"Astaga, Lih. Badan aku panas dingin."
Teguh meraba sekujur tubuh. Bergidik dan gemetaran seperti akan memasuki ruang sidang terbuka demi mempertahankan disertasi di depan khalayak ramai.
"Bahkan pas aku kena demam berdarah dulu itu," ujar Teguh horor. "Aku nggak sampe kayak gini."
Galih geleng-geleng kepala. "Mungkin kali ini kamu bukan cuma kena demam berdarah, tapi juga tipes."
"Ih! Kamu ini kalau ngomong kadang nggak ada perasaan," gerutu Teguh seraya mencibir. "Kena demam berdarah saja aku udah nyaris mati, apalagi kalau ditambah bonus tipes?"
Teguh tidak ingin membayangkannya. Alih-alih ia mendeham. Fokusnya kembali lagi pada hal yang lebih penting ketimbang demam berdarah dan tipes. Apalagi kalau bukan soal bos dan sekretaris pertamanya?
"Jadi Pak Satria beneran masuk hari ini kan?"
Menarik napas sejenak, Galih mengangguk. Ia melihat jam tangan dan mendapati bahwa kala itu masih pukul tujuh pagi.
"Sepertinya sebentar lagi beliau sampai," jawab Galih. "Kita harus siap-siap."
Teguh meneguk ludah. "Sebenarnya aku bingung, Lih."
"Bingung kenapa?"
"Ehm kita harus bersikap gimana ya?" tanya Teguh dengan mimik bingung. "Kita harus bersikap biasa-biasa saja? Pura-pura tutup mata, tutup telinga, dan tutup mulut?"
Tidak menjawab, Galih justru balik bertanya. "Menurut kamu? Apa kamu mau nanya sama Pak Satria mengenai keadaan Bu Eri?"
"Ah, benar juga ya."
Hening sejenak. Baik Teguh maupun Galih sama-sama diam seraya menunggu kedatangan Satria. Bertempat di pelataran kantor dan mereka kompak memandang portal keamanan gedung. Menantikan mobil yang biasa membawa Satria masuk.
Itu adalah pengalaman pertama untuk Teguh dan Galih. Selama ini mereka tidak melakukan hal tersebut lantaran ada Eriana. Sang sekretaris pertama itu mengatakan bahwa selama masih ada dirinya maka ia yang akan menjemput dan mengantar kepergian Satria. Walau pada kenyataannya tidak demikian.
Bola mata Teguh dan Galih membesar. Mereka melihat mobil Satria masuk. Keduanya pun kompak memperbaiki postur tubuh.
Berdiri tegap. Berpakaian rapi. Teguh dan Galih sama-sama siap menyambut kedatangan Satria. Galih akan membuka pintu mobil sementara Teguh akan membawa tas kerja Satria. Mereka sudah melakukan kesepakatan sekitar lima belas menit yang lalu.
Mobil melaju. Semakin dekat. Kian mendekat. Teguh dan Galih makin bersiap. Lalu ....
Mobil terus melaju. Tidak berhenti di pelataran kantor. Alih-alih terus menuju ke jalur parkiran gedung.
"Loh?"
Teguh dan Galih melongo. Keduanya berpaling dan saling menatap satu sama lain.
"Pak Satria nggak berhenti di sini?" tanya Teguh samar. "Pak Satria turun di parkiran?"
Galuh menggedikkan bahu sekilas. "Sepertinya."
Tak membuang waktu, Teguh dan Galih pun meninggalkan pelataran. Masuk dan berencana untuk menemui Satria di pintu masuk dari parkiran khusus.
Derap langkah terdengar. Membuat Teguh menahan napas sementara Galih mengerutkan dahi. Samar, tapi ia mendengar ketukan yang lain.
Teguh maju. Bersiap untuk menarik daun pintu, tapi nyatanya pintu telah terbuka lebih dahulu.
Refleks, Teguh mundur. Sedikit kaget, tapi sejurus kemudian ia justru melongo saat mendapati Satria yang membuka pintu itu. Dan lebih kaget lagi ketika ia berkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomansaJudul: [Masih] Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: On Going (Sekuel dari 'Sekantor Tapi Menikah') Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ******************...