengan teman s...