Denada bersenandung memasuki rumah Skara. Yang membuatnya terkejut, dia tidak mendapati sosok laki-laki itu di ruang tamu seperti biasanya. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia melepaskan sandal dan mendekati Verana yang sedang menyapu lantai di teras.
"Tante, Skara mana?"
"Kayaknya di kamar." Verana meliriknya sekilas lalu mengedikkan dagu ke dalam. "Masuk aja cari dia. Tapi jangan gangguin."
"Oke, Tan." Denada yang sudah mengetahui tata letak rumah tersebut tanpa basa-basi langsung masuk menuju kamar Skara. Dia mengetuk pintu kamar Skara beberapa kali, menunggu sejemang tanpa jawaban sebelum membukanya dengan berani.
Kepalanya melongok ke dalam dengan mata yang langsung berpedar mencari sosok Skara. Tapi nihil, laki-laki itu tidak ada di sana. Meski demikian, tetap saja Denada masuk ke dalamnya dan berpikir lebih baik menunggu.
Gadis itu mendekati meja belajar Skara, melirik catatan-catatan rapi nan padat yang terukir di buku sambil berdecak kagum. Ada begitu banyak tambahan dan komentar yang Skara masukkan untuk melengkapi isi buku tersebut. Membacanya saja mampu membuat Denada pusing tujuh keliling. Pada akhirnya gadis itu memilih berkeliling dalam ruangan tersebut untuk melihat-lihat, meski dia langsung merasa bosan karena tidak melihat apapun yang menarik—sampai kakinya menapak di depan pintu lain di dalam kamar Skara.
Tatapan Denada rumit untuk sementara waktu. Ingatannya tentang ruangan ini masih membekas kuat meski sudah terjadi setengah tahun lalu.
Ya, waktu bergulir begitu cepat dan besok adalah waktu bagi Skara untuk mengikuti tes masuk. Sehingga karena itu Denada menyempatkan diri ke sini untuk memberikannya dukungan psikologis, berharap Skara tidak gugup dan mengerjakan semampunya.
Menarik napas dalam, perlahan dia menggenggam kenop pintu dan menariknya turun hingga derit pintu berbunyi sebelum mendorongnya.
Gelap. Satu kata itu yang ada di benak Denada saat melihat isi ruangan tersebut. Meski sekarang jam masih menunjukkan sore hari, ada terlalu sedikit cahaya yang masuk melalui ventilasi udara. Dan tanpa jendela, ruangan ini benar-benar gelap.
Denada mengulurkan tangan ke samping mencari saklar lampu. Begitu mendapatkannya, dia langsung menekannya dan—TAK! Dengan suara saklar yang berbunyi, pandangan Denada akhirnya menjadi cerah.
Namun bukannya lega karena rasa penasarannya terobati, Denada malah membatu di tempat. Pupil matanya menyusut dan tanpa sadar menarik napas tajam. Ternyata Skara....
"Puas liatnya?"
....sudah ada di sini.
***
Jika seseorang memiliki tujuan hidup, maka hidupnya akan lebih terarah.
Skara pikir kalimat itu hanya bualan semata, sebab dia selalu memiliki tujuan yaitu menempatkan Skaya di sisinya selamanya. Tapi hidupnya menjadi semakin runyam dan berantakan. Bukannya mendapatkan hasil, dia malah memperoleh sebaliknya.
Skara jadi bingung apa alasan dia dilahirkan di bumi jika hanya diperbolehkan untuk tidak melakukan apa-apa. Apa salahnya menginginkan kembarannya hanya untuk dirinya?
Egois? Skara mengakuinya. Dia memiliki sifat obsesif kuat terhadap kembarannya sendiri.
Sudah beberapa bulan ini Skara habiskan untuk belajar, belajar dan belajar. Tetapi dibawah ancaman halus Verana agar dirinya tidak melewati waktu, Skara harus menahan diri dan dengan patuh mengikuti kata-kata bundanya. Makan tepat waktu, minum obat sesuai jadwal, tidur sebelum pukul 22.00. Skara tidak mengeluh dan melawan, benar-benar seperti marionette-marionette yang ada di ruangannya.
Setelah mengambil air dari dapur, Skara kembali ke kamarnya. Namun dia menemukan sesuatu yang janggal. Pintu kamarnya tidak tertutup dan ada suara dari dalam. Suara itu cukup familiar, membuat riak di mata Skara bergejolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKARA : Why Me?
Teen Fiction"Gue dan Skaya kembar. Kembar harus merasakan hal yang sama, kan?" **** Skara Agnibrata, cowok yang terlahir dengan kondisi sindrom jantung kiri hipoplasia, membuat fisik dan kondisinya lemah tidak seperti anak-anak pada umumnya. Karena penyakitnya...