4. Tidak punya hati

3.8K 764 4.5K
                                    

Haiii apa kabar eperibadi~👋

Semoga gak bosan ya sama cerita ini. Btw mulai dari part ini kita kedatangan karakter baru nih. Hihihi.

Ekstrovert vs anti sosial = ....

Coba absen siapa yang selalu nantikan updatean Skara?

Happy reading~

***

“Skay, lo gak ikut MPLS dua hari anjir!” bisik Cici dengan rambut dikuncir dua berpita merah. Seragam yang ia kenakan adalah seragam putih biru dari sekolah menengah pertama lalu. Seketika ia sangat bersyukur tidak langsung menyumbangkan seragamnya ke orang lain.

Skaya mengangguk samar, sejak pagi pikirannya selalu melayang entah ke mana. Tetapi tetap saja dia menyempatkan diri menjawab. “Gue tau. Cuma disuruh bawa peralatan kebersihan doang sebagai gantinya.”

Cici seketika mencebikkan bibir sembari menyandarkan kepalanya di pundak sahabatnya. Tatapannya tertuju pada podium, di mana salah satu lembaga kesehatan yang diundang oleh sekolah tengah memberikan sosialisasi bagi seluruh murid baru.

“Tau gak, sejak lo masuk kakak OSIS pendamping kelas kita sering natap elo?” Cici yang kebosanan memainkan jemari Skaya dan mau tak mau menggoda. “Bisa nih Skay, dimasukin kandidat calon pacar.”

“Yeu, gue bukan elo, buaya betina!” Skaya menabok pelan kepala Cici yang masih bertengger di bahunya.

“Hidup cuma sekali mari kita happy-happy.” Cici tertawa konyol. Dia mengusap pipinya ke pundak Skaya lalu mendengus samar. “Pasti karena Skara, kan?”

Sudut bibir Skaya terangkat. Dia tahu ke mana arah topik mereka akan tertuju.

“Udah gue bilang, Skay, dia itu gak becus jadi kembaran elo. Dia jahat, nyebelin, egois! Pengin gue cekik saking gemesnya!” kata Cici dengan gigi bergelatuk. Jelas terlihat seberapa banyak emosi yang ia tahan. “Tapi yang lebih buat gue gemes, kenapa lo selalu diem aja?”

Ya, kenapa?

Skaya merenungi kalimat terakhir sahabatnya. Skara adalah kembarannya. Meski dingin dan terlihat membencinya, dia memiliki kondisi yang buruk. Skaya tahu bagaimana protektif keluarganya dalam merawat Skara.

Jika Skaya dibiarkan sebebas-bebasnya, maka Skara dirawat seerat-eratnya.

Skaya awalnya iri dengan Skara yang selalu mendapatkan perhatian penuh dari Nenek Naya, Ayah serta Bunda. Apa lagi mengetahui Skara diam-diam selalu menggagalkan keinginannya lewat perantara Bunda. Tetapi lambat laun, Skaya sadar bahwa tidak ada gunanya memiliki sifat kompetitif dengan saudaranya sendiri sehingga dia berusaha menekan rasa irinya dengan kasih sayang untuk kembarannya.

Melihat Skaya terdiam lama, Cici menelengkan kepala sambil bertanya penasaran, “Skay, dari dalam lubuk hati lo, apa sih kemauan lo?”

Mata Skaya mengerjap. Kemauan? Dia cuma mau mendengar bahwa Bunda dan Ayah menyayanginya. Itu cukup.

***

Kesepian ekstrim itu menakutkan. Ia akan menggerogotimu perlahan-lahan hingga dirimu merasa kamu bukanlah bagian dari dunia ini. Sunyi, sesak yang tak tahu dari mana asalnya, bahkan mati rasa yang menyelimuti. Untuk Skara, dia rela menerima semua itu, asal kembarannya selalu di sisinya. Mereka adalah kembar, yang mana jiwa mereka terhubung satu sama lain. Skara merasa hanya melihat sosok kembarannya, dia merasa hidup.

Yang Skara tidak habis pikir, mengapa Skaya selalu ingin menjauh darinya. Gadis itu bahkan rela merantau ke luar kota yang tak pernah mereka kunjungi hanya untuk menjauh darinya! Itu sesuatu yang berlebihan. Rasa ingin mengendalikan bergejolak dalam benak Skara, tetapi dia merasa hal ini salah. Dia tidak ingin hubungannya dengan Skaya semakin renggang.

SKARA : Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang