•••
"Jika cinta romantis adalah hubungan yang diikat dengan benang merah, hubungan antara orang tua dan anak diikat dengan rantai yang kaku. Dan hanya gunting kecil yang kau punya."
6.
179... 180... 181...
Kaki pemuda yang mulai membiasakan dirinya dipanggil Odi menapak anak tangga satu demi satu. Hitungan itu terus berlanjut dalam hati.
Pelipisnya telah basah akibat peluh, napasnya sedikit memburu. Mengingat fisiknya belum prima betul, beberapa kali ia berhenti untuk mengatur napas. Akhirnya pada pijakan ke-210, tak ada lagi anak tangga yang tersisa.
Sesampainya di rooftop gedung berlantai 15 yang terbengkalai, Odi menarik napas dalam-dalam lalu melepaskannya ke udara. Senyum bangga menghiasi bibirnya.
Tanpa banyak berpikir, dicarinya tempat bagus untuk sekedar duduk menikmati sentuhan lembut angin sekaligus menyaksikan pemandangan kota. Anggaplah dirinya tengah berfotosintesis mumpung cuaca sedang cerah-cerahnya.
Hanya itu satu-satunya alasan Odi menaiki bangunan kosong ini. Ia butuh udara segar, tak lebih.
Dua minggu hampir berlalu sejak kepulangannya dari rumah sakit, namun baginya tak banyak yang berubah. Ibu protektif, batasan-larangan, dan obat pahitnya masih sama. Belum lagi Odi masih fase menyesuaikan diri yang ternyata tak semudah ia duga. Pada orang-orangnya, lingkungannya, bahkan udaranya.
Begitu menyesakkan bagaimana Odi terus-menerus disuruh istirahat. Sesekali dirinya diperlihatkan foto masa kecil, tapi baginya itu tak akan pernah membantu. Bukankah sejak awal ingatannya memang kosong? Dan jujur saja, Odi tak tahu jalan pikiran wanita yang mengaku ibunya itu. Ia merasa dilindungi tapi di saat yang sama pergerakannya juga dibatasi.
Inilah hari perdana pemuda berlesung pipi itu bisa melewati pagar rumah. Biasanya Odi hanya berkeliaran di sekitar pekarangan yang ditanami beragam jenis bunga jika suntuk di dalam kamar.
Demi memperoleh izin jalan-jalan ke taman terdekat, Odi membutuhkan tiga hari penuh untuk membujuk Nara. Lalu satu hari tambahan untuk menyakinkannya bahwa tak masalah baginya sendirian saja.
Awalnya Odi hanya berniat mengitari taman atau duduk di sekitar danau buatan, namun mendapati banyak realitas asing yang entah pernah ia alami atau tidak membuat suasana hatinya mendadak sendu. Keramahan, piknik keluarga, dan es krim adalah contohnya.
Selang beberapa lama hanya melangkah tanpa arah, di kejauhan ia melihat sebuah bangunan tua yang terlihat seperti proyek gagal. Desain gedung itu mengingatkan Odi pada permainan balok susun, bertumpuk dan ramping.
Terbesitlah ide nyeleneh di kepalanya saat itu juga. Sepanjang tak ada yang tahu, menurutnya bukanlah masalah jika naik sebentar. Toh ia juga bukan tipe yang takut hal berbau horor seperti hantu atau semacamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINKED; || bertautan
General FictionDisebabkan kecelakaan ketika berumur sembilan, Darius Odiseta terbaring di atas ranjang selama tujuh tahun. Saking tak adanya harapan siuman, keluarga yang menunggu dihinggapi rasa putus asa. Di tengah kebimbangan mengikhlaskannya pergi demi kebaika...