Denada duduk menunggu di ruang tamu sejak beberapa menit yang lalu. Kata Verana, Skara saat ini masih persiapan sehingga mau tak mau Denada harus menunggunya selesai. Sekarang jam menunjukkan pukul 15.35, yang berarti dia harus memulangkan Skara sebelum pukul 19.00. Ini merupakan tanggung jawab besar bagi Denada dalam menjaga kepercayaan Verana.
Gadis itu memakai pakaian lebih rapi daripada biasanya. Tidak seperti sebelumnya yang suka mengenakan celana jeans dan kaos oblong, ia kini mengenakan midi skirt biru dengan tanktop dilapisi sweater croptop berwarna putih. Rambut hitamnya yang sering dicepol asal kini tergerai indah menutupi punggungnya. Ada lapisan make up tipis yang menghiasi wajahnya. Sangat jarang menemukan Denada dalam kondisi rapi seperti ini, bahkan Verana cukup terkejut melihatnya berdandan.
"Ayo."
Sontak Denada mendongak, menatap Skara yang dari ujung kaki sampai kepala berwarna hitam. Sudut bibirnya berkedut dan mau tak mau mencibir, "Mau melayat ke mana lo? Ganti, ganti."
"Bunda setuju sama yang dikatakan Nada. Ganti baju yang cerah sana. Kalau gak salah Bunda simpen di bagian bawah lemari, ada kaos putih." Verana mendorong Skara kembali ke kamarnya, mengabaikan ekspresi rumit laki-laki itu. Sedangkan Denada terkikik, agak lucu melihat Skara tak berdaya menghadapi dia dan Verana.
Sepuluh menit kemudian, Skara kembali mengenakan kaos putih yang dikatakan Verana tadi. Denada mengulum bibirnya, menahan senyum yang hendak mekar. Dibanding hitam, Skara lebih baik mengenakan pakaian cerah seperti ini. Meski gerakan laki-laki itu terlihat canggung.
"Ganteng banget anak Bunda. Bunda udah transfer uang buat kamu latihan di golf club ke kartu yang kamu pegang, ya, Skar." Verana mendengus puas sambil mengelus kepala Skara. Dia lalu melirik Denada. "Nada, Tante titip Skara, ya? Jaga dia baik-baik. Oh, ya. Tante udah siapkan obat Skara di sini. Kalau terjadi apa-apa sama Skara, coba kasih dia minum obat sambil telepon ambulans."
"Bunda...." peringat Skara lemah. Dia tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil, tapi bundanya itu selalu mengabaikannya dan merasa tindakannya selalu benar.
Denada segera menerima tas kecil berisi obat Skara sembari mengangguk patuh. Dengan hati-hati dia memasukkan benda itu ke totebag hitamnya, membuat Verana semakin tenang membiarkannya menemani Skara di luar. Wanita itu mengamati kedua remaja itu berjalan keluar hingga berhenti di sebuah sepeda motor biru.
"Tolong pegangin totebag gue, dong." Denada memberikan totebag hitamnya kepada Skara. Sebelum laki-laki itu menerimanya, dia mengubah idenya dan membantu Skara menenteng totebag tersebut ke bahunya. Sambil tersenyum geli, Denada menepuk pundak Skara. "Dipake aja totebagnya, cocok kok."
Skara terdiam, melirik totebag yang tergantung di antara lengannya dengan kerutan samar sebelum melihat Denada yang kini telah menghidupkan motor scoopynya. "Pergi dengan motor?"
"Iyalah! Gue gak bisa bawa mobil. Lagian Bunda lo udah izinin kok gue boncengin lo." Terdiam sepersekian detik, Denada langsung menambahkan, "Lo takut jatuh? Tenang aja. Gue udah punya SIM C, kok!"
Skara memiringkan kepala. "Lo udah umur 17?"
Senyum Denada membeku ketika usianya disebutkan. Dia melirik Skara dari sudut mata, mendapati sudut bibir laki-laki itu terangkat seolah telah mengetahui suatu lelucon. Buru-buru gadis itu berdeham menutupi rasa malunya. "Yaa... emang kenapa? Lo sama gue cuma beda setahun, kan? Jangan belagak umur kita beda belasan tahun!"
"Tapi saat gue belum lahir, lo mungkin udah bisa berjalan." Skara masih setia berguyon yang membuat Denada semakin malu.
Ah, umur sialan! Baru kali ini dia merasa insecure dengan umurnya yang lebih tua dibanding Skara. Batinnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKARA : Why Me?
Novela Juvenil"Gue dan Skaya kembar. Kembar harus merasakan hal yang sama, kan?" **** Skara Agnibrata, cowok yang terlahir dengan kondisi sindrom jantung kiri hipoplasia, membuat fisik dan kondisinya lemah tidak seperti anak-anak pada umumnya. Karena penyakitnya...