55. Bahasa Untuk Cinta

1.7K 193 27
                                    

Mungkin di lain kesempatan Satria akan memberikan diagnosa yang kerap ia layangkan tatkala sikap atau ucapan Eriana terkesan beda dari biasanya. Yaitu, sistem kerja otak sang istri sedang terganggu.

Ironis, tapi Satria tidak pernah merasa tenang ketika sikap atau ucapan Eriana tak seperti biasa. Bersikap terkendali atau mengatakan sesuatu yang logis bila tidak berkaitan dengan pekerjaan sungguh bukan tipikal Eriana sama sekali.

Satria tidak bermaksud merendahkan Eriana. Ia tidak bermaksud memandang remeh Eriana. Namun, demikianlah adanya.

Di mata Satria, Eriana selamanya akan menjadi seorang cewek yang berbeda. Tak sama seperti cewek kebanyakan dan kerap mengejutkannya.

Aneh? Satria tidak akan menampik bahwa ia pernah menuding Eriana seperti itu. Dari awal mereka berinteraksi sebagai bos dan sekretaris. Pun seiring waktu berjalan, Satria yakin pada satu hal.

Seharusnya profesor bahasa di Indonesia mencari kata yang lebih dari sekadar 'aneh'.

Eriana memang aneh. Ia adalah bentuk nyata dari perwujudan tak terduga akan seorang wanita. Ia cerdas dan saking pintarnya selalu memiliki rute pemikiran lain dari yang lain.

Satria kerap tak bisa meraba apa yang dipikirkan Eriana. Terkadang ia tak paham apa yang ada di benaknya. Menyedihkan, tapi menggelikan. Nyatanya Satria ingin membuat jurnal ilmiah yang berjudul: Yakin Susah Mengerti Wanita? Anda Pasti Belum Bertemu Eriana.

Bila ingin memberikan sedikit kesan dramatis, Satria bahkan tidak berani membayangkan akan jadi seperti apa pernikahan mereka. Ikatan yang dimulai dari insiden dan kesalahpahaman itu memberikan bayangan suram pada Satria akan masa depan.

Namun, di sinilah sekarang Satria berada. Di dalam kamar bersama Eriana. Saling merengkuh di atas tempat tidur. Diselimuti cahaya lembut lampu tidur dan satu ucapan penuh perasaan menyapa dirinya.

"Cukup cintai kami."

Satria mengerjap sekali, menatap Eriana dan menunggu dalam hening. Ia sengaja tak mengatakan apa-apa ketika sekelumit sinyal hadir dan memberi peringatan.

Layaknya seorang dokter yang sudah hapal akan gejala pasien langganan, Satria pun demikian. Ia tak butuh waktu lama dan gejala langsung didapat. Yaitu, Eriana sudah menunjukkan gejala tak normal.

Eriana bersikap aneh, itu normal. Pun sebaliknya. Eriana bersikap tidak aneh, itu tidak normal. Persis seperti sekarang.

Keanehan Eriana seolah memutuskan untuk bersembunyi. Memilih untuk menarik diri tatkala hatinya dipenuhi oleh beragam ketulusan.

Tidak muluk. Itu adalah keinginan paling remeh yang diminta seorang istri pada suaminya. Eriana tahu hal tersebut dengan jelas, tapi tak masalah bila ia tetap mengatakannya.

Pun bagi Satria, untuk apa Eriana meminta hal tersebut? Sebagai seorang suami, ia jelas tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tak akan lupa janji apa yang ia ucapkan tatkala meminta kesediaan Rozi untuk melepas Eriana demi menjadi istrinya.

Satria sudah berjanji di depan Tuhan, orang tua, dan keluarga. Ia sudah mengambil Eriana dan tanggung jawab membahagiakannya sekarang pindah di pundaknya.

Tawa. Air mata. Senyum. Pun lara. Semua yang Eriana rasakan akan Satria pertanggungjawabkan. Bukan hanya karena itu tugas seorang suami. Melainkan karena memang itulah yang seharusnya ia lakukan.

Seharusnya Eriana tak perlu meminta hal tersebut. Ia tak perlu meminta apa-apa ketika semua yang Satria miliki adalah untuknya. Juga milik sang buah hati di dalam sana.

Jadi jangan heran bila Satria tidak membalas permintaan Eriana. Alih-alih ia justru menarik tengkuk Eriana untuk menunjukkan kesediaannya dalam bentuk satu kecupan di bibir.

[Masih] Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang