Koridor SMA Bintara tengah ramai dengan siswa dan siswi yang berlalu-lalang untuk menghabiskan sisa waktu istirahat mereka. SMA Bintara merupakan sekolah favorit yang terletak di pusat ibukota. Banyak siswa berprestasi di bidang akademik maupun olahraga yang dibentuk di sekolah itu.
Siang ini sangat cerah hingga sekelompok siswa kelas XII dari kelas yang berbeda-beda memanfaatkannya untuk bermain basket di pelataran sekolah dialihfungsikan sebagai lapangan basket.
"Ck!" Hanni lagi-lagi berdecak setiap melihat sahabatnya--Enzy yang selalu kumat ketika melihat orang yang disukainya.
"Sampe kapan lo mau jadi cewek gila yang selalu senyum-senyum sendiri kalo liat dia, padahal dia bahkan gak pernah tau lo ada." celoteh Danielle.
Enzy tak menanggapi ucapan Danielle, ia terus saja menutupi senyum di bibirnya menggunakan satu tangannya. Matanya masih memandangi seseorang di antara siswa yang sedang bermain basket.
Setiap usai dari kantin, Enzy selalu berpesan pada kedua sahabatnya, jika ada 'dia', maka tempo jalan mereka harus 2 kali lebih lambat dari biasanya.
Hanni berhenti seraya memperhatikan para siswa yang sedang bermain basket itu. Enzy dan Danielle pun ikut berhenti. Bola matanya bergulir memindai satu per satu siswa itu.
"Lo berdua ke kelas aja duluan!" suruh Hanni.
"Mau ngapain?" tanya Danielle.
"Mau bersosialisasi dulu." jawab Hanni berlari ke lapangan.
Hanni berlari kecil menghampiri para siswa pemain basket yang sudah mulai kelelahan. Ia mendekati salah satu kenalannya. Sebagai mantan anggota osis, Hanni dikenal sebagai siswi yang supel dan gampang membaur walau dengan lawan jenis sekali pun.
"Ruto!" panggil Hanni.
Siswa keturunan Jepang yang bernama Haruto merasa terpanggil, lalu menoleh ke sumber suara. Hanni yang baru datang langsung membisiki Haruto. Tak ayal menjadi tontonan siswa yang lainnya yang sebagian besar sedang terduduk di bawah.
"Oke, nanti gue kirim!" ujar Haruto.
"Thanks ya!" sahut Hanni melambaikan tangan meninggalkan lapangan yang dipenuhi murid laki-laki itu.
Langkah kecilnya melambat ketika melihat Shaka, pacarnya yang juga teman sekelasnya sedang menatapnya sinis dari kejauhan. Bahu kirinya bersandar di kusen pintu kelas dengan kedua tangan di saku celana.
"Ngapain kamu bisik-bisik?" selidik Shaka ketika Hanni tiba di depan kelas.
Hanni hanya menghela napasnya. Ia tahu ia salah, namun ia adalah cewek yang menganut pedoman wanita selalu benar. Jadi ia tak ingin terusik dengan rentetan tanya penuh penghakiman dari Shaka, pacarnya.
"Aku nanya, dijawab dong!" protes Shaka pelan sambil mengikuti Hanni yang menuju bangkunya.
"Iiih," desis Hanni saat Shaka mencekal pergelangan tangannya.