23. What a mess

2.1K 250 92
                                    

Meskipun tidak ada sesuatu yang menarik dari ponselnya, Skara tidak mengalihkan tatapan darinya. Punggungnya bersandar malas pada kursi, membuka aplikasi yang terinstal di benda pipih itu bolak-balik.

Terkadang dia akan menyahuti cerita Verana lalu diam-diam melirik kembarannya yang menyandarkan kepala ke jendela tanpa ikut menimbrungi pembicaraan. Keduanya duduk di jok belakang. Dengan penampilan Skaya yang berubah total, keduanya terlihat sama persis. Yang membedakannya hanyalah ekspresi Skaya jauh lebih lembut dibanding Skara.

Topik pembicaraan tiba-tiba beralih dan menarik Skaya untuk berbicara.

"Oh, ya, Skay, gimana sekolah itu? Nyaman buat kakakmu, kan?" tanya Verana sambil membalikkan badan agar dapat melihat kembaran tersebut.

"Iya, Bun, bagus, fasilitasnya lengkap dan teman sekelasnya juga pada asyik."

Verana sepertinya melupakan sesuatu saat bertanya lagi, "Terus, teman sekamar Skara gimana?"

Skara mendongakkan kepala dari ponselnya. Bertepatan dengan itu, tatapannya beradu dengan milik Verana di spion. Wanita itu sepertinya baru menyadari kesalahan dari pertanyaannya sehingga langsung melirik reaksi Skara. Benar saja, anaknya itu langsung menatapnya tajam. Buru-buru Verana melengos, berusaha mengabaikan tatapan tak bersahabat dari Skara.

"Baik banget. Dua orangnya punya selera humor yang bagus dan agak nggak jelas. Yang satunya... dingin, cuek gitu."

Skara menggertakkan gigi. Tiga orang! Ternyata sebanyak itu roommate-nya. Bagaimana bisa Skaya berbaur dengan mereka selama 24 jam? Sebagai seorang gadis, Skaya seharusnya takut, bukan? Mengapa malah senyuman lembut yang terukir di bibirnya?

Memikirkan ini, Skara khawatir, meski dia sendiri tidak tahu perasaan aneh apa yang mengalir di setiap sendinya saat ini.

"Pergaulan mereka enggak bebas, kan?" timpal Wiro.

Dengan cepat Skaya mengangguk semangat. Sepertinya sangat suka membicarakan orang-orang itu. "Mereka bersih!"

Entah kenapa Skara semakin kesal. Meski Skaya memiliki banyak teman, kebanyakan darinya adalah sesama gadis. Dia tidak pernah mendengar Skaya dekat dengan satu pun laki-laki. Ada rasa krisis samar dalam hatinya dan mau tak mau bertanya sambil menatapnya, "Ada yang tahu kalau lo cewek?"

Gadis itu membalas tatapannya dengan cengiran. "Enggak ada."

Skara mendengkus pelan, memutuskan memejamkan mata dan mengistirahatkan pikirannya yang berkecambuk dengan berbagai hal. Mendengar suara Verana, diam-diam laki-laki itu menggertakkan gigi sambil mengepalkan tangan. Sudah berapa kali dia dibohongi Verana? Seharusnya dia tahu sejak awal jikalau sangat mustahil Lesmana memberikan keistimewaan kepadanya!

Skaya masuk ke sekolahnya. Lalu bagaimana dengan sekolah Skaya? Seharusnya Skaya akan mendapat peringatan jika tidak masuk sekolah begitu lama bukan?

Hampir tiga jam mereka habiskan di jalan hingga akhirnya sampai di Bandung. Skara menatap sosok Skaya yang keluar lebih dahulu dan segera ditarik neneknya, mau tak mau sudut bibirnya berkedut melihat Nenek Naya memperlakukan Skaya sebagai dirinya. Mendekati mereka, dia bisa merasakan kecanggungan gadis itu.

"Skaya apanya! Kamu kira, bisa bohong ke Nenek? Kamu Skara, kok."

"Aku—"

"Nenek."

"Ini kenapa ada dua Skara?" Dengan kerutan dalam di keningnya, Nenek Naya bertanya heran sambil memperbaiki letak kacamatanya. Dia melirik Skaya dan Skara bergantian sambil menyipitkan mata.

Suara Verana terdengar mendekat. "Yang Ibu pegang itu Skaya. Yang ini baru Skara," katanya menjelaskan sambil merangkul Skara. Namun Skara dengan terang-terangan menarik tangannya, seolah menghindarinya, membuat wanita itu membeku sejenak.

SKARA : Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang