22. Can't control

2.9K 371 78
                                    

Operasi transplantasi jantung Skara berjalan dengan lancar. Dalam masa pemulihan, makanan Skara diatur khusus oleh dokter gizi. Diet makanan yang disarankan dokter tidak jauh berbeda dari makanan yang selama ini Skara makan.

Kesehariannya di rumah sakit adalah makan, tidur dan berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Setelah diperbolehkan pulang, Skara hanya akan melakukan olahraga ringan yang dianjurkan dokter. Tidak ada yang begitu istimewa hingga akhirnya dia mendengar sesuatu yang telah Verana sembunyikan darinya sejak lama.

"Skaya menggantikan kamu sementara waktu di Lesmana."

Buku di tangan Skara terjatuh. Dia menoleh menatap Verana kosong. Skaya menggantikannya? Bagaimana bisa?

"Bunda bercanda?" tanyanya dengan kekehan garing. Perlahan ada rasa marah membara dalam dadanya.

Tetapi yang ia dapati adalah gelengan tegas dari wanita itu. "Bunda serius. Sudah lebih dari dua bulan Skaya di Lesmana. Kamu gak perlu khawatir, sejauh ini dia gak membuat kerusuhan atas nama kamu."

Verana kira Skara akan marah—atau mungkin bersikap acuh tak acuh—tetapi dia malah melihat laki-laki itu tanpa sepatah kata pun bangkit menuju kamarnya dan menutup pintu sebelum Verana bisa mengikutinya masuk.

"Kamu ngapain?" tanya Verana entah kenapa panik sambil menggedor-gedor pintu.

Setelah beberapa saat, pintu terbuka, menampilkan sosok Skara yang berpakaian rapi. "Pergi."

Skara mengenakan jaketnya tanpa melirik Verana sedetik pun. "Telepon Skaya suruh dia keluar. Aku bakal masuk sekolah hari ini," katanya sambil berlalu menuju depan rumah.

"Gak! Kamu masih dalam proses rehabilitasi, Skara!" Verana menarik tangan Skara sebelum dia bisa melewati pintu utama, menahannya agar tidak pergi. Mata wanita itu memerah, memandang Skara dengan tatapan memohon. "Skaya baik-baik aja di sana. Kamu gak perlu khawatirin dia!"

"Siapa yang khawatir?!" balas Skara tajam. Dia melirik Verana dengan kekecewaan meluap dari matanya. "Bunda bilang Skaya udah balik ke Surabaya. Nyatanya apa? Dia jadi aku di Lesmana?! Bunda pikir hal ini mainan?"

"Lalu Bunda harus gimana, Skar? Kamu mati-matian masuk sekolah itu ditengah penyakitmu. Kata dokter kamu gak boleh dirangsang apapun agar kondisimu gak memburuk. Bunda lakukan semua ini cuma buat kamu!"

"Dengan gunain Skaya?" bisik Skara lirih.

"Skaya ikhlas gantiin posisi kamu sementara waktu, kok."

"Jadi... dia tinggal bareng cowok selama dua bulan ini?"

Tidak ada sahutan dari Verana untuk sementara waktu. Skara menoleh, menatap Verana yang menunduk. Entah kenapa firasat buruk menghantuinya tiba-tiba. "Bunda?"

"Skaya tinggal sendiri." Ketika laki-laki itu mengurangi kewaspadaannya, Verana menariknya kembali ke ruang tamu. Ekspresinya menjadi lembut saat berhadapan dengan Skara. "Kamu gak perlu khawatirin apapun. Fokus pulihin diri dengan begitu Skaya bisa menyelesaikan tanggung jawabnya menggantikan kamu."

Duduk dengan muram, pikiran Skara melayang. Jika Skaya menggantikan posisinya, kemungkinan besar gadis itu menyamar menjadi laki-laki, kan? Bagaimana mungkin Skara tenang saat mengetahui kembarannya berada dalam posisi seperti itu?

***

"Skaya pulang hari ini?"

"Sepertinya iya." Verana meletakkan makanan di atas meja. Nampaknya belakangan ini suasana hatinya sedang baik-baik saja.

Bagaimana tidak, sudah dua bulan lebih anak kesayangannya menjadi lebih sehat dan tidak mengalami kesakitan lagi. Selain check up, Skara tidak pernah masuk ke rumah sakit dengan alasan ketidaknyamanan fisik. Tentu itu merupakan perkembangan yang bagus sebab bisa dikatakan bahwa operasi Skara berhasil.

Ada antisipasi di mata Skara. Mau tak mau matanya beberapa kali melirik arah pintu utama, menanti sosok yang kemungkinan besar akan muncul dari sana. Sayangnya sampai Verana sudah meletakkan semua hidangan di meja makan dan meletakkan piring dengan nasi yang mengepul, tidak ada tanda-tanda pintu terbuka.

Binar di mata laki-laki itu meredup.

"Kenapa Nada jarang muncul, ya?" Sambil meletakkan sayuran ke piring Skara, Verana bertanya bingung. "Bunda udah gak pernah liat dia sejak kita ketemu di lift rumah sakit."

"Nada siapa?" sahut Wiro yang tidak ada angin tidak ada hujan ikut menimbrung percakapan. Pria paruh baya yang sejak tadi sibuk dengan iPadnya telah meletakkan benda pipih itu di pojok meja sambil melepaskan kacamatanya.

"Itu, Denada. Anak komplek yang sering main sama Skara sejak akhir tahun lalu."

"Kenapa Ayah gak tau kamu udah punya temen, Kar? Perempuan lagi."

Verana mendengus pelan. "Kamu sibuk sama pekerjaanmu aja." Saat mengangkat kepala, dia melihat sosok yang berdiri mematung tak jauh dari meja makan. "Skaya udah pulang? Simpan barangmu, terus ikut makan malam, sini!"

Secara refleks Skara mendongak, ada riak terkejut melihat tampilan gadis itu saat ini. Rambut pendek hitamnya sedikit berantakan tertiup angin. Berbeda dari pakaian feminim yang biasa ia kenakan, saat ini hanya ada celana jeans boyfriend dipadukan dengan jaket yang menutupi sosoknya yang ramping.

Ransel besar tergendong di belakang punggungnya. Saat ini di bawah tatapan Skara, gadis itu mengangguk kecil sembari mendekat, meletakkan ranselnya di lantai lalu pergi mencuci tangan. Baru setelah dia duduk di hadapannya, Skara memaksakan diri untuk menunduk menatap makanannya.

Verana meletakkan sayuran lainnya ke piring Skara sebelum berceletuk, "Skaya, kamu ambil sendiri makananmu! Bunda masih urus kakakmu!"

Skara mengernyit, dia tidak suka mendengar nada memerintah Verana itu. Meski demikian, dia tidak bersuara dan memakan hidangan yang terus bertambah di piringnya.

"Oh, ya, Skay, kamu izin seminggu, kan? Besok kita pergi mengunjungi nenek di Bandung."

"Iya," jawab Skaya patuh.

"Kenapa harus ke sana?" Skara mendengus. Dia tidak suka bergaul dengan neneknya yang eksentrik.

Seolah bisa menebak isi pikiran sang anak, pria paruh baya di pojok meja makan tertawa. "Siap-siap 24 jam bersama nenek, Kar."

Bibir Skara mengerut dan tidak membalas kata-kata ayahnya lagi, melainkan Verana yang kini berbincang dengannya. Sepanjang makan, mata Skara tidak bisa tidak jatuh pada sosok Skaya yang makan dalam keheningan dengan senyum samar dalam ekspresinya. Apa yang sedang dipikirkan kembarannya hingga bisa sesenang itu?

Menyelesaikan makanannya dengan cepat, Skara bangkit menuju kamarnya. Sejak keluar dari rumah sakit, Skara tidak pernah tidur lewat dari jam sembilan malam. Namun saat ini dia bisa merasakan sosok yang mengekorinya, membuat alisnya terangkat satu.

"Kak." Ada jeda sejenak dalam suaranya. "Gimana kondisi kakak?"

Tangan Skara yang memegang kenop pintu mengerat. Pikirannya kosong sejenak, meliriknya tanpa ekspresi. Sebelum dia dapat mengatur kata-kata yang lebih baik, kalimat ini meluncur dengan lancar dari bibirnya. "Kenapa? Berharap gagal biar gue sakit-sakitan terus?" Sudut bibirnya terangkat mengejek, tanpa bisa dia kendalikan. "Sayang banget, kali ini lancar."

Senyum yang terpatri di bibir gadis itu membeku. Pupil matanya bergetar memandang Skara, membuatnya mau tak mau merutuki diri karena kebablasan. Sebelum dia mengucapkan kalimat-kalimat tak berbobot lainnya, tangannya bergegas membuka pintu kamarnya.

"Gue—"

Suara gadis itu terpotong oleh bantingan pintu. Skara bersandar, sebelum mengusap wajahnya kasar. Sial, dia jadi penasaran apa yang ingin dikatakan Skaya.

TBC

June 15, 2023.

Vote dan komen yaaa.

SKARA : Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang