MT- 22

2.9K 189 27
                                    

Tidak ada yang berubah dari hubungan Gama dan Reliya. Keduanya masih terlihat kaku, bahkan Reliya terang-terangan menjaga jarak kepada Gama.

Sepertinya sifat Reliya yang manja sejak kecil telah hilang. Yang Gama lihat adalah sosok Reliya yang begitu dewasa dan sialnya semakin cantik.

Gama memukul kepalanya kesal, berusaha mengusir bayangan Reliya dari kepalanya. Bisa gila jika dia terus memikirkan Reliya.

"Mas Gama!" Gama melirik sekilas berusaha terlihat tak peduli kepada Reliya yang sedang berjalan ke arahnya.

"Di minum kopinya." Gama berdehem singkat sebagai jawaban.

"Mas Gama kenapa enggak masuk?" Gama berdecak sebal dengan pertanyaan Reliya. Padahal dia saat ini berusaha menghindar.

"Di dalem panas," jawab Gama asal.

"Tapi ada AC Mas," ucap Reliya tanpa beban.

"Suka-suka saya," ketus Gama.

Reliya menggerutu sebal atas jawaban Gama yang terdengar begitu ketus. Padahal Reliya hanya penasaran kenapa malam-malam seperti ini Gama berdiam diri di luar.

"Enggak takut kesambet, Mas?" Gama tersenyum menahan kesal mendengar pertanyaan konyol Reliya.

"Sepertinya kamu setannya."

"Enak aja!" protes Reliya tersinggung. Ucapan Gama benar-benar melukai hatinya, apa lagi tepat sekali saat ini Reliya sedang memakai gaun tidur panjang berwarna putih.

"Kamu juga mikir sama, kan?" Tanpa sadar Reliya mengangguk.

"Tuh!"

"Enggak!" Reliya yang terlanjur kesal memilih masuk ke dalam rumah. Sepertinya meladeni Gama dengan mode nyebelin seperti malam ini adalah hal yang sia-sia.

Setelah kepergian Reliya, Gama menatap pintu dengan tatapan kosong. Dia benar-benar merasa asing, padahal sejak kecil mereka berdua tumbuh bersama.

Keputusannya menikah dengan Reliya dulu adalah hal yang patut disesali. Mungkin jika mereka tidak pernah menikah hubungan mereka akan baik-baik saja.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Semua tidak bisa disesali apa lagi diulang kembali. Yang Gama bisa lakukan hanyalah menikmati semuanya, sekaligus menunggu takdir Tuhan.

Gama yakin Tuhan tau apa yang terbaik untuk hubungannya dan Reliya.

                                ****

Pagi-pagi sekali Gama sudah heboh karena kehilangan dasi serta kaos kakinya. Sebagai wanita satu-satunya di rumah itu mau tak mau Reliya membantu mencarinya.

Ternyata sikap bawel Gama saat kehilangan barang masih tak berubah. Sejak dulu masih sama, bahkan semakin heboh.

"Tadi saya taruh di sini loh, enggak mungkin hilang!"

Reliya tersenyum malas mendengar ocehan Gama yang membuat telinganya panas pagi-pagi.

"Dasinya ada di laci kok, saya mana pernah taruh di tempat lain. Kok bisa ilang ya?" tanya Gama entah pada siapa.

Reliya membuka beberapa laci yang berada di kamar Gama. Sialnya Reliya salah membuka laci, yang dia buka adalah laci berisi pakaian dalam Gama.

Spontan pipi Reliya memerah menahan malu, walau dulu pernah berada di posisi ini nyatanya sekarang jauh berbeda.

Reliya cepat-cepat menutup laci paling ujung berusaha bersikap biasa saja saat mencari di laci yang lain.

"Ini apa?!" Reliya berkacak pinggang sambil mengangkat tinggi kaos kaki hitam milik Gama.

"Kalau nyari itu pakai mata!" Gama berebut kaos kakinya secara paksa.

"Dih, enggak ngucap terima kasih?"

"Terima kasih," ucap Gama dengan datar.

"Cariin dasi juga, ya?" Gama terkekeh mengucapkan itu.

Sedangkan Reliya berdecak sebal tetapi tetap terus mencari dasi milik Gama.

"Emang enggak bisa pakai warna lain, Mas?"

"Enggak harus pakai itu." Reliya memutar bola mata malas mendengarnya. Kebiasaan Gama memang tidak pernah berubah.

"Ini apa?" Gama menggaruk kepalanya sambil tersenyum malu.

"Tadi saya udah cari di situ, kok." Reliya memutar bola mata malas mendengar alasan Gama.

"Makasih, lain kali bantuin saya lagi," ucap Gama.

"Ogah, cari pembantu sana!" Reliya menghentakkan kaki ke luar dari kamar Gama. Menyalurkan kekesalannya kepada manusia es di dalam sana.

Ternyata selain sering membuat sakit hati, Gama juga selalu membuat Reliya darah tinggi. Bersama Gama sepertinya Reliya akan cepat tua.

"Tolong cariin sepatu saya!" Reliya menutup telinganya mendengar teriakan Gama dari kamar pria itu.

"Enggak peduli!" balas Reliya berteriak.

Reliya memilih bersiap-siap untuk segera pergi ke kantor. Sepertinya lebih baik dia mencari uang dari pada mencari gara-gara dengan Gama.

Tanpa mereka sadari lagi jarak yang mereka ciptakan sama sekali tak membuahkan hasil. Keduanya tetap berjalan sesuai keinginan hati masing-masing. Tanpa sadar rasa itu malah semakin besar alih-alih menghilang.

Cinta itu ada, cinta itu nyata. Hanya saja setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menunjukkan keberadaannya.

Terima kasih buat yang sudah mampir dan sempatin komen. Yuk jangan lupa spam komen biar aku semangat.

Aku bakal update setelah liat komen kerusuhan kalian oke.

Sedikit sedih makin ke sini makin sepi. Tapi sadar sih karena aku jarang update hehe. Enggak masalah aku yakin ada beberapa dari kalian yang masih ngikutin cerita ini.

Jangan lupa mampir ke @dillamckz

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang