MT-11

3.9K 226 22
                                    

Kejadian di kantor tadi membuat mood Reliya benar-benar tak baik. Bahkan dia lebih memilih pulang dari pada menghadapi Maria yang keras kepala.

"Huft." Reliya memijat pelipisnya. Kepalanya benar-benar pusing memikirkan masalah yang bahkan hampir dia lupakan.

"Apa aku pindah lagi?" Reliya bermonolog memikirkan kepindahannya. Dia tak yakin bisa sanggup terus tinggal berdekatan dengan Gama.

Mau bagaimana status mereka, atau bahkan perasaan mereka sekarang. Tak bisa menghapus masa lalu, jika Reliya pernah tumbuh bersama Gama. Bahkan Gama dahulu begitu menyayanginya, dan selalu membagi apa yang dia punya untuk Reliya.

"Akh!" Reliya berteriak kesal. Bahkan tak peduli jika teriakannya akan sampai ke rumah tetangga sebelahnya.

"Aku harus apa? Menghindar?" Reliya menjambak rambutnya sebal. Sepertinya dia harus memikirkan cara lain waktu. Sekarang kepalanya terasa ingin meledak.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" Reliya bangkit ke luar dari kamar. Melihat siapa yang datang siang-siang seperti ini, bahkan di jam kerja.

"Siap-" Reliya menatap kaget Lina yang berdiri di depan pintu rumahnya dengan senyum ramah. Reliya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya.

"Mama ngapain ke sini?" tanya pelan.

"Enggak boleh mama jengukin putri sendiri?" Reliya menyengir mendengar ucapan Lina. Jika begini bagaimana caranya Reliya untuk kabur dari situasi seperti sekarang.

"Boleh, Ma. Ayo masuk." Reliya menggandeng tangan Lina membawa wanita baya itu masuk ke dalam rumahnya.

"Kamu enggak kerja?" Reliya menggeleng sebagai jawaban.

"Tadi mama lewat, sebenarnya enggak ada niatan mampi, soalnya mama taunya kamu kerja."

"Aku tadi pulang cepet." Lina mengangguk paham. Wanita itu duduk di sebelah Reliya menatap sekeliling rumah Reliya.

"Rumah kamu sepi," komentar Lina.

"Namanya aku tingga sendiri, Ma." Reliya menuangkan air ke gelasnya dn gelas Lina. Setelah itu menegukkan untuk menghilangkan gugup.

"Kenapa enggak nikah lagi?"

"Uhuk-uhuk."

Reliya menutup bibirnya agar air tak menyembur ke luar dari sana. Dia menatap Lina dengan pandangan memelas. Tak bisakah Lina jangan membahas itu sekarang.

"Aduh maaf banget." Lina memberikan selembar tisu ke arah Reliya, langsung diterima wanita itu dengan senyum kecut.

"Mama cuma nanya. Lagi pula rumah Gama juga sepi." Reliya cepat-cepat bangkit saat tau apa kelanjutan dari kata-kata Lina.

"Mama baju aku basah kena air. Tunggu, ya?" Reliya berlari menaiki tangga memasuki kamarnya.

Melihat itu Lina tersenyum. Dia menyadari jika Reliya menghindar, walau begitu Lina tak akan pernah menyerah.

***

"Kamu makin pinter masak," puji Lina kepada Reliya.

"Ini kan karena dulu mama sering ajarin." Reliya memeluk Lina dari samping, menghirup wangi tubuh wanita yang dulu sempat mengurus dan menemaninya.

"Mama enggak nyangka kamu udah sebesar ini. Terus kamu dan Gama." Ucapan Lina terhenti, tatapan matanya menunjukkan sebuah luka di dalamnya.

"Mama tau mama egois. Cuma kalau kalian pisah, setidaknya kalian harus tetap jadi anak mama." Semenjak Reliya dan Gama berpisah Lina benar-benar bersedih, karena Reliya harus pergi jauh darinya.

Lina selama ini begitu menyayangi Reliya, menganggap gadis itu adalah putrinya sendiri. Karena itu Lina benar-benar kehilangan putri kecil yang sejak dulu menemani hari-harinya.

"Aku tetap jadi anak mama, papa, dan adiknya Mas Gama." Reliya memeluk Lina erat. Mengelus punggung wanita baya dalam pelukannya, berusaha menenangkan.

Tanpa keduanya sadari, sejak tadi Gama berdiri di depan pintu. Menatap keduanya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Gama yang tak ingin kedua wanita itu menyadarinya langsung pergi dari sana. Membiarkan keduanya berbicara empat mata.

Halo
Apa kabar?
Udah lama aku enggak update
Maaf banget ya
Aku harap kalian masih setia baca
Dan terima kasih buat yang udah baca
Aku sayang kalian semua

Jangan lupa follow instagram aku ya. Kalau ada yang mau ngobrol bareng, atau ghibahin Reliya dan Gama😁

Mas Tetangga 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang