bab 14🥀

1.6K 46 0
                                    

Bara berjalan kearah Sea yang sedang menonton tv, terlihat bahwa Bara baru saja pulang dari sekolah Sea. pria itu sudah lengkap dengan pakaian dinasnya.

sejak kejadian kemarin, Bara melarang Sea untuk berangkat ke sekolah dikarenakan kondisi tubuh Sea yang tidak memungkinkan untuk sekolah.

Dengan langkah lebar Bara dengan gagahnya menghampiri Sea yang sedang terbaring di depan ruang TV. "Kenapa nilai Kimia kamu turun?" tanya Bara dengan wajah datarnya.

"Sea gak tau jawabannya," ucap Sea dengan tidak peduli.

"kenapa gak belajar? kamu tau gak sih? dengan nilai kamu yang turun ini, orang tua kamu bakal nyalahin saya, Sea," ucap Bara kesal. pria itu melempar kertas jawaban yang bertuliskan nama Nasea Adriana.

"Sea capek, pak. Sea udah gak ada waktu lagi buat belajar, Sea harus ngurusin rumah dan ngurusin bapak. gak mudah bagi Sea ngelakuin itu semua dalam keadaan yang lagi hamil," lirih Sea. entah kenapa sejak hamil ini Sea lebih sensitif, bahkan hal yang biasanya tidak seharusnya ia pikirkan, sekarang menjadi beban pikiran untuknya.

"kamu pikir cuma kamu yang capek? saya juga, Sea. Kamu gak bakal tau gimana rasanya mempunyai dua istri. kamu gak tau gimana rasanya punya istri yang masih labil seperti kamu," keluh Bara menggebu-gebu.

Sea hanya tersenyum kecut, gadis itu melangkah pergi meninggalkan Bara yang berusaha mati-matian untuk menahan emosinya. percuma saja melawan Bara, pria itu adalah orang yang keras kepala dan tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun dari Sea.

"Saya belum selesai ngomong, Sea!" kesal Bara saat melihat kepergian Sea.

sebaliknya Sea tidak mempedulikan teriakan Bara yang memanggil dirinya. ia sudah terlanjur kecewa dengan ucapan Bara. walaupun sebenarnya apa yang Bara ucapkan sebenarnya adalah kebenaran, tetapi hatinya tetap sakit.

"Argh! Shit!" Kesal Bara meninju dinding yang berada di dekat tempat Sea berdiri sebelumnya.

Bara menghempaskan tubuhnya di sofa, ia begitu lelah dan stres hari ini. melihat nilai Sea yang begitu rendah, ditambah dengan tuntutan dari kedua orang tua Sea yang meminta agar Bara menjamin nilai Sea agar tetap tinggi.

Pria itu meraih ponsel yang berada di dekatnya, tentu saja itu bukanlah ponsel miliknya. ya, ponsel itu milik Sea yang tertinggal di sofa saat gadis itu menonton TV.

untuk saat ini, Bara masih belum berani untuk memeriksa ponsel milik Sea. walau bagaimanapun Bara akan tetap memberikan privasi kepada Sea agar gadis itu tetap merasa nyaman tinggal di rumah ini.

Bara

Aku lagi gak baik-baik aja
Sama Sea. dia keras kepala
dia terlalu labil untuk aku
Yang emosian ini

Tania

Sea memang seperti itu, mas.
harus banyak sabar.
mungkin juga hormon saat
hamil.
Aku harap kamu bisa memahami

Bara menghembuskan nafasnya panjang, setelah mendapatkan pesan seperti itu dari Tania. Bara langsung saja meraih ponsel Sea dan beranjak pergi meninggalkan ruang tv.

Bara berniat untuk menyusul Sea yang mungkin saat ini sedang menangis dikamarnya. menghadapi seorang gadis seperti Sea memang harus banyak bersabar.

Bara membuka pintu kamar Sea secara perlahan. Bara bisa melihat bagaimana kondisi Sea saat ini, seharusnya Bara tidak terburu-buru menyampaikan kekesalannya karena nilai Sea yang buruk.

Bara berjalan mendekati gadis itu yang tubuhnya di tutupi oleh selimut "Sea... Maaf, saya gak bermaksud," ucap Bara dengan suara yang pelan.

"saya terlalu emosi," Bara menghembuskan nafas panjang, pria itu memijat pelipisnya.

fokus Bara teralihkan melihat cairan merah di sprei putih yang di tempati oleh Sea. dengan panik Bara menarik selimut yang menutupi tubuh Sea dengan kasar.

Sea terperanjat melihat kelakuan suaminya itu, Sea terduduk saat melihat wajah khawatir Bara.

saat melihat wajah biasa saja milik Sea, Bara kembali meneliti setiap bagian tubuh Sea. tatapan nya terhenti pada lengan Sea.

pria itu kembali menampilkan wajah emosinya "kamu mau bunuh diri?!" Kesal Bara meraih lengan Sea yang mengeluarkan darah segar.

"Sea! kamu bisa gak sih jangan egois? kalau kamu mati, keluarga kamu bakal nyalahin saya! kamu pernah mikir gak sih?" kesal Bara menghempaskan selimut yang ia pegang.

Sea kembali terisak, seandainya Bara tau jika Sea sangat tertekan berada di posisi seperti ini. Sea lelah, tidak ada seorangpun yang bisa memahaminya.

Bara kembali mengontrol emosinya, Bara mendekati Sea yang terisak sembari tangannya meremas sprai di dekatnya.

tanpa basa-basi Bara langsung mendekap Sea kepelukannya. Bara mengusap surai panjang itu secara perlahan "kamu kenapa? kamu udah gak sanggup lagi? maafkan saya, Sea. saya gagal. saya hanya tidak ingin mencintai kamu. sampai kapan pun kamu adalah siswa yang sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri," Bara mengecup pucuk kepala Sea.

"Sea capek, Sea boleh pulang aja gak sih? kenapa tuhan memberikan cobaan yang begitu besar untuk Sea? Sea juga pengen bahagia," cicit Sea. Bara tidak menjawab ucapan gadis itu.

"Andai malam itu Sea memilih untuk pulang lebih awal, mungkin semuanya gak akan terjadi. Mungkin," Sea mengusap perutnya yang sudah mulai memperlihatkan benjolan "dia gak bakal ada," Sea melepaskan dirinya dari pelukan Bara.

"Sea tau kok posisi bapak saat ini, bapak takut cinta bapak ke Bunda Tania berpindah ke Sea kan? bapak tenang aja. setelah dia lahir, kita akhiri semuanya," ucap Sea sembari tersenyum kecut.

entah apa yang akan gadis itu lakukan setelah itu, menjadi janda muda di usianya yang masih sangat belia. mungkin setelah itu Sea akan pergi dari kota ini dan menata kehidupannya dari awal.

Jujur, hatinya sangat sakit saat ini. mendengar penuturan Bara yang tidak menginginkannya.

my teacher is my husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang