"Medis! Medis!" teriak Pak Firza saat mengetahui cedera Enzy lumayan serius.
"Jangan nangis! Tahan!" ucap Pak Firza menyemangati Enzy yang terkapar di pinggir lapangan.
Matanya terpejam menahan rasa sakit di pergelangan kakinya. Air matanya mulai mengalir kala tahu ia sangat menyedihkan saat ini. Pertandingan masih berjalan di set ketiga di mana hasil sementara seri. Namun Enzy terpaksa digantikan pemain lain karena cedera.
Enzy masih meringis di antara riuh penonton yang memenuhi gedung olahraga. Pertandingan ini adalah penentuan sekolah yang akan melaju ke babak final nanti. Seharusnya Enzy lebih hati-hati agar sekolahnya meraih kemenangan.
"Good job Zy, jangan nangis," ucap Pak Firza mengusap kepala Enzy yang terbaring di pinggir lapangan yang engkelnya sedang disemprot pereda nyeri oleh tim medis pertandingan.
Engkelnya cedera saat melakukan pendaratan setelah netting. Fokus Enzy sudah buyar sejak awal pertandingan dimulai. Ia melakukan banyak kesalahan. Tubuh dan otaknya tak bisa bekerja sama.
Banyak suporter yang dibawa Ayen hadir di pertandingan ini. Mereka datang untuk menyemangati tim voli putri sekolah. Semangatnya memudar, meski sahabatnya Hanni dan Danielle, juga Daniel kakaknya datang untuk menyemangati Enzy.
3 hari sudah ia perang dingin dengan Jazzel. Mereka sungguh putus komunikasi. Biar begitu, Enzy masih mengharapkan kehadiran Jazzel hari ini, namun nihil. Bahkan sesaat sebelum pertandingan dimulai, Enzy ke ruang ganti untuk memakai baselayer selutut demi menuruti ucapan Jazzel.
Tak lama setelah Enzy ditarik keluar lapangan, Ayen, Hanni dan Danielle turun ke pinggir lapangan menghampirinya.
"Yen, tolong ya, bawa Enzy ke IGD, Bapak percaya sama kamu, ada yang bawa mobil?" cerocos Pak Firza panik karena fokusnya jadi terbagi antara Enzy dan pertandingan yang sedang berlangsung.
Belum sempat Ayen menjawab, Daniel sudah merangsek mengecek kondisi adiknya. Ia ikut turun ke pinggir lapangan karena mengkhawatirkan adiknya.
"Lo gak apa-apa?" tanya Daniel dengan raut cemas mengusap wajah Enzy yang masih terlihat kesakitan.
"Sakit banget sumpah, gue mau pengsaan!" jerit Enzy mencengkram lengan kakaknya.
"Kamu kakaknya?" tanya Pak Firza.
"Iya Pak," sahut Daniel cepat.
"Saya masih harus lanjut pertandingan, di sini gak ada wakil lain, sebaiknya Enzy langsung dibawa ke rumah sakit karena gedung ini gak ada klinik, nanti sekolah yang akan tanggung biaya rumah sakitnya," jelas Pak Firza.