MT-12

3.8K 226 5
                                    

"Lain kali kalau ada waktu main ke sini lagi, Ma." Lina mengangguk dengan senyum di wajahnya.

Setelah mereka banyak mengobrol tadi Reliya sudah lebih baik dari sebelumnya. Wanita itu sudah lumayan terbuka sekarang, dan tak begitu canggung dengan Lina.

Lina merasa senang, karena inilah keinginannya. Dia tak ingin hubungan mereka merenggang. Karena hubungan Reliya dan Gama hanyalah masalalu, dan Lina tak ingin keduanya terus merasa terluka satu sama lain.

Sebagai ibu sebenarnya Lina menyadari bagaimana perasaan anak-anaknya. Karena sejak kecil Linalah yang merawat keduanya, Lina lah yang mengajari keduanya banyak hal.

Sebagai seorang ibu Lina tak bodoh untuk dibohongi oleh perasaan mereka berdua. Namun, Lina memilih bungkam. Dia tau Reliya dan Gama pasti lebih tau cara mengatasinya.

"Kamu jaga diri baik-baik, mama sayang banget sama kamu." Lina memeluk tubuh Reliya erat. Masih tak menyangka putri kecilnya sudah dewasa sekarang.

"Itu dia sopirnya, bye sayang!" Reliya melambaikan tangan dengan senyum merekah di wajahnya.

Setelah kepergian Lina, Reliya memilih masuk ke dalam rumah mengerjakan pekerjaan yang belum dia selesailan sebelumnya.

Benar kata Lina, rumahnya benar-benar sepi. Reliya jadi kasihan dengan dirinya sendiri, sejak dulu selalu saja tinggal sendirian. Sepertinya ini memang takdir yang tepat untuknya.

"Enggak masalah, lagi pula aku harus belajar lebih mandiri," ucap Reliya menyemangati dirinya sendiri.

***

Mita melangkah dengan anggun masuk ke dalam ruangan Gama. Sekarang adalah waktunya makan siang, dan wanita itu berniat mengajak Gama makan bersama.

"Permisi, Pak?"

"Masuk." Mita tersenyum membuka pintu langsung berjalan mendekati Gama yang masih sibuk dengan laptopnya.

Melihat itu Mita semakin kagum. Gama benar-benar terlihat tampan saat sedang fokus seperti ini.

"Kenapa?" tanya Gama. Kali ini mengalihkan perhatiannya kepada Mita.

"Sudah waktunya makan siang, Pak." Mita membungkuk sopan.

Dalam hati Mita berdoa agar Gama mau mengajaknya makan siang bersama.

"Ayo." Mendengar jawaban itu dalam hati Mita bersorak senang.

Sebenarnya Mita memang sering makan siang bersama Gama. Hanya saja mereka tidak hanya berdua, terkadang ada teman Gama yang ikut menemani.

"Kita mau makan di mana, Pak?" tanya Mita.

"Restoran di depan." Mita mengangguk. Mengikuti langkah lebar Gama sedikit lebih cepat. Karena perbedaan tinggi keduanya membuat Mita kesusahan.

Setelah sampai di sana keduanya makan dengan hening. Mita beberapa kali mencuri pandang kepada Gama yang terlihat tak peduli.

Gama sebenarnya menyadari, bahkan dia tau sejak dulu Mita tertarik padanya. Sayangnya Gama tak pernah peduli, seolah semuanya hanya angin lalu.

"Bapak mau nambah lagi?" Gama langsung menggeleng menolak. Porsi makannya memang tak begitu banyak, karena itu Gama memilih makanan yang dia inginkan saja.

Mita kembali diam, memikirkan pembicaraan apa yang dapat menarik perhatian Gama. Karena sejak tadi Gama terlihat tak begitu tertarik dengan apa yang Mita katakan, sungguh malangnya.

"Mas Gama?" Gama menoleh, melihat Reliya yang tersenyum ke arahnya.

"Kamu mau ke mana?" Gama memperhatikan penampilan Reliya yang terlihat sangat rapi. Sepertinya dia dapat menebak jika Reliya akan kembali ke butiknya.

"Aku mau balik ke butik lagi." Gama mengangguk singkat mengerti.

Mita menatap bingung sekaligus penasaran Reliya. Dia bertanya-tanya siapa wanita yanh dapat menarik perhatian Gama ini.

"Dia siapa?" tanya Reliya.

"Sekertaris." Reliya mengangguk langsung tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Reliya."

"Mita."

Mita memasang senyum paksa. Dalam hati dia memaki Reliya, karena iri Reliya dapat membuat Gama bertanya. Bahkan raut wajah Gama tidak sekaku pertama dirinya mengajak makan siang.

"Kalau gitu aku langsung ya, Mas? Selamat makan siang." Sebelum mendapat balasan dari Gama Reliya segera pergi dari sana.

Mita yang melihat itu tersenyum senang, akhirnya bisa kembali berduaan dengan Gama. Sayangnya mendengar ucapan Gama senyum Mita langsung pudar seketika.

"Ayo kembali ke kantor."

Mita mengangguk lesu, tak bisakah waktunya dan Gama lebih lama lagi. Sayang sekali bos tampannya itu ingin buru-buru kembali ke kantor, padahal makanan mereka belum habis semuanya.

Tapi Mita tak dapat protes, bisa-bisa Gama ilfeel dengannya. Sebisa mungkin Mita akan membuat citranya baik di mata Gama, walau pun dia harus bersaing dengan wanita yang menemui Gama tadi.

***

Reliya tersenyum sedih melihat anak-anak yang sedang bermain dengan bahagia di taman. Ingatannya lagu tertuju pada calon buah hatinya dulu, mungkin saja jika anaknya lahir akan sebesar mereka.

Reliya padahal sangat berharap dapat menjadi ibu, mengurus anaknya seperti yang ibu-ibu di luaran sana lakukan. Membayangkannya saja Reliya sudah yakin itu menyenangkan.

"Tante?" Lamunan Reliya buyar ketika sebuah bola menggelinding menyentuh kakinya. Ada seorang gadis kecil dengan rambut di kepang dua menatapnya dengan tatapan polos.

"Iya?" Reliya mengenyahkan pikirannya, berusaha kembali ke realita.

"Aku mau ambil bola." Reliya mengangguk paham, menyerahkan bola yang berada di kakinya ke arah gadis kecil itu.

"Makasih tante. Tante baik dan cantik banget kayak mama aku." Reliya tertawa mendengar ucapan gadis kecil itu.

Tetapi tawanya langsung pudar ketika anak kecil dengan kepang dua itu pergi.

"Mama?" Reliya tersenyum miris mendengar kalimat itu.

Walau berusaha melupakan, nyatanya semua tidak berjalan seperti yang dia inginkan. Luka itu masih ada, atau bahkan terus ada.

Tetapi Reliya hanya ingin hidup dengan damai dari masa lalu yang menghantuinya. Apa lagi pertemuannya dan Gama saat ini.

Semua tidak mudah bagi Reliya, dia merasa senang dan sedih di waktu yang bersamaan. Senang karena akhirnya bertemu dengan Gama setelah sekian lama, sedih karena luka itu seakan kembali terbuka.

Bukan salah Gama, ini semua takdir, Reliya tau itu. Bahkan dia menyesal dengan sikap kekanakannya dulu, yang membawa perpisahannya dan Gama.

Andai waktu bisa diulang, Reliya lebih memilih berdamai. Pasti anaknya kecewa di atas sana, karena kedua orang tuanya malah memilih berpisah, alih-alih saling menguatkan.

"Andai semua bisa diperbaiki." Sayangnya nasi sudah menjadi bubur.

Reliya memilih bangkit karena hari semakin sore, beberapa orang yang berada di taman juga memilih pulang.

Inilah hal yang Reliya lakukan saat sedang lelah, atau butuh ketenangan. Melihat tawa bahagia anak-anak serta kebahagiaan orang lain membuatnya lega, serta ikut bahagia.

Karena Reliya tau semua orang punya masalah, tetapi mereka semua berusaha tetap bahagia, berusaha terlihat baik-baik saja. Itulah yang selama ini Reliya lakukan dalam hidupnya.

Hai!
Apa kabar?
Maaf aku lama enggak update. soalnya aku lagi nulis di fizzo. Kalau kalian mau baca boleh, judulnya: Fall In Love Really

Terima kasih untuk yang bersedia menunggu

Aku sayang kalian ❤

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang