MT-3

5.7K 296 2
                                    

Reliya membeku saat melihat sosok yang begitu dia rindukan beberapa tahun ini berada di hadapannya. Matanya berkaca-kaca seolah siap menjatuhkan cairan bening yang menggenang dipelupuk mata.

"Mas Gama?"

"Siap- Reliya?" Lina membeku di tempat saat melihat seseorang yang sangat dia kenali sudah berdiri di depan pintu putranya.

"Reliya kamu di sini?" Lina menggeser Gama, langsung memeluk Reliya dengan erat.

"Sayang mama kangen banget." Reliya tak dapat membendung air matanya lagi saat rasa hangat menyelimuti dirinya.

"Ayo masuk, Sayang." Lina menarik Reliya masuk. Membiarkan Gama yang sedari tadi tak kunjung mengeluarkan suara.

"Kamu mau minum apa?" Reliya menahan tangan Lina, menggeleng menolak.

"Mama tinggal di sini?" tanya Reliya gugup. Seketika pikirannya blank ketika melihat Gama setelah beberapa tahun perpisahan mereka.

"Gama yang tinggal di sini, kalau mama masih di tempat yang lama." Reliya mengangguk kaku. Kenapa takdir seolah mempermainkan mereka, kenapa malah sekarang Gama dan Reliya harus bertetangga lagi.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Lina saat melihat raut wajah Reliya yang terlihat murung.

"Aku enggak apa-apa, Ma." Lina mengelus rambut panjang gadis di depannya. Ternyata putri kesayangannya ini tak banyak berubah.

"Gama mau ke mana?" tanya Lina saat Gama mengambil jaketnya serta membawa kunci motor di tangannya.

"Gama ada urusan, Ma." Gama menjawab tanpa menoleh ke arah Reliya sedikit pun. Raut wajahnya berubah dingin, dan tatapannya menajam.

"Gama," panggil Lina tak dihiraukan oleh Gama. Reliya yang melihat itu menggigit bibir dalamnya, dia sangat tak menyukai situasi seperti ini.

"Reliya cuma mau anter ini, Ma." Reliya menyerahkan paperbag yang dia bawa langsung diterima oleh Lina.

"Reliya pulang dulu ya, Ma?" Reliya bangkit tersenyum saat Lina juga melempar senyum.

"Mama harap ini awal yang baik untuk kalian." Reliya diam tak menjawab. Benarkah awal yang baik? Tetapi kenapa Reliya malah merasa sesak.

"Reliya pulang dulu, Ma." Reliya pergi dari rumah Gama. Meninggalkan Lina yang menghela napas kasar melihat kedua anaknya. Dulu Lina sama sekali tak merasakan situasi secanggung ini, tetapi sekarang semuanya seakan berubah.

***

Gama menumpukan dirinya dipembatas rooftop kantornya. Bibirnya sedari tadi mengeluarkan helaan napas, bahkan angin yang menerpa wajahnya tidak cukup membuat dirinya tenang.

"Kenapa dia harus kembali?" Gama mengepalkan tangannya.

Gama membalikkan tubuhnya, menyenderkan tubuhnya dipembatas. Angin yang menerpa wajahnya membuat poni yang berada di dahinya terbuka.

"Rumit," gumamnya. Dia tak tau harus menyambut Reliya bagaimana. Marah, senang, atau bahkan kecewa. Gama tak bisa mengelak jika lukanya belum sembuh sempurna, walau dia tau tak ada yang dapat disalahkan dari semua yang sudah terjadi.

Di lain tempat. Reliya sedang duduk di dekat jendela kamarnya yang tepat menghadap kamar Gama. Matanya menyendu saat mengingat respons Gama saat melihatnya tadi.

Reliya tau Gama pasti kecewa, sama seperti dirinya dulu. Siapa yang tidak kecewa ketika dua luka secara bersamaan hadir. Reliya tak bisa mengelak jika dirinya memang bersalah dulu, dirinya sangat kekanakan saat memutuskan semuanya secara sepihak.

Namun, Reliya tak bisa menahan dirinya saat itu. Hatinya seolah hancur saat kehilangan calon anak pertamanya, padahal Reliya sudah sangat berharap akan hidup bahagia dan menjalankan rumah tangga seperti keluarga bahagia di luar sana.

Tangannya mengambil sebuah bingkai foto berisi fotonya saat hamil dulu.

"Mama emang terlalu egois," gumamnya dengan senyum sedih. Dapatkah Gama memaafkannya, dapatkah Reliya berhubungan dengan Gama seperti sebelumnya.

Kali ini matanya beralih pada foto dirinya dan Gama saat masik anak-anak. Sudut bibirnya tertarik saat mengingat seberapa jahil dirinya dulu.

"Mas Gama lucu kalau lagi kesel," ucap Reliya terkekeh pelan. Di dalam foto terlihat Gama yang sedang cemberut karena pipinya ditarik oleh Reliya. Reliya masih sangat mengingat moment itu, di mana Gama tak mau difoto bersama dengan Reliya. Namun, gadis itu memaksa hingga mengancam akan mogok makan.

"Konyol banget," kekeh Reliya. Namun, perlahan senyumnya pudar. Mengingat semua moment itu tak akan pernah bisa kembali.

TBC

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang