MT-14

3.3K 218 19
                                    

Karena hari minggu dan Reliya libur bekerja, wanita itu memutuskan mengunjungi Lina. Apa lagi sejak malam Lina menghubunginya, dan berkata jika suaminya menjalankan tugas di luar kota. Sebenarnya Lina tak meminta Reliya untuk datang, hanya saja Reliya memang ingin mengunjungi ibu angkat sekaligus mantan mertuanya itu.

Reliya juga penasaran dengan suasana di rumah masa kecilnya. Rumah kedua orang tuanya dulu yang tepat di depah rumah Lina memang sudah dijual karena mereka berpikir Reliya tak akan kembali ke Indonesia.

"Assalamualaikum?!"

"Waalaikumsalam, tunggu!" Saat Lina membuka pintu Reliya langsung tersenyum lebar, apa lagi ketika melihat wajah terkejut Lina.

"Anak mama!" Lina memeluk Reliya erat, menyalurkan rasa rindunya.

Walau sering bertemu, tetapi Lina tetap merindukan Reliya. Mungkin karena terbiasa mengurus Reliya sejak kecil.

"Masuk-masuk." Reliya mengangguk, mengikuti langkah Lina.

Pandangan Reliya mengedar ke seluruh penjuru ruang tamu, entah mengapa kilasan kenangan tiba-tiba muncul di kepalanya.

Reliya masih ingat saat dulu dia sering kali mengganggu Gama dan Anton ayah Gama saat sedang mengobrol di ruang tamu. Reliya juga sering kali mengganggu Gama yang sedang asik menonton TV.

"Reliya?!" Reliya terkesiap mendengar suara Lina.

"Kenapa?" Sontak Reliya menggeleng, menutupi rasa gelisah dalam dirinya.

Nyatanya bertahun-tahun Reliya lari tak menghasilkan apa-apa. Semua kenangan itu tak semudah itu dibuang, atau dilupakan.

"Mama buat minum dulu, ya. Kamu tunggu." Reliya mengangguk.

Setelah Lina pergi mata Reliya menangkap sebuah foto yang masih sangat dia ingat. Fotonya dan Gama saat masih kecil.

Di dalam foto itu Gama terlihat sangat terpaksa, sedangkan Reliya yang memang hobi berfoto memasang senyum lebar. Tanpa sadar dia tersenyum saat mengingat kenangan itu.

Gama memang terkesan dingin kepadanya, walau nyatanya Gama tidak sedingin itu. Walau ucapannya pedas Gama tetap berusaha perhatian kepada Reliya, bahkan selalu menuruti permintaan Reliya.

"Assalamualaikum!" Tubuh Reliya menegang, jantungnya seakan berdetak dua kali lebih cepat. Suara itu, suara yang sangat Reliya kenali.

"Reliya?" Gama menatap Reliya terkejut walau hanya beberapa detik, setelah itu kembali berekspresi seperti semula.

"Kamu ke sini sendirian?"

"Mau sama siapa lagi," Jawab Reliya.

"Loh Gama, kapan dateng?" Gama mendekat ke arah Lina, mengecup pipi sang ibu, itu adalah salah satu kebiasaannya.

"Baru aja, Ma." Lina mengangguk paham. Ibu satu anak itu melirik ke arah Reliya, takut suasana menjadi canggung.

"Di minum, Sayang." Reliya mengangguk, menerima teh buatan Lina.

"Mama tinggal dulu, ya? Mau masak." Reliya mengangguk ragu. Diam-diam melirik Gama yang sudah duduk di seberangnya.

"Kamu apa kabar?" tanya Gama memecah keheningan.

"Baik," jawabnya dengan senyum tipis.

Gama berdehem, merasa suasana begitu canggung. Reliya yang dulu tidak bisa berhenti bicara saat ini hanya diam dengan sesekali melirik Gama.

Situasi ini tak pernah terbayang oleh mereka. Dulu saat ada Reliya, wanita itu akan mencairkan suasana. Sekarang entah kenapa Gama merasa asing.

"Mas," panggil Reliya ragu. Tenggorokannya benar-benar tercekat untuk menguarkan suara.

Gama menatap ke arah Reliya, menunggu kelanjutan ucapan wanita di depannya.

"Maaf untuk yang dulu." Reliya menunduk, tak berani menatap wajah Gama. Dia takut jika Gama tak mau memaafkannya.

"Kamu enggak salah." Reliya meremas jemarinya.

"Lagi pula semuanya udah berlalu. Bukan salah kamu, itu salah kita berdua." Reliya menatap wajah Gama. Beberapa detik tatapan keduanya bertemu.

Entah mengapa Reliya merasakan ada binar kerinduan dari mata laki-laki yang pernah dia cintai, atau mungkin masih.

"Aku udah mutusin berdamai."

Tanpa keduanya sadari sejak tadi Lina memantau keduanya. Bibir wanita itu membentuk senyum haru, kedua matanya tanpa sadar berkaca-kaca.

"Kita berawal baik-baik, dan harus berakhir baik-baik." Reliya tak mampu mengeluarkan suara.

Walau hatinya lega, tetapi Reliya masih belum berani memulai semuanya. Rasa bersalah itu masih ada, masih sama besarnya seperti awalnya.

Gama ingin kembali bersuara, tetapi ponselnya berbunyi. Membuat Gama menghentikannya.

"Aku ke luar dulu." Reliya mengangguk. Memperhatikan Gama yang hilang di balik pintu.

"Reliya?" Reliya membalikkan tubuhnya, menatap Lina yang saat ini sedang menatap dirinya dengan senyum lebar.

"Mama bahagia." Lina duduk di sebelah Reliya, memeluk wanita itu dengan erat.

"Mama bahagia. Walau kalian enggak sama-sama, setidaknya kalian enggak jadi orang asing. Karena kalian itu anak mama, anak yang mama sayangi." Air mata jatuh menyusuri pipi mulus Reliya.

Tangis yang sedari tadi dia tahan tak dapat dicegah kembali. Hatinya merasa lega dan sakit di saat bersamaan.

"Bisakah aku anggap ini awal yang baik?" Batinnya. Reliya tersenyum samar disela-sela tangisnya, membalas pelukan Lina tak kalah erat.

Maaf buat yang nunggu lama hehe.
Aku usahain secepatnya update, ya. Jangan lupa komen ya biar aku tambah semangat hehe.

Aku bakal update lagi setelah view bab ini 200 ya. Jadi ditunggu!

Jangan lupa follow instagram aku @dillamckz

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang