30. Ghibah Pemersatu Bangsa

1.4K 201 17
                                    

"Tadi kamu ngomongin apa aja sama Om Hadi? Kayaknya seru banget."

Suara Satria menarik perhatian Eriana. Ponsel yang sempat menjadi fokus matanya sontak terabaikan. Ketika Satria naik ke tempat tidur setelah memadamkan lampu utama, Eriana segera menaruh alat komunikasi itu ke atas nakas.

"Ah," lirih Eriana sambil beringsut. Merebahkan tubuh dan merasakan empuk kasur dengan nyaman. "Kami tadi ghibahin Pak Richard."

Satria mengangkat kedua tangan dan menaruhnya di bawah kepala. Memberikan sedikit pengganjal ketika ia berpaling pada Eriana.

"Richard?" tanya Satria meyakinkan. "Richard Arya Sucipto maksud kamu?"

Eriana mengangguk seraya kembali beringsut. Matanya menatap pada satu titik, tapi Satria abaikan.

"Kenapa dengan dia? Tadi aku ketemu, tapi kayaknya suasana hati dia lagi buruk."

Kekehan Eriana menyembur. Dan itu membuat mata Satria menyipit. Ia menarik kedua tangannya dari bawah kepala. Mengganti posisi dan kali ini sedikit bangkit, ia bertopang pada satu siku.

"Jangan bilang itu gara-gara kamu."

Eriana tidak menampik. Alih-alih ia terkekeh sungguhan kali ini.

Satria berdecak sambil geleng-geleng kepala. Ia menatap sang istri yang masih terkekeh dengan sorot penuh pemakluman. Tidak terkejut dan tidak merasa aneh sama sekali.

"Aku nggak aneh kalau dia bad mood gara-gara kamu. Memangnya ada orang yang nggak bakal bad mood kalau sama kamu? Lagi Mrs. Roberts yang terkenal paling sabar aja langsung darah tinggi semenjak ngajar kamu."

Eriana berusaha menahan kekehannya. Ia kembali beringsut hingga ia benar-benar mentok di dekat Satria.

"Ehm."

Dehaman Eriana mengalun seiring dengan naiknya jari telunjuk cewek itu di dada Satria. Membuat garis-garis abstrak, ia menatap Satria genit.

"Kamu nggak mau tau cerita lengkapnya?"

Walau Satria tidak kaget mendapati suasana hati Richard kacau karena Eriana, tapi sejujurnya ia lumayan penasaran. Apakah penyebabnya?

"Kenapa?"

Eriana sedikit mengangkat wajahnya. Dalam keremangan lampu tidur, ia menatap Satria dengan binar-binar geli.

"Jadi kayaknya gara-gara proyek besar leb Rofnus deh. Pak Richard ngasih sinyal kalau dia mau aku pindah ke perusahaan dia."

Bola mata Satria membesar. "Terus?"

"Terus dia bilang deh. Katanya aku nggak seharusnya jadi sekretaris kamu. Yang sebelumnya aja nggak betah. Jadi mending sama dia karena masa depan aku bakal lebih terjamin. Apalagi karena kamu kan kabar-kabarnya belok."

"Dia bilang gitu?" tanya Satria syok. "Sampai dia juga ngomong aku belok?"

Eriana mengangguk dengan mata menyipit. Menghadirkan aura sok misterius, ia lanjut bicara.

"Dia bilang kasihan kalau sekretaris cantik kayak aku harus kerja sama kamu."

Satria mendengkus. "Aku nggak ngira, tapi ternyata dia masih pakai cara kotor kayak gitu. Sudah nggak zaman."

Eriana mendengkus geli. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia lantas membantah perkataan Satria dengan enteng.

"Eleh! Cara kayak gitu selalu dipake nggak peduli zaman apa, Sat."

Mata Satria melirik. "Terus apa yang kamu bilang ke dia?"

"Aku bilang aja kalau aku lebih merasa aman kerja sama bos yang belok. Jadi aku nggak bakal dilecehkan. Gitu deh."

[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang