MT-7

4.1K 212 3
                                    


"Beneran enggak mau bareng, Mbak?" Reliya menggeleng sebagai jawaban.

"Ya udah aku duluan, ya?" Salah satu pegawai yang tadi sempat menawari tumpangan melambaikan tangan dan meninggalkan Reliya seorang diri.

Sebentar lagi magrib, dan Reliya baru saja pulang dari butiknya. Sebenarnya Reliya bisa saja pulang lebih awal, tetapi ada urusan penting yang mengharuskannya ikut pulang sore.

"Nyesel banget enggak bawa mobil." Reliya menghela napas kesal. Seharusnya dia bisa memprediksi jika akan pulang sore seperti ini.

Namun, tak lama dari itu mobil yang cukup Reliya kenali berhenti tepat di depannya. Sudut bibir wanita itu tertarik, merasa beruntung.

"Ayo bareng, Li."

"Enggak ngerepotin kamu, nih?" Reliya bertanya basa-basi.

"Kayak sama siapa aja?" Lelaki dengan jas hitam itu tertawa saat melihat Reliya langsung masuk ke dalam mobilnya.

"Tumben pulang sore?" tanya lelaki itu tanpa menatap lawan bicaranya.

"Ada sedikit urusan tadi?" Lelaki itu mengangguk paham.

"Kamu sendiri?" Reliya balik bertanya.

"Aku abis nganter mama pulang." Reliya ber oh ria mendengar balasan Bagas, salah satu temannya di SMA dulu.

Walau sudah lama lulus sekolah, bukan berarti Reliya tak dekat lagi dengan teman-teman sekolahnya. Buktinya Bagas, hubungan keduanya baik-baik saja. Bahkan Reliya sempat beberapa kali bertemu Bagas, saat pria itu ada pekerjaan di luar negeri.

"Kamu pindah di sini selamanya, atau bakal balik lagi?" Reliya mengedikkan bahunya. Sebenarnya dia belum benar-benar memikirkan hal itu.

"Kamu enggak betah di sini?" tanya Bagas.

"Betah, kok." Bagas mengangguk tanpa membalas ucapan Reliya.

"Aku cuma lagi berusaha nempatin diri di sini. Apa lagi sekarang aku di sini sendiri."

"Padahal ada aku, loh." Bagas berdecak sebal.

"Itu beda lagi," sanggah Reliya.

"Iya deh kamu selalu bener. Tuh udah sampai." Reliya tersenyum.

"Mau mampir?"

"Lain kali aja. Aku abis ini mau ke kantor lagi." Reliya mengangguk, lalu ke luar dari mobil Bagas.

"Makasih ya, Gas."

"Kembali. Kalau butuh tumpangan bisa hubungin aku." Bagas tertawa saat melihat Reliya menunjukkan jempolnya.

Setelah Bagas pergi Reliya membalikkan tubuhnya ingin masuk ke dalam rumah. Namun, matanya malah tak sengaja bertubrukan dengan netra hitam yang entah kenapa menatapnya dengan tajam. Sebenarnya memang selalu begitu sejak dulu.

"Mas Gama." Sapa Reliya. Dia tak mau dicap sombong karena mengabaikan Gama.

Gama tak membalas, malah langsung masuk ke dalam rumahnya begitu saja. Reliya melongo, menatap Gama tak percaya.

"Tu orang bener-bener, dah?" Reliya masuk ke dalam rumahnya, memilih tak mempedulikan Gama.

Sedangkan Gama entah kenapa suasana hatinya seketika buruk, entah kenapa dirinya sendiri pun tak mengetahuinya.

Gama menghela napas kasar. Sepertinya ada yang tak beres dengan dirinya.

***

"Pak Gama." Gama menghentikan langkahnya saat merasa ada yang memanggil namanya.

"Ini berkas-berkas yang bapak minta." Gama mengangguk, mengambil berkas-berkas itu.

Gama akan melangkah pergi, tetapi tangan Mita lebih dulu menahannya.

"Kenapa?" tanya Gama menatap Mita datar.

"Bapak ada waktu?" tanya Mita pelan.

"Kenapa?" tanya Gama lagi. Bahkan tetap tak mengubah pandangannya.

"Saya pengen ajak pak Gama makan siang bareng." Mita mengucap kalimat itu sambil tersipu malu, bahkan menutupi wajahnya yang sudah memerah.

"Saya sibuk," balas Gama langsung pergi dari sana.

Mita menatap Gama kesal. Lagi-lagi dirinya ditolak, padahal Mita sudah berusaha menarik perhatian bosnya itu.

"Tenang Mita, masih banyak cara lain." Mita mengibas rambut pendekanya dengan bangga. Dia percaya suatu saat nanti Gama akan lulus kepadanya.

***

"Kenapa sih, Mar?" Reliya berdecak kesal saat kakinya malah terpentok meja karena ulah temannya itu.

"Lo harus dandan secantik mungkin." Reliya memutar bola matanya malas.

"Emang mau ke mana, sih?" tanyanya sebal. Sejak tadi Maria sangat heboh mendandaninya, bahkan memilih dress yang cocok untuk dipakai Reliya.

"Kita bakal ke pesta."

"Aku gamau, Mar!" tolak Reliya.

"Ini kesempatan lo untuk cari jodoh."

"Kamu jangan ngomong seolah-olah kamu punya pasangan Mar." Maria menyengir mendengar ucapan Reliya.

"Karena itu, gue juga mau cari pasangan." Reliya menatap malas Maria.

"Bilang aja minta temenin." Maria tertawa melihat Respons Reliya. Sebenarnya memang itu tujuannya.

"Terserah!" pasrahnya.

Maria yang melihat itu bersorak senang langsung pergi mengumpulkan semua alat make up yang dia punya.

Reliya? Jangan ditanya wanita itu hanya bisa menatap pantulan dirinya dengan pandangan malas.

Halo!
Pendek banget ya?
Maaf banget ya
Rencananya hari ini aku bakal up dua chapter atau tiga chapter ditunggu ya.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Tencu!

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang