48. Komunikasi Memperkeruh Situasi

1.6K 202 41
                                    

Eriana mengerutkan dahi. Bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba meluncur dari bibir Satria.

"Infus?" tanya Eriana tak mengerti. "Apa hubungannya dengan infus?"

Mempertanyakan hal tersebut di benaknya, tiba-tiba saja imajinasi Eriana membayang. Matanya melotot dan wajahnya tampak horor.

"Kamu nggak kepikiran buat nyuruh aku tetap diinfus selama delapan jam kan, Sat?" tanya Eriana cemas. Jelas ia tak ingin tetap dipasang infus ketika harus bekerja. "Y-ya emang kandungan infus itu lengkap, tapi masa aku harus pake infus? Aku nggak bakal bisa gerak bebas, Sat."

Satria memejamkan mata dan menggeleng. Di sela-sela itu, ia tetap berusaha untuk bernapas. Demi keberlangsungan hidupnya.

"Eri," lirih Satria kemudian. "Bagaimana kalau kita tidur sekarang? Besok-besok kita konsul sama dokter dan kita tanya. Apa delapan jam itu aman buat kamu dan kehamilan kamu atau sebaliknya?"

Mengerjap beberapa kali, Eriana tampak bingung. Namun, yang pasti ia belum akan tidur sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia tidak akan bisa tidur dengan perasaan gundah seperti itu.

"Sat."

Eriana menahan tangan Satria. Mencegah cowok itu untuk beringsut dan berbaring lagi di atas bantal.

"Please, Sat," lirih Eriana penuh iba. "O-oke deh. Kalaupun aku harus tetap diinfus selama delapan jam itu, nggak apa-apa. Ehm ... itung-itung biar aku makin kuat kan?"

Satria melongo. Eriana menggerling.

"Kalau aku kuat ... itu artinya kamu nggak akan khawatir kan? Jadi kita bisa keluar bareng-bareng. Lebih dari delapan jam juga nggak apa-apa."

Satria terbatuk. Sepertinya jakunnya copot dan mendadak terangkut di tenggorokan.

"Ya Tuhan, Ri. Kamu ini benar-benar ya? Wah!"

Tampak kesulitan bernapas, Satria pikir ia akan melepas piyama dalam waktu dekat. Mengapa mendadak suhu kamar terasa meningkat?

"Kamu itu lagi hamil, oke?"

Eriana yang mendapati sikap aneh Satria tetap mengangguk walau ekspresinya menyiratkan kebingungan yang semakin menjadi-jadi.

"Stamina kamu nggak kayak biasanya dan kamu bilang apa?" tanya Satria tanpa menunggu jawaba Eriana. "Delapan jam? Kamu mau delapan jam?"

Eriana kembali mengangguk. "I-itu normalnya kita selama ini kan? Ya ... walau kadang bisa sampe lembur juga."

"Oh, Tuhan."

Mata terpejam. Suara mendesis. Satria menepuk dahinya sendiri.

"Sat," panggil Eriana cepat. "Aku nggak apa-apa kalau harus tetap pake infus. Selama delapan jam dan pake infus, ehm ... anggap aja sebagai variasi."

Mata Satria membuka. Tercengang melihat Eriana yang mengulum senyum seraya mengedipkan sebelah mata.

"Keren kan? Sambil bawa tiang infus gitu."

Tidak ingin membayangkan, tapi nyatanya imajinasi Satria mulai bergerilya. Eriana menggunakan infus dan memastikan tiangnya untuk tidak bergeser setiap kali ia bergerak.

"Kamu bayangkan aja, Sat."

Bahkan sebelum Eriana menyuruh, Satria pun sudah membayangkannya. Ia sontak meneguk ludah.

"Kalau aku gerak dikit, pasti tiang infusnya berisik. Jadi agak rame gitu nggak sih? Vibes-nya kerasa beda kan? Mungkin bakal buat aku tambah semangat."

Eriana terkikik sementara Satria tidak bisa bicara apa-apa.

"Jadi kan ketahuan tuh," lanjut Eriana. "Kapan masuk. Kapan keluar. Sama-sama kelihatan jelas. Pasti sensasinya berasa banget."

[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang