8. How to be closer

2.4K 550 184
                                    

"SKARA!" Denada dengan tak sopan menggedor pintu rumah Skara berulang kali. Dia mendapat pesan dari Verana bahwa untuk siang sampai sore ini Skara akan sendirian di rumah karena wanita itu sibuk membantu suaminya di kantor.

Mengetahui kesempatan emas ini, Denada bergegas setelah pulang sekolah—bahkan melewatkan makan siangnya di rumah. Dia memiliki rencana indah yang harus terealisasikan hari ini bersama Skara dan di dalam otaknya sudah tergambar peta perencanaan yang terorganisir dengan baik. Saking tenggelam dalam pemikirannya, gadis itu jadi tidak menyadari pintu di hadapannya telah terbuka sedangkan tangannya masih sibuk mengetuk udara kosong.

"Ska—" Mulut Denada kembali terbuka untuk memanggil, tetapi saat dia menoleh, sang pemilik nama sudah berdiri di depan sambil memegang gagang pintu.

Hari ini laki-laki itu mengenakan sweater navy dengan bagian lengan yang ditarik hingga siku, memperlihatkan lengan putih pucat yang mulus. Sorot mata monolid Skara pun tertuju padanya seolah tengah melihat orang idiot yang nyasar.

Menutupi kecanggungannya, Denada berdeham keras. "Ekhm. Hai, Skaraa!"

Tanpa menanggapi, Skara berbalik masuk ke rumah, membiarkan Denada celangak-celinguk di ambang pintu. "Gue masuk, ya."

Permintaan izinnya percuma, sebab sejak tadi dia sudah melepaskan sepatu dan bergegas mengekori ke mana Skara pergi.

Semakin masuk ke dalam, Denada disambut oleh aroma wangi masakan yang tidak menyengat. Dia mengendus pelan, mengikuti aroma tersebut berasal dan melihat punggung Skara di dapur tengah mengaduk isi panci di atas kompor. Mata gadis itu melebar, berjalan mendekat dengan hati-hati sembari melirik beberapa hidangan di atas meja makan. Sudah ada tiga porsi makanan di sana yaitu capcay, semur daging sapi dan sayur bening.

"Lo bisa masak, Skar?" tanya Denada cukup penasaran, jelas tidak pernah terbayangkan olehnya seorang Skara yang acuh tak acuh berani terjun ke dapur. Gadis itu bersandar di pantri yang membatasi ruang dapur dengan ruang makan, masih menonton gerak-gerik Skara yang kini memotong-motong berbagai buah dan dimasukkannya ke dalam mangkuk kaca sebelum menuangkan yoghurt ke dalamnya. "Atau lo cuma panasin masakan Tante Verana?"

"Masalah?" Bibir tanpa warna Skara bergerak, membawa sepiring nasi dengan semangkuk salad buah ke meja makan. Skara duduk di salah satu kursi, mengisi piringnya dengan berbagai lauk pauk dan memakannya dengan tenang.

Meski tidak menunjukkan bagaimana rasa makanan tersebut, Denada yakin rasanya pasti sangat enak, membuat perutnya keroncongan. Dia menutup perutnya dengan bibir mencuat kesal. Kali ini benar-benar berpikir Skara menyebalkan karena tidak menjamu tamu dengan baik.

Melangkah mendekat, Denada tertawa tanpa malu dan duduk di depan Skara. Sangat kentara ada maunya. "Skara, lo bisa habisin semuanya?"

"Simpen. Malem panasin lagi."

Senyum Denada membeku. "Tapi pasti rasanya gak seenak sekarang. Nanti mubazir, loh." Berpikir Skara akan peka, dia tersenyum cerah. Namun laki-laki itu hanya meliriknya sekilas lalu lanjut menyuapi makanan ke mulutnya sendiri tanpa memberikan kepastian, membuat kesabaran Denada yang sebenarnya setipis tisu benar-benar koyak. "Argh! I don't fucking care! Lo gak nawarin gue ikut makan gitu, Skar? Gue tamu, loh."

"Jadi?" Skara bersandar ke punggung kursi dengan satu tangan masih memegang sendok. "Tamu bukan raja yang wajib dilayani."

"Minimal tawarin makan kek, gue rela lari ke sini demi temenin lo dan lewatin makanan di rumah kakak gue." Denada awalnya duduk lesu seketika menatap Skara berbinar ketika mengerti maksud kalimat terakhirnya. "Eh bentar. Maksud lo, kalau gak wajib dilayani, gue bisa ambil sendiri?"

Akhirnya ada ekspresi persetujuan di wajah Skara membuat Denada memekik senang dan berlari ke dapur untuk mengambil peralatan makan dan nasi dari rice cooker. Tingkahnya membuat Skara mau tak mau mencemooh, "You're such an idiot."

"Gue emang bego bahasa Inggris tapi gue ngerti kata terakhir elo, Skara!"

***

Apa yang lebih menyenangkan selain perut terisi penuh dengan makanan enak? Untuk saat ini Denada merasa belum ada yang mengalahkannya. Setelah puas makan dan membantu Skara mencuci piring kotor, dia kini merebahkan diri di sofa ruang tamu.

Ya, lagi-lagi dia terjebak di ruangan ini bersama Skara yang sibuk membaca buku sambil menyemil salad buahnya. Dibanding Skara, Denada terlihat seperti pemilik asli rumah ini. Tanpa ada kecanggungan, ia masuk mengambil segelas air sampai-sampai menonton siaran di televise ruang keluarga. Hanya ketika bosan, dia akan kembali ke ruang tamu untuk merecoki Skara.

"Ah, Skara! Gue dateng buru-buru tadi karena mau ajakin elo jalan-jalan!" Denada duduk bersila di atas sofa sembari bertepuk tangan heboh, diam-diam merutuki dirinya karena melupakan tujuan utamanya datang hari ini. "Semingguan lo cuma di dalem rumah pasti bosen, kan? Gue bisa bawa lo kemanapun selama bukan ke alam maut."

"Gak bisa." Skara menyahuti tenang.

"Kenapa?" Denada memukul pahanya, mengekspresikan ketidakpuasannya. "Lo takut nyokap lo gak izinin? Aelah, Skara, aman sama gue mah. Nyokap lo pulangnya malem, kita bisa keluar tanpa diketahui beliau!"

Skara mengangkat kepala, menatapnya dengan sudut bibir terangkat tak acuh. "Di depan dan belakang rumah ada CCTV."

Mulut Denada masih terbuka untuk usaha membujuk Skara, namun terhenti saat mendengar kalimat Skara itu. Hatinya seperti tersambar petir, membuat tubuhnya membeku dengan mata melotot lebar. CCTV! Orang tua Skara tidak benar-benar strict parents, kan? Tapi tidak mungkin hanya keluar sebentar Skara akan dimarahi? Denada masih berusaha berpikir positif.

"Cuma sebentar kok. Kita mampir minum es kepala, gimana?" Denada mengatupkan tangan dengan binar di matanya. Sayangnya yang dia dapatnya hanyalah gelengan tegas dari Skara. Padahal Denada hanya ingin Skara melihat dunia luar yang sibuk, tidak sekadar berpaku pada kalimat monoton dalam buku. Selama berinteraksi dengan Skara, Denada cukup penasaran apakah laki-laki itu tidak pernah bosan membaca buku dan lingkungannya terbatas dalam rumah.

Skara melengos begitu merasakan tatapan familier dari gadis itu. Tidak ada fluktuasi dalam hatinya mendapati tatapan kasihan darinya. Dia sudah terbiasa, bahkan hampir dalam tahap muak. Tidak pernah ada orang yang menatapnya tulus dan kagum, seperti Skaya yang selalu bersinar di tengah-tengah orang yang bangga padanya. Apakah Skara tidak layak untuk mendapatkan semua itu? Jari-jarinya bergerak perlahan, seolah tengah merasakan sesuatu di sana.

"Hei," panggil Skara pelan, menarik perhatian Denada yang kembali terbaring lesu di sofa.

"Apa?"

Buku dalam genggaman Skara tertutup, menunjukkan bahwa dia ingin berbicara dengan serius. "Lo akrab sama kakak perempuan lo?"

"Iyalah! Namanya saudara sedarah. Ya, meskipun sering berantem sana-sini, marahan berabad-abad, tapi gak bakal ada jarak diantara kita." Denada menyengir lebar, matanya pun tertuju pada foto keluarga di dinding. "Lo juga punya saudari, pasti kalian akrab banget apa lagi kembar. Keliatannya hubungan kalian lebih baik dari gue sama kakak—"

"Gimana caranya akrab sama saudari lo?" Pertanyaan Skara memotong sekaligus membungkam kalimat panjang lebar Denada hingga sukses membuat gadis itu melongo tak percaya dan bangkit dari rebahan malasnya.

"Skar... lo...?"

Skara menatapnya serius. "Gimana caranya?"

Banyak pertanyaan yang ingin Denada layangkan saat ini. Apa maksud Skara menanyakan hal itu? Apakah hubungan harmonis di foto keluarga yang terpajang itu hanyalah ilusi semata? Dan ia melupakan satu hal. Di mana keberadaan kembaran Skara itu? Seminggu datang ke rumah ini, ia belum pernah melihat batang hidungnya sedikitpun.

"G-gue..." Denada menyadari suaranya serak sehingga segera berdeham dan kembali menjawab dibawah tatapan laki-laki itu. "Gue sering usilin dia. Kadang gue juga suka bersikap manja, misalnya minta dibeliin makanan, peluk, sampe tidur bareng."

Kening Skara mengerut dalam. Cara yang disebut Denada sangat mustahil dia lakukan. Skara sadar diri bahwa ia tidak mampu melakukannya sebab hubungannya dengan Skaya benar-benar ada di tahap kaku. Bahkan sekadar saling bertatapan, Skaya akan segera menarik pandangannya ke arah lain dengan canggung. Walaupun jelas, semua itu adalah buah dari kesalahan yang dia perbuat.

TBC

January 7, 2023.

Jangan lupa vote + komen ya. Aku usahain update lancar♡

See you next part!

SKARA : Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang