"Baiklah, aku mengerti."
Aamon berjalan sendirian di koridor sambil memegangi ponsel untuk berbicara pada seseorang. Dari balik wajahnya yang begitu tenang ada rasa lelah yang seharusnya tidak baik untuk disembunyikan demi kesehatan, namun bagi Aamon rasa lelah hanya akan menghambat proses waktu demi mengejar target yang harus dicapai.
Suara wanita tua dari balik telepon terputus, Aamon menatap layar ponsel sebentar lalu kemudian ia matikan. Dia menghela nafas pelan sambil menyugar rambut poninya ke belakang. Sekarang adalah hari pertama percobaan Virtual Battle dilaksanakan namun Aamon tidak sempat untuk hadir dan memberikan sedikit pidato pembuka yang sekarang digantikan oleh wakilnya, yaitu Natan. Padahal hari ini pria itu sedang ada kesibukan untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi tapi Aamon sangat terkesan dengannya karena dapat menyempatkan waktu serta memenuhi keegoisan dari Paxley tertua.
"Mungkin nanti aku harus mentraktirnya Misuek." gumam Aamon pada diri sendiri.
Karena saat ini dia sedang berada di lantai atas, Aamon dapat lebih mudah menyaksikan simulasi dari Virtual Battle yang tengah dilaksanakan. Netra dari pria bermahkota perak itu memandang dingin kearah pria dengan netra safir. Mungkin si pemilik warna safir itu memiliki insting yang begitu kuat hingga dia menengok kearah luar arena---tepatnya tertuju pada bangunan tempat Aamon berpijak.
Pandangan mereka saling bertemu sesaat yang kemudian Xavier memberikan senyuman sinis.
Pertandingan kembali di lanjutkan dengan posisi skor pendapat kill 1-0. Suasana disana telah berubah menjadi lebih mencekam, Lolita menghadapi dua orang yang dapat dikatakan memiliki kecepatan yang tak sebanding dengan dirinya. Dia harus memutar otak untuk tidak terkena serangan dan menghambat sampai Lunox datang.
"Aku baru ingat harus segera merevisi naskahku sebelum kuserahkan pada penerbit." kata Xavier.
Julian menarik rantai yang telah disambung oleh sebilah pisau diujungnya. "Kita akhiri dengan cepat." ucapan itu terlontar dingin hingga Lolita sendiripun mengakui sepasang telinga runcing miliknya bergerak tak tenang.
Kian beberapa detik setelah pemuda dengan surai merah itu mengintimidasi lawan, dia maju dengan gerakan angin yang tidak sempat Lolita sadari.
Pada sisi line bawah, Claude bersama dengan partner seperjalanan sehidup semati, Dexter. Mewaspadai sekitar dengan bersembunyi di dalam semak demi semak. "Oke Dexter ini seperti dulu kita lari dari gerombolan polisi bodoh. Tentu kita tidak akan lari lagi, target utama kita hanya menghancurkan seluruh turret, kalau menggunakan bahasa kita itu adalah mencuri!"
"Uuu aaaa!" Claude tersenyum sinis seperti mengerti apa yang dikatakan oleh si monyet tersebut. "Lawan kita adalah seorang perempuan? Hoho! Aku selalu percaya padamu kawan!" serunya, selang tak lama terdengar langkah kaki dari arah lawan. Claude kembali mengintip untuk memastikan keberadaan dari lawan yang akan dia lawan.
Di dekat turret berdiri seorang perempuan dengan rambut bergaya fashionable seperti seorang model di sebuah majalah yang sering Claude lihat sepulang sekolah, dengan warna silver dengan highlight merah serta pakaian yang sangat nyentrik dan sepasang sepatu boots merah. Claude mengakui bahwa dia sangat mengagumi penampilan dari perempuan berfashion itu.
"Sangat aneh! Area disini sangat kosong, apa mungkin akunya saja yang tersesat?" kata si gadis bertanya pada diri sendiri. "Bagaimana menurutmu Muddles? Apakah kita harus kembali dan bilang kepada Xavier dan Julian 'Hai! Aku berhasil menghabisi lawanku!' atau kita tetap maju mengambil resiko?"
Mungkin Claude sempat berpikiran menganggap perempuan itu gila berbicara pada boneka, tapi dia harus mengurungkan niat karena bagaimanapun tidak jauh berbeda dari dirinya yang selalu berbicara dengan seekor monyet.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Your Babu!
Fiksi PenggemarFloryn seorang siswi dari SMA Dawn, adalah seorang gadis yang biasa saja dan menikmati masa mudanya dengan biasa saja. Hidupnya berubah dratis saat dirinya tak sengaja menabrak seorang kakak kelas sekaligus Ketua OSIS. Namun, Floryn tidak sadar bah...