PART 10

2.2K 326 24
                                    

~~~***~~~

"Aku izin menyerah, ya"

Jantung Shani berhenti sejenak, mendengar ucapan yang keluar dari mulut Oniel. Kata-kata yang tak pernah ingin ia dengar, akhirnya terucap dari suaminya.

Shani diam, tak bisa mengatakan apapun. Ingin melarang tapi bukankah ia akan menjadi egois jika melarang seseorang yang sudah banyak berjuang untuk dirinya dan anak-anaknya. Tapi, jika Shani mengizinkan, bagaimana dengan dirinya, apakah dia akan baik-baik saja setelah berpisah dari lelaki yang sangat ia cintai.

"Niel, egois kah aku kalau aku gak bisa izinin kamu untuk menyerah?"

Oniel menutup matanya pelan, ia menghela nafasnya pelan, tak menjawab pertanyaan dari istrinya. Dia tau dirinya tidak boleh menyerah, tapi dia juga hanya manusia biasa yang bisa merasakan lelah, apalagi ketika semua usahanya tidak membuahkan hasil, sesuai dengan ekspektasinya.

"Niel, kasih aku kesempatan, sekali lagi, untuk jadi rumah dan tempat kamu bersandar disaat kamu lelah. Kasih aku kesempatan, untuk bisa menjalankan tugasku sebagai istri dengan baik" ucapan Shani, membuat Oniel membuka matanya, menatap kedua mata istrinya.

"Aku minta maaf kalau selama ini, aku cuman diam, gak membantu kamu. Aku gak pernah tau kalau ternyata kamu selelah ini, aku gak tau kalau kamu sehancur ini. Maafin aku, sayang. Maaf" Shani mengusap pelan pipi Oniel, walaupun pipinya sendiri masih terus basah karena air matanya.

"Jadi, kali ini, ayo kita berjuang bersama, Niel. Izinin aku untuk jadi tempat kamu untuk istirahat, bercerita, berkeluh kesah, dan bahkan jadi tempat sampah kamu. Aku janji, aku akan selalu ada buat kamu, Niel." Ucap Shani, ia mengakhiri ucapannya dengan senyum terbaik yang bisa ia berikan.

Oniel berdiri dari duduknya, perlahan ia menghapus air mata yang mengalir di kedua pipi istrinya, "Maaf, tapi aku gak bisa, Shan." Senyum Shani luntur, perlahan sentuhan tangan Oniel pada wajahnya menghilang.

"Niel, enggak Niel, please Oniel" Shani terus memanggil Oniel, yang kini mulai berjalan keluar dari ruangan, meninggalkannya menangis sendiri.

Shani membuka kedua matanya, menyadari bahwa yang terjadi barusan hanyalah sebuah mimpi, mimpi yang sangat buruk. Ia menoleh ke kanan dan mendapati Christy sedang tertidur di sampingnya, ternyata ia ketiduran setelah selesai memandikan si bungsu.

Helaan nafas keluar dari mulut Shani, ia mengusap wajahnya kasar, lalu berjalan keluar dari kamar anaknya.

"Loh, Shani udah bangun?" tanya Siska, ibu mertuanya yang kini sedang berada di dapur, memasak makan malam.

Shani mengangguk, ia berjalan mendekati Siska, "Ibu, kenapa gak bangunin aku?"

"Kamu tidurnya kelihatan nyenyak banget, jadi ibu gak tega bangunin kamu. Oh iya, tadi Oniel telpon ibu, katanya kita ndak usah kesana lagi, karena ini dia sama Muthe lagi dalam perjalanan pulang. Dokter udah ngebolehin Muthe pulang katanya"

Mata Shani terbuka lebar, terkejut mendengar kabar baik itu, "Serius bu? Kok Oniel gak kabarin aku?" tanya Shani, lalu mencari keberadaan handpone miliknya.

"Tadi Oniel bilang, katanya dia udah nelpon kamu tapi gak diangkat"

"Iya bu, handphone aku mati ternyata"

Suara pintu terbuka, membuat Shani segera menoleh, dan mendapati bahwa ternyata Oniel sudah kembali dengan Muthe yang tertidur di gendongannya.

Dengan cepat Shani berjalan ke arah Oniel, ia membantu suaminya mengangkat tas yang berisi kebutuhan Muthe selama di rumah sakit.

"Christy dimana sayang? Lagi tidur ya?" tanya Oniel, yang tidak melihat keberadaan anak bungsunya itu.

Shani mengangguk, "Iya, tadi habis mandi, terus tidur."

LitheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang