"Sumpah, Lih. Aku nggak ngira kalau kamu ternyata hobi ghibah juga."
Teguh bermaksud jujur. Tapi, tentu saja di mata Galih, itu adalah ledekan. Cowok yang dianugerahi rahang tegas itu melirik tajam pada rekan kerjanya.
"Aku nggak hobi ghibah. Tapi, semenjak kerja di sini dan kebetulan temanan sama kamu," tanda Galih. "Mendadak aja aku suka ghibah."
Teguh menahan diri agar tawanya tidak menyembur. Cowok yang terlahir dengan kulit putih bersih itu tampak geli. Menatap pada rekan kerjanya itu, Teguh makin yakin bahwa Galih dan hobi mengghibah adalah dua hal yang seharusnya tidak bertemu.
Tidak bermaksud berlebihan. Tapi, forum wajah dan postur tubuh bak orang-orang Eropa yang dimilikinya membuat Galih seperti seorang cowok yang lebih memilih untuk latihan otot di pusat kebugaran ketimbang berkumpul dan berghibah.
Hal yang sebaliknya bila melihat Teguh. Cowok itu memiliki kesan tampan yang feminin. Tipe cowok yang mudah membaur dan bergaul dengan para cewek. Tentunya, tipe seperti ini biasanya memang akrab dengan ghibah dan dunia pergosipan. Biasanya loh. Lantaran cewek mana yang akan menolak ketika cowok seperti Teguh bertanya soal gosip terbaru?
Maka terlepas dari fakta bahwa mereka berdua berbeda secara harfiah, nyatanya Teguh dan Galih lebih cepat akrab dibandingkan perkiraan Eriana. Ketika cewek itu menilai Teguh yang tampak cerewet pasti akan merepotkan Galih yang terkesan lebih tenang.
Mirisnya, penyatu dua cowok itu adalah gosip. Dan itulah yang terjadi di siang itu. Ketika mereka sudah makan siang dan sisa waktu mereka manfaatkan untuk bersantai di pantry.
"Gara-gara di kafetaria kan?" tebak Teguh.
Galih mengangguk. "Kamu bayangkan saja, Guh. Baru kerja dan langsung dengar gosip aneh-aneh. Apalagi aku memang udah tau. Sekretaris sebelum Bu Eri nggak ada yang tahan lama."
"Tapi, Bu Eri kan udah ngomong. Pak Satria masih suka cewek. Lagian kalau memang Pak Satria suka cowok ..."
Mata Teguh menyipit melihat pada Galih. Sontak saja membuat asisten pribadi Satria itu mendelik. Teguh terkekeh.
"... kayaknya kamu yang masuk kriteria dia."
Galih yang bergidik langsung memilih untuk berdiri. Ia memutuskan untuk kembali ke meja kerjanya saja ketimbang meladeni perkataan Teguh.
"Lih!" seru Teguh geli. "Malah kabur."
Teguh menyusul Galih. Ketika ia masih merasa geli sementara Galih tak henti-hentinya mengusap tengkuk, Eriana datang.
"Saya nyari kalian, eh ... ternyata kalian ada di pantry."
Teguh dan Galih langsung memasang sikap sopan. Keduanya berdiri berjajar dengan rapi layaknya anak SD yang sedang menunggu penilaian guru.
"Ada apa, Bu?"
Yang bertanya adalah Galih. Dan untuk pertanyaan itu, Eriana menyodorkan mereka masing-masing satu undangan. Keduanya menerima undangan tersebut dengan dahi yang sedikit mengerut.
"Sabtu malam besok ada acara. Perayaan ulang tahun Doflaz. Mereka bisa dibilang mitra tetap kita. Jadi kalian harus ikut. Nggak boleh nggak."
Bola mata Teguh membesar, merasa senang dan juga tak percaya. Begitu pula dengan Galih walau ekspresi senangnya berbeda.
"K-kami juga diajak, Bu?" tanya Teguh masih tak percaya.
Eriana mengangguk. "Anggap aja ini latihan buat kalian," ujarnya seraya tersenyum. "Latihan buat ketemu rekan bisnis Pak Satria. Sekaligus menghapal semua nama mereka."
Teguh dan Galih tampak semringah. Terlebih lagi ketika ia melihat nama hotel tempat acara itu berlangsung. Hotel bintang lima dengan skala internasional yang tentu saja tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomansaJudul: [Masih] Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: On Going (Sekuel dari 'Sekantor Tapi Menikah') Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ******************...