12; mad brother

130 59 2
                                    

Vote dulu atuh sebelum dibaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dulu atuh sebelum dibaca!

•••


12.

Langit menggelap seutuhnya menandakan malam telah tiba. Selesai berdoa, baik Nara dan Odi mulai melahap hidangan yang tersedia di atas meja.

"Mukanya kok ditekuk gitu?" tanya Nara, menyadari suasana hati anaknya agak muram dari yang biasanya cuma datar. Anggap saja ini insting seorang ibu mengingat jika orang lain tak akan merasa ada yang aneh.

Odi hanya menimpali dengan gelengan lemah pertanyaan itu.

"Pasti tentang Alan, yah?" tebak Nara. Karena tepat sasaran, Odi mengira Nara mampu menebak isi pikirannya.

"Bagaimana ibu bisa tahu?"

"Sepulang kerja ibu dapat pesan dari Alan, katanya sempat mampir ke sini."

"Oh, jadi dia punya nomor ibu?"

"Tentu saja. Alan tak pernah absen menanyakan kabarmu."

Merasa tak punya alasan menutup mulut, disela-sela makannya, Odi mulai bercerita tentang bagaimana manusia hiperaktif bernama Alan muncul dan langsung memberi pelukan. Ia mengaku sebagai teman baiknya.

Odi tentu tak punya clue sama sekali. Meski dikata harus mempertahankan statusnya sebagai orang yang amnesia, memang ia tak kenal. Alhasil senyum kebahagiaan Alan seketika memudar berganti canggung begitu Odi melontarkan kalimat, "Maaf, saya tidak ingat kamu."

Sedikit kikuk, mulailah Alan menjelaskan siapa dirinya dan apa hubungan mereka di masa lalu. Di akhir kalimat, Alan mengaku shock Odi benar-benar lupa ingatan seperti kabar yang disampaikan Nara.

Matahari nyaris tenggelam, percakapan mereka tak sampai sepuluh menit ketika tamu dadakan itu pamit undur diri. Alan berkata tujuannya cuma ingin melihat Odi, tidak lebih. Sebelum pergi, ia berjanji akan datang lagi.

"Apa kamu tidak senang Alan datang?" ujar Nara selepas Odi meyudahi ceritanya.

"Bukan begitu. Mengetahui aku punya teman sebenarnya hal yang baik."

"Lalu kenapa mukamu suntuk begitu?"

Odi membuang napas pendek sebelum menjawab.

"Semisal orang yang dulunya begitu dekat bersikap tidak kenal, siapa pun pasti kecewa. Aku melihat kekecewaan itu persis di wajah Alan tadi. Bukan pertama kali aku melihat ekspresi seperti itu. Aku juga melihatnya dari ibu waktu di rumah sakit. Aku merasa bersalah sekarang karena ternyata telah menyakiti perasaan orang-orang tanpa sadar."

"Ini bukan salah siapa-siapa, nak. Kamu tidak ingat ibu juga bukan salahmu."

Menaruh sendok yang dipegangnya, Nara meraih tangan kiri Odi, bermaksud menenangkan. "Kita bisa makan di meja yang sama seperti ini saja ibu sudah sangat bersyukur. Rasanya ibu tak bisa minta apa-apa lagi."

LINKED; || bertautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang