6. Denada & luka

2.9K 606 231
                                    

"SIANG SKARAAA!!!"

Suara melengking di tengah hari itu mengambil atensi Skara yang baru saja menyelesaikan pelajaran dengan tutornya. Posisinya saat ini berada di ruang tamu sembari duduk di atas lantai beralaskan karpet berbulu. Meja kaca berkaki pendek di depannya penuh dengan buku-buku pelajarannya. Kedua alisnya berkerut hingga menjadi satu. Meski dia tidak mengamati dengan baik saat bundanya membawa gadis aneh itu ke rumah, namun tetap saja suara gadis itu sangat menjengkelkan sehingga dapat melekat dalam ingatan Skara.

"Teman?" Tutor Skara adalah seorang pria berusia diawal 30 tahun. Dia melangkah mendekati jendela untuk mengintip sosok di luar sana. Tatapannya beralih pada Skara yang kini menumpukkan buku-buku menjadi satu. Dia dapat melihat raut tidak menyenangkan remaja itu, membuatnya mengekeh pelan. "Sangat bagus menjalin relasi sejak muda. Meski terbatas, gunakan kesempatan yang ada itu."

"Bukan teman saya," balas Skara datar. Itu adalah fakta. Jangankan berteman, mengingat namanya saja tidak Skara lakukan. Dia tidak menganggap keberadaan orang asing itu sesuatu yang spesial.

Tutornya menggeleng pelan, menepuk pundak remaja itu beberapa kali sembari tersenyum hangat. "Nilai-nilaimu semakin bagus. Cari topik yang tidak kamu mengerti dan kita akan membahasnya pada pertemuan berikutnya. Sampai jumpa, Skara."

Dari tempatnya berada, melalui jendela, Skara dapat melihat tutornya berhenti sementara waktu di teras untuk mengobrol dengan gadis di luar sebelum pergi setelah tertawa. Tanpa sadar remaja laki-laki itu mendengus pelan. Gerakannya menutup buku semakin cepat.

"Hai, Skara!" Gadis yang Skara kira masih berada di teras itu tiba-tiba muncul lalu mendudukkan diri tanpa izin di sofa sebelahnya. Wajahnya berseri-seri melihat Skara, meski laki-laki itu tidak menolehkan kepala ke arahnya sedetikpun. "Selesai pulang sekolah gue langsung dateng ke rumah elo. Lihat, betapa berdedikasinya gue sebagai teman!"

Awalnya Skara ingin mengabaikannya seperti biasa, namun sialnya matanya malah menangkap kejanggalan pada tubuh gadis itu. Mungkin karena tatapan Skara begitu lama di lengannya, Denada jadi menyadari keheranan laki-laki itu lalu mengelap darah yang terus keluar dari lukanya. "Sorry, lo gak fobia darah, kan? Tadi gue jatuh waktu naik sepeda sepulang sekolah. Niatnya bersihin luka gue dulu pake alkohol, tapi gak mau berhenti-henti darahnya. Jadi gue ke sini deh mau minjem es batu. Ada gak, Skar?" tanyanya santai sambil mengelap lukanya dengan tisu.

Tatapan Skara masih tertuju lurus pada lengan gadis itu yang terus mengeluarkan darah—meski gadis itu telah membersihkannya berulang kali. Sepintas ada riak heran melintasi matanya. Luka dari darah gadis itu tidak berhenti mengalir, mengingatkannya akan pertemuan pertamanya dengan Denada.

"Denada?" Verana ke ruang tamu karena mendengar suara gadis itu. Tidak seperti Skara yang membungkam, wanita itu malah panik melihat lengan Denada terus mengalirkan darah. "Itu kenapa?!"

Denada menyengir lebar. "Jatuh tante. Pinjem es batu dong, Tan."

Verana menggeleng tak habis pikir. "Cepet ikut Tante!"

Sebelum mengekori Verana, Denada menyempatkan diri menatap Skara sambil mencebikkan bibir, mengejek.

Denada berjalan keluar dari dapur dengan beberapa kotak es batu dalam sebuah mangkuk dan selembar kain. Verana ternyata cukup sibuk sehingga setelah memberikan es batu, dia pergi menerima telepon. Jadi sebelum kembali ruang tamu, dia sengaja memperlambat langkahnya untuk melihat-lihat rumah Skara dengan teliti.

Meski sudah beberapa hari dia bermain di rumah ini, dia hanya bisa mengintil kemanapun Skara pergi. Sayangnya laki-laki itu hanya duduk di ruang tamu sambil membaca buku hingga berjam-jam sampai waktu dirinya pulang—membuat Denada tidak bisa melihat-lihat isi rumahnya. Denada jadi curiga Skara sengaja melakukannya agar dia tidak berkeliaran bebas di rumah ini.

SKARA : Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang