Keadaan kala itu benar-benar kacau balau. Setidaknya kekacauan itu terjadi pada Satria, Eriana, dan yang paling parah ada Jefri. Kondisi cowok itu benar-benar memprihatinkan. Dengan kemeja yang berantakan, wajah lebam, dan darah membeku di sudut bibir, ia tampak geram menahan amarah.
Jefri menunjuk pada Satria yang berdiri seraya berkacak pinggang.
"Aku nggak akan tinggal diam. Aku bakal melaporkan ini ke polisi."
Kala itu jas hitam yang Satria kenakan sudah lepas. Dasi di lehernya sudah mengendur. Dan kedua lengan kemejanya sudah naik hingga ke siku. Ia memutar kepala. Melihat pada Jefri dengan tajam.
"Sebelum kamu melaporkan ini ke polisi, aku duluan yang melaporkan kamu," balas Satria. "Untuk tindakan tidak menyenangkan, mengganggu ketenangan, mengganggu ketertiban umum, penghasutan, dan yang paling penting adalah ..." Mata Satria melotot dengan jari yang menunjuk pada Jefri. "... pelecehan seksual."
Semua orang yang ada di sana melongo. Termasuk di dalamnya adalah Jefri. Yang beberapa detik kemudian mendengkus dengan mimik mencemooh.
"Pelecehan seksual?"
Satria yang berkacak pinggang tampak mengeraskan rahang. Dengan tatapan tajam tanpa kedip yang terarah langsung pada Jefri, ia lantas menunjuk pada satu titik. Di atas. Tepatnya di sudut ruangan.
"Bahkan tanpa saksi mata di lobi, CCTV pun pasti merekam adegan kamu memeluk Eri padahal dia nggak mau dipeluk. Dia sudah minta kamu buat lepasin dia. Dan kamu bilang itu bukan pelecehan seksual?"
Kali ini Satria terkekeh dengan irama pembunuh berdarah dingin yang akan mencabik-cabik mangsanya dengan silet tumpul.
"Bahkan kalau kamu main mata ke Eri dan dia merasa nggak suka, itu saja bisa dilaporkan!"
Jefri sebisa mungkin tidak memejamkan mata seperti mereka yang berada di sana. Karena ketika Satria berteriak, orang-orang yang ada di sana sontak saja kaget tidak karuan.
"Kalau aku perhatikan dari tadi kamu ini benar-benar ikut campur urusan aku dan Eri."
"Oh, tentu," tukas Satria. "Urusan Eri itu artinya urusan aku juga."
Mungkin perdebatan itu akan terus berlangsung andaikan pihak apartemen tidak segera menengahi mereka. Berharap permasalahan tersebut bisa berakhir dengan kata damai di antara keduanya. Tapi, tentunya itu bukan hal yang mudah. Baik Jefri ataupun Satria tampaknya sama-sama tidak ada yang ingin mengalah.
"Bapak-Bapak, lebih baik tenang. Ini sudah malam. Rasanya kurang baik kalau ribut seperti ini."
Pihak apartemen yang mencoba untuk mendamaikan mendapatkan tatapan tak suka Satria. Cowok itu mendengkus.
"Aku juga nggak mau ribut, tapi dia yang memancing keributan!" tunjuk Satria pada Jefri. "Jadi jangan harap kamu bisa kabur begitu saja. Semua masalah ini akan saya bawa ke pihak yang berwajib."
Jefri yang sedari tadi duduk, akhirnya memilih berdiri. Tak gentar menyambut tantangan Satria.
"Oh, silakan. Kita lihat saja nanti siapa yang akan diputuskan bersalah oleh pengadilan."
Satria kembali tertawa. Ia menoleh pada Eriana yang sedari tadi memilih diam saja. Jelas sekali cewek itu merasa kicep melihat kemarahan Satria yang sudah meledak dari tadi.
"Ya Tuhan, Ri. Kamu sepintar itu. Dapat beasiswa sampe lanjut S2, tapi kenapa pernah pacaran sama model begini?"
Eriana meringis. "Nggak ada mata kuliah cara mencari pacar sih."
Wajah Jefri memerah. Refleks kakinya bergerak. Tapi, sebelum langkahnya berjalan menuju Eriana berhasil, Satria menahan dadanya.
"Masih mau nyoba dekatin Eri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: [Masih] Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: On Going (Sekuel dari 'Sekantor Tapi Menikah') Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ******************...