17; a detective

55 14 3
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Anak-anak bukan malaikat ataupun iblis. Mereka hanya manusia biasa yang lahir atas keputusanmu."

17.

Sekitar jam lima sore, Odi terkadang menghabiskan waktu duduk di teras dikala libur jogging. Jika malasnya datang, ia hanya akan mengemil kuaci seraya menatap pemandangan yang terbentang di depan rumah. Aktivitas itu berakhir bila azan Maghrib berkumandang.

Hari ini pun begitu selain fakta kini ia tak sendirian. Bersamanya ada Alan, teman sebaya yang diakuinya baik tapi rusuhnya kebangetan.

"Kok gak ada yah?" gumam Alan yang sedari tadi sibuk menekuri ponselnya. Sementara Odi tengah larut membaca komik tentang bajak laut di sebelah anak itu.

Ternyata benar yang dikatakan Alan. Odi bukannya tak suka bacaan yang bergambar, ia cuma belum merasakan asiknya saja. Hal ini langsung mengingatkannya pada kalimat populer, jika kita tidak pernah mencoba mana bisa tahu?

"Huh! Di sini juga gak ketemu." Alan kembali merengut.

"Kamu cari apa sih, Lan?" Odi yang sedikit terdistraksi akhirnya bertanya.

"Akun medsos cewek di auditorium tadi. Nyari di Fatbook, Switter bahkan Outstagram, gak nemu-nemu," keluh Alan seraya jempolnya masih menggeser tak mau diam.

"Kamu bodoh atau gimana? Kamu kan tidak tahu namanya. Tahu pun belum tentu dapat," cibir Odi.

Aktivitas Alan terjeda, perhatiannya kini beralih pada pemuda yang sewaktu kecil sering bermain petak umpet dengannya. Dan tak pernah sekali pun ia gagal menemukan tempat persembunyian Odi. Itulah alasan Alan cukup percaya diri, ia merasa punya insting seorang detektif.

"Ya makanya gue stalking akun sekolah, siapa tahu dia follow. Cewek kan biasanya pasang muka sendiri tuh. Who knows?" dalih Alan.

"Yang penting kamu tahu batas, Lan. Kamu tidak berniat menjadi penguntit yang terobsesi, kan?"

"Penguntit? Terobsesi? Ya ngga lah! Gue masih waras."

"Kalau begitu silakan lanjutkan kegiatan tak berfaedahmu itu."

"Eh, jangan bilang gitu dong! His name is also effort. Tolong hargain!" (Namanya juga usaha.)

Odi sedikit terkekeh. "Iya-iya."

Melihat tukang sate keliling sudah keluar kandang dan melintas di depan rumah, mata Odi refleks mengecek langit di atas teras. Warnanya sudah didominasi spektrum oranye, pertanda matahari mulai terbenam sedikit demi sedikit.

LINKED; || bertautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang