00; prolog

1K 193 176
                                    

•••

'Bagi siapapun yang kebetulan membaca kisah ini, apa yang istimewa dari sebuah kenangan sampai sulit melupakannya? Kalau aku... tentu orang-orangnya.'

0.

Desember, 2024 // Dataran Eropa bagian Barat

Hari senin menjelang tengah hari, seorang laki-laki dengan dagu terkubur dalam-dalam dibalik syal berjalan teratur di sebuah jalan yang nampak sepi.

Sesuai ramalan cuaca yang dibacanya tadi malam, langit kembali menghujani kawasan Benua Eropa dengan serbuan salju putih menakjubkan namun menusuk tulang. Termasuk kota bernama Maastricht yang belum seminggu dikunjungi laki-laki ini. Dan tak seperti fase hidupnya lima tahun belakangan, musim dingin dan tahun baru kali ini akan ia nikmati di negara selain Korea Selatan.

Berbanding terbalik dengan Sunoo -manager sekaligus sepupunya- yang sedang asik menonton ulang serial Home Alone di kamar hotel yang hangat, kini di tempat yang asing, lengkap dengan satu set pakaian musim dingin serba gelap, lelaki tersebut menyusuri komplek perumahan bermodalkan alamat yang didapat langsung dari si empunya.

Kendati aspal belum sepenuhnya tertutup salju, ia memilih melangkah hati-hati. Takut salah sedikit langsung mencium bumi, membuat dirinya tak keren lagi.

♪This ain"t another love song, baby. It's my way of putting feelers out♪

Ritme musik menguar dari earphone yang tersembunyi dibalik kupluk hitamnya, kali ini memutarkan lagu dari Jeon Jungkook, anggota boyband terkenal BTS. Saking asiknya melodi yang diperdengarkan, sesekali lelaki itu bersenandung kecil, melupakan dingin yang semakin gencar menembus tubuhnya tiap kali bergerak. Tak perlu diragukan, musik memang teman yang selalu bisa diandalkan.

Seusai tiga ratus meter kira-kira berjalan ke arah barat, sampailah lelaki itu di sebuah persimpangan. Sembari tangan kiri memegang payung dan satunya dimasukkan ke saku mantel agar tetap hangat, diingat-ingatlah kembali percakapannya dengan seorang warga lokal yang waktu itu sedang menyekop salju di pekarangan rumah.

Lelaki berparas tampan itu membuka matanya, lalu dengan mantap berbelok ke sisi kanan. Jika arahnya benar, setelah ini ia hanya butuh berjalan lurus untuk menemukan rumah tujuan. Istana kecil cokelat kemerahan, kalau kata warga lokal tersebut.

Sepuluh menit sebelum pukul 12, sampailah ia di sebuah pagar besi yang rupanya tak tergembok. Menilik tulisan yang tertera di sebuah plang besi persis dengan kertas di tangannya, lelaki itu tersenyum sampai-sampai matanya menyipit sempurna.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, nampak sebuah bangunan megah yang menguarkan suasana kurang lebih jika berkunjung ke kawasan Kota Tua Jakarta. Diamatilah rumah klasik khas eropa itu dengan binar kagum, yang dari luar perpaduan warnanya amat memanjakan mata.

Sudah begitu pepohonon tanpa daun menambah kesan magis yang hanya bisa dijumpai di negeri dongeng. Ia tak bisa menampik, julukan istana kecil cokelat kemerahan oleh masyarakat sekitar memanglah cocok diberikan.

 Ia tak bisa menampik, julukan istana kecil cokelat kemerahan oleh masyarakat sekitar memanglah cocok diberikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LINKED; || bertautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang