Dendam Tiara

112 7 0
                                    

Mentaripun tau, ku cinta padamu
Percaya aku takan kemana-mana

Alana dan Ahdan saling berhadapan, senyuman manis terukir dari bibirnya. Mereka sedang menikmati waktu berdua di pinggir pantai, sebentar lagi lebaran akan tiba. Semuanya sudah mereka persiapkan dari baju lebaran, aneka kue serta thr untuk orang terdekat.

"Lebaran kita sebar undangan ya," ujar Ahdan.
"Dimana-mana thr bang bukan undangan," Alana mencebikkan bibirnya.
"Gpp-lah, biar uang thrnya mereka sisihkan untuk pernikahan kita" Alana mendelik sebal, tapi benar juga. Bulan ini banyak sekali yang menyebarkan undangan pernikahan, tidak ingin ketinggalan merekapun ikut-ikutan ingin menikah di bulan Syawal.

Restu sudah mereka dapatkan, kelulusan sekolah sudah di depan mata, tinggal menunggu acara kelulusan saja. Semua sudah mereka persiapkan, 2 minggu lagi adalah acara yang mereka tunggu-tunggu. Hidup bersama kekasih tercinta adalah hal yang kita inginkan termasuk mereka.

"Sebentar, aku beli makanan dulu. Kamu diem di sini"

Pantai hari ini cukup sepi, Alana berdiam diri sembari menunggu kekasih nya di seberang sana. Sepertinya ada seseorang di belakang nya, karena lengah orang itu membekap mulutnya, ingin rasanya berteriak meminta tolong tapi dirinya tak berdaya.
Ahdan melihat kekasihnya dalam bahaya, dia berlari mengejar mobil yang membawa Alana pergi jauh.
"Ala," lirihnya.

🐘🐘🐘

Suara langkah kaki menggema di ruangan pengap dan gelap, sepertinya orang itu tengah berjalan menuju seseorang. Senyum iblis tercetak di bibirnya, tangan mengepal dengan kuat.

Puk..Puk..Puk...

Orang itu penepuk pipi Alana dengan keras, dirinya bingung dimana dirinya berada.

"Hai," sapa orang itu.

Alana melebarkan bola matanya, tatapannya menajam menelisik siapa orang yang membawa nya kemari.

"Tiara, lo ngapain bawa gue kesini?"

"Hai Tessa, sudah lama tidak berjumpa!"

"Tessa siapa dia?" Alana bertanya pada dirinya.
Ruangan berukuran kecil, hanya ada dirinya dan Tiara di dalamannya. Begitu banyak debu di sekitar mereka. Tempat ini begitu jauh dari keramaian membuat siapapun leluasa melakukan apapun.

"Gue mau lo pergi dari dunia ini, gue pengen rebut apa yang lo punya!"

"Maksud lo?"

"Gue kembaran lo, lo punya segalanya sedangkan gue? Gue di urus sama tua bang*a !!" Tiara memekik kencang, tangannya menjambak rambut Alana dengan sangat keras.

"Hidup gue g seindah yang lo pikirkan!," sarkas Alana.

"Gue iri sama lo! Lo hidup enak sedangkan gue harus banting tulang cuma untuk sesuap nasi!" Tiara menjatuhkan badannya ke lantai.

Alana tak percaya dengan apa yang Tiara katakan, Tiara. Gadis itu di buta kan oleh harta, rasa iri serta ingin memiliki terhadap Alana membuatnya lupa akan ikatan persaudaraan, uang uang hanya uang yang dirinya pikirkan. Tiara tinggal bersama Julia di rumah sederhana, dirinya selalu di manjakan oleh kasih sayang Julia. Bukan kasih sayang yang dia inginkan melainkan harta. Demi memuaskan keinginannya, Tiara menjual ibu kandung-nya kepada om-om.

"Hidup gue g seindah yang lo pikirkan, lo akan ngerti jadi gue kalo lo juga ngerasain yang gue rasakan," lirih Alana.

"Maksud lo?"

"Gue di siksa di sana, gada kebahagiaan yang gue dapatkan. Semua itu bohong, gak ada keluarga harmonis, gue gak pernah tau siapa orang tua kandung gue. Kasih sayang itu bohong, gue selalu dapet siksaan! Perlakuan kasar, sehari aja gue pengen hidup tenang disana. Jadi orang yang tak di harapkan itu sakit, lo gak akan pernah merasakan nya karena lo dapet kasih sayang dari orangtua kandung," ujar Alana. Dadanya Sesak ketika melihat gambaran dirinya waktu dulu, begitu miris. Menangis, meraung tak pernah mereka indahkan untuk memaafkan.

Tangannya mengepal kuat, emosinya tak bisa di pendam lagi, bukannya iba. Tiara memandang Alana dengan tatapan tak percaya, itu hanya karangan nya tak mungkin seperti itu.

Plak

Satu tamparan tepat di pipi Alana, tidak ingin berbasa basi. Dirinya mengeluarkan pisau dari sakunya, sepertinya dirinya sudah di rasuki setan. Dengan teganya, dia ingin menusuk perut Alana, tepat di mana ada makhluk yang menanti untuk berjumpa dengan dunia.

"ALANA!!!" Teriak seseorang, untung saja pisau itu cepat ia rampas, walaupun telapak tangannya terluka, Tiara terperangah kaget. Mengapa ada orang yang mengetahui tempatnya, terlebih Ahdan yang mengetahuinya.

"Lo gila, hah?" Ahdan berucap murka, untung saja bukan hanya dirinya di tempat ini tetapi anak Lizaskarapun ikut serta mencari Alana.
"Ahdan, bawa Alana pergi dari tempat ini. Biar kita yang bereskan hama satu ini," titah Jordan.

Dengan darah yang bercucuran di tangannya, dia menopang Alana membawanya ketempat yang lebih aman. Rasa perih nya tak dia perduli kan, demi keselamatan gadisnya, dia rela berkorban nantinya.

"Kita pulang La,"

Ahdan membawa pulang Alana, sebelum pergi kembali menuju tempat dirinya di temukan, Alana mengobati tangan Ahdan yang terkena pisau itu. Untung saja lukanya tidak terlalu dalam dan juga stok obat di p3k begitu lengkap, dengan telaten dia mengoleskan salep di sekitar luka dengan hati-hati.

"Assstt sakit sayang," cicit Ahdan.

"Makannya jangan so jadi jagoan" sarkas Alana.

Perasaan tak enak berada di benak Alana, ada apa dengan perasaan ini. Mengapa dia memiliki feeling tak enak. Dia meminta Ahdan untuk tetap berada di sisinya, tapi dia menolak dengan alasan dia harus membereskan hal ini, jika sudah begini dirinya tak bisa menolak. Menjauhkan pikiran negatif, Alana mengambil diary lalu menuliskan segala hal yang menganjal dalam benak-nya. Satu pesan singkat membuat aktivitas nya berhenti, dirinya tak tau jika perasaan itu telah terjadi.

"Lan, Ahdan kecelakaan."

ALANA AIBILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang