BAB 23: FINDING OF YOU

4 0 0
                                    

Tan tergeletak di kamar indekos. Lengan kekar menutupi wajahnya. Ia menutup mata, tetapi tak benar-benar tidur. Kepala cowok itu terasa pening, terlebih saat mendengar kegagalan para detektif untuk menemukan Yaya.

Ketukan pintu membuatnya bangkit. Yanu datang membawakan makanan. Ia mendekati sahabatnya.

"Lu nggak apa-apa? Pucat banget," ujar Yanu.

Tan hanya menggeleng, tetapi napasnya kian berat. Tak percaya, Yanu mencoba memegang leher yang basah dengan peluh. Sontak Yanu menarik tangannya, lalu mengibaskan.

"Gila, panas banget. Lu sakit, Tan. Ayo ke dokter."

"Nggak apa-apa, gue, mah. Lu pulang aja, gue mau tidur bentar." Tan menyangkal.

"Nggak apa-apa pala, lu? Badan udah kaya tripleks begitu." Yanu tidak terima.

Begitu Tan ingin berdiri, tubuhnya tak kuat menahan. Ia kembali terduduk. Yanu dengan sigap menangkap sahabatnya. Karena kesal, ia pun menjitak kepala Tan. Cowok berambut poni itu pun mengaduh.

"Lu ngeyel banget dibilangin. Udah, nurut sama gue ke dokter. Katanya mau selamatin Yaya, badan udah letoy begini."

Walaupun mengomel, Yanu tetap membopong sahabatnya menuju mobil yang sudah terparkir di depan bangunan indekos. Akhir-akhir ini ia memang diperbolehkan untuk mengendarai mobil. Perjalanan ke rumah sakit tidak terlalu jauh dari kampus. Lebih tepatnya, rumah sakit itu milik kampus yang menyediakan potongan harga untuk mahasiswanya.

Daripada ke poli, Yanu memilih mengantar sahabatnya ke UGD untuk mendapat perawatan lebih cepat. Benar saja, tak lama perawat datang membawa perlengkapan, disusul dengan dokter. Jarum infus di pasang pada tangan putih milik Tan.

Yanu yang menunggu di luar UGD langsung bangkit melihat dokter keluar dan menyebut nama Tan.

"Panasnya memang tinggi, untunglah tekanan darah yang lain normal. Ada kemungkinan dehidrasi. Begitu cairan infusnya habis dan panasnya turun, saudara Tan sudah boleh pulang. Saat ini kita biarkan dia tidur," jelas dokter.

Belum sampai dua jam, Tan sudah menghampiri sahabatnya di ruang tunggu. Ia duduk di sebelah Yanu yang tertidur di kursi. Bahu Yanu digoyangkan hingga terbangun.

"Lu nungguin dari tadi?" tanya Tan begitu sahabatnya membuka mata.

"Udah sehat?" Yanu langsung duduk tegap.

Tan mengangguk. "Temenin gue tembus obat, abis itu pulang."

Yanu langsung menurut. Usai mendapat obat dari apotek rumah sakit, tujuan selanjutnya indekos Tan. Dalam perjalanan, ponsel Tan berdering. Nomor baru menelepon yang mahasiswa itu mengangkat dengan ragu.

"Halo, Tan." Suara itu tidak asing di telinga Tan.

Tan dan Yanu saling menatap. Sambil menyetir, Yanu memberi isyarat untuk memperkeras suara dan merekam. Kemudian, Tan menjawab sapaan dari telepon itu.

"Aku yakin kamu rindu dengan penulis idolamu."

Amarah Tan mencuat. "Bajingan! Lepaskan Yaya!"

"Bukankah itu tidak sopan untuk diucapkan pada seorang dosen?" Suara dosen itu terdengar kalem.

"Sudi sekali menganggap pembunuh sepertimu sebagai dosen."

Gelak tawa keluar dari telepon. "Aku menelepon bukan untuk berkelahi. Mari kita saling menguntungkan. Aku antar gadis penulis yang berbakat ini, dan kembalikan kalung milik keponakanku."

"Baiklah jika itu yang kamu mau. Di mana? Ayo kita ketemu."

"Nanti malam, di terowongan. Oh, iya. Kau datang berdua dengan Yanu. Aku ingin memberi hadiah padanya. Jangan berani membawa polisi."

✔️ Kukejar Dia dalam Cerita [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang