40. Tuh Kan!

1.8K 234 41
                                    

"Sat."

Suara lirih itu terdengar dengan amat nyata di telinga Satria. Yang diikuti oleh terangkatnya tangan Eriana. Seolah berharap Satria akan meraihnya. Tepat sebelum tubuh Eriana ambruk dan mendarat di atas lantai.

Teguh dan Galih kaget. Mereka berdua seketika berdiri dari duduknya. Tapi, belum terlalu kaget hingga seruan panik Satria menggelegar di udara.

"Eri!"

Satria langsung menghambur dan meraih tubuh Eriana. Ia menepuk pelan pipi Eriana dan menyebut namanya berulang kali.

"Eri? Eri? Kamu kenapa?"

Namun, Eriana bergeming. Jangankan untuk menjawab, bahkan untuk membuka matanya pun tidak.

Satria tidak bisa tenang lagi. Ia beralih pada Teguh yang berdiri mematung.

"Teguh, suruh Pak Yanto tunggu saya di bawah," perintah Satria. "Sekarang!"

Teguh mengerjap. Situasi itu membuat tangannya gemetar ketika berusaha meraih ponsel.

"I-iya, Pak."

Tuntas memberikan perintah pada Teguh, Satria langsung menggendong tubuh Eriana. Tanpa basa-basi, ia berjalan.

"Galih, ikut saya."

Galih mengangguk. "Baik, Pak."

Setidaknya pada saat genting seperti itu, Satria masih sempat untuk berpikir waras. Ia butuh seseorang untuk membantunya. Paling tidak untuk menekan tombol lift.

Ketika pada akhirnya lift berhenti dan pintu membuka, Satria langsung berlari keluar. Dan untuk itu, Galih pun terpaksa ikut berlari juga. Mengikuti Satria yang menuju pada mobilnya.

Yanto sudah bersiap. Ia segera membuka pintu mobil dan menyilakan Satria masuk.

"Kita langsung ke rumah sakit, Pak."

Yanto mengangguk. "Baik, Pak."

Setelah menutup pintu mobil, Yanto menyempatkan beberapa detiknya untuk memberikan anggukan singkat pada Galih.

Galih membalasnya. Dan untuk beberapa saat ia masih berdiri di tempatnya. Tidak beranjak hingga mobil yang membawa Satria dan Eriana menghilang dari pandangannya.

*

Perjalanan menuju ke rumah sakit tidak pernah terasa selama ini sebelumnya. Dengan Eriana di pangkuannya, Satria merasa waktu berlalu dengan amat lambat.

"Pak Yanto," panggil Satria seraya menahan geram. "Apa nggak bisa lebih cepat lagi?"

Yanto buru-buru mengangguk. "B-baik, Tuan."

Namun, masalahnya kala itu jalanan sedang dalam aktivitas sibuk. Mempercepat laju mobil tentu bukan hal yang bisa ia lakukan saat ini. Hanya saja Yanto tidak berani untuk membantah. Lantaran tidak sulit bagi Yanto untuk bisa meraba. Sepanik apa Satria sekarang. Ia bisa saja akan menjadi bulan-bulanan bila sampai salah bicara.

"Ya Tuhan, Ri."

Satria mengelap peluh yang muncul di dahi Eriana. Dan kepanikannya semakin menjadi-jadi tatkala ia dapati betapa pucat wajah sang istri kala itu.

Harusnya aku memang nyuruh kamu pulang. Harusnya aku nggak nyuruh kamu ikutan lembur.

Satria benar-benar menyalahkan dirinya sendiri. Melihat Eriana tidak sadarkan diri seperti itu jelas membuat ia ketakutan. Bagaimana bisa seorang cewek yang biasanya selalu penuh semangat mendadak pingsan?

"Pak Masdar."

Satria teringat akan kepala pelayannya itu. Tapi, ketika ia ingin menghubunginya, ia baru teringat. Ponselnya tertinggal.

[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang