46. Sama-Sama Mengalah Sama-Sama Menang

1.5K 223 21
                                    

Tak ayal. Satria yang panik segera menggendong Eriana. Membawanya langsung ke kamar tepat setelah ia memberi perintah pada Masdar.

"Panggil Dokter Entang. Cepat!"

Ya Tuhan. Bukan itu maksud Eriana. Kembali membuat Masdar tergopoh-gopoh, jelas bukan rencana Eriana.

"Sat."

Namun, nyatanya rasa mual yang menyerang bukanlah omong kosong belaka. Keinginan untuk muntah itu benar-benar ada dan membuat Eriana merasa tersiksa.

"Sebentar, Ri."

Tiba di kamar, Satria langsung merebahkan Eriana di kasur. Cewek itu memejamkan mata dan bergerak abstrak seraya menutup mulut.

Tidak. Eriana tidak bisa bertahan lagi. Ia bangkit dan langsung berlari ke kamar mandi. Menuju wastafel demi mengeluarkan isi perutnya.

Satria kaget. Namun, ia segera menyusul Eriana. Ketika ia tiba di kamar mandi, ia dapati Eriana yang tengah muntah-muntah.

Mata Satria memejam. Ia merinding. Seumur hidup, melihat orang muntah adalah hal yang tidak ia suka.

Rasa-rasanya Satria ingin keluar dari kamar mandi. Namun, sekilas ia lihat pantulan wajah Eriana. Tampak susah dan putus asa.

Argh!

Satria meredam rasa tak ingin itu, melangkah. Menghampiri Eriana dan mencoba untuk membantu sebisa yang ia lakukan.

Pertama, Satria meraih rambut Eriana yang terurai. Memegangnya agar tidak mengganggu Eriana.

Kedua, Satria memijat tengkuk Eriana. Berharap agar itu bisa membantu Eriana untuk mengeluarkan isi perutnya.

Satria memejamkan mata. Berusaha untuk menulikan telinga dari suara muntah Eriana. Sungguh! Satria berdoa agar ia tidak merasa mual pula.

Adalah suara air mengalir yang lantas melegakan perasaan Satria. Ia membuka mata dan mendapati Eriana tengah membasuh mulut. Sekilas, ada sisa-sisa muntahan yang masih berputar-putar di wastafel.

Satria buru-buru melihat ke arah lain. Bulu kuduknya terasa berdiri hanya karena melihat itu.

"S-Sat."

Lirihan Eriana menarik perhatian Satria. Cowok itu menarik tisu dan segera mengusap mulut basah sang istri.

"Badan aku kok lemas banget ya?" tanya Eriana dengan lesu. "Aduh! Aku jadi mau bersandar sama kamu."

Tuntas mengatakan itu, Eriana serta merta menjatuhkan diri di dada Satria. Berpegang di sana dan membuang napas panjang.

Satria mengerjap. Menundukkan wajah dan melihat pada Eriana yang benar-benar bersandar padanya. Ia berdecak samar. Tak mau, tapi pikiran buruk Satria muncul dengan sendirinya.

Di saat begini, masih aja bisa kumat.

Tangan Satria naik. Merengkuh Eriana dan mengusapnya sekilas.

"Gimana?" tanya Satria lembut. "Sudah mendingan?"

Eriana mengangguk dengan mata memejam. "Sudah. Setelah muntah, rasanya lebih lega. Tapi ...."

"Tapi?"

"Tapi, kamu jangan ribut-ribut lagi, Sat," lanjut Eriana. "Aku beneran merasa pusing kalau dengar suara kamu marah-marah."

Satria mengerutkan dahi. Bingung.

"Ribut-ribut? Marah-marah? Memangnya kapan aku ribut dan marah?"

Mata Eriana membuka dan ia tak mampu menahan dengkusan untuk meluncur begitu saja. Berikut dengan satu pemikiran satire di benaknya.

[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang