Setelah bertemu Kak Erwin kemarin malam, aku jadi memiliki ide lain yang prospeknya lebih baik ketimbang mengharapkan bantuan Kak Lagit.
Yakkk! Tentu saja aku akan berubah haluan. Sekarang targetku adalah Kak Erwin.
Terima kasih kepada Kak Rhina, karena berkat dia ikut kegiatan Pimnas, maka aku bisa mendapatkan banyak kesempatan untuk bertemu Kak Erwin.
Seperti sekarang, Kak Erwin sedang membantuku menyiapkan cemilan untuk kelompoknya.
Ah! Ngomong-ngomong soal Pimnas.
Pimnas atau Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional adalah kegiatan tahunan pemerintah yang bertujuan untuk mengumpulkan ide-ide cemerlang dari para mahasiswa di seluruh Indonesia.
Aku kurang tahu gambaran detailnya, tapi intinya mereka seperti membuat Karya Tulis Ilmiah yang berisi ide orisinil. Ada juga yang membuat produk secara langsung. Macam-macam jenisnya. Tapi intinya, mereka itu sedang berkompetisi dengan seluruh mahasiwa se-Indonesia.
"Makasih ya, Kak. Udah dibantuin. Padahal sebenernya Kak Erwin nggak perlu repot-repot, loh."
"Repot apanya. Ginian doang. Lagian, aku seharusnya yang bilang makasih. Soalnya udah dibolehin pake rumah kalian buat jadi basecamp sampai satu bulan ke depan."
"Haha ..." sengaja kupermanis tawaku agar nampak dewasa di hadapan Kak Erwin, "santai aja, Kak."
"Oh ya, mama kamu di mana? Udah sore gini kok belum keliatan sama sekali."
"Mama lagi kontrol kos-kosan sekalian liat lokasi baru di luar kota, Kak. Besok pagi baru pulang."
"Berarti kamu sama Rhina bakal sendirian dong nanti malam?"
"Iya, Kak." jawabku santai. Sedangkan tanganku masih terus bergerak menyiapkan segalanya.
"Kalian berani?"
"Ya be-"
"Rhina sih berani. Tapi si Lilis enggak."
Lilis itu siapa lagi sih, Bambangggggg?!
Ya Tuhan ... Mengapa pula manusia luar angkasa ini selalu hadir ketika aku ingin cari muka pada Kak Erwin?
"Kok Lilis? Itu apa? Panggilan kesayangan kalian?"
"NGAKK!"
"Hmm."
Hahhhh? Dia ngapain barusan?!
Hmm? Dia bilang Hmm? Iya. Hmm, seperti berdehem. Kak Langit bukannya mengelak, malah seenaknya saja berdehem.
Maksudnya apa coba?
"Hmm apa nih, Ngit? Beneran panggilan kesayangan?"
Kenapa aku jadi deg-degan begini? Jantungku berdebar. Soalah tak sabar menunggu jawaban Kak Langit.
Bukan. Bukan. Aku yakin ini bukan cinta. Ini pasti ketakutanku akan pandangan Kak Erwin.
Aku yakin Kak Langit sengaja mengganggu acara pendekatan ini karena dia sedang bosan saja. Kak Langit kan memang seperti itu orangnya. Dia suka sekali merusak rencana-rencana indahku.
"Win."
"Apaan, Ngit?"
Dia memang memanggil Kak Erwin, tapi tatapan matanya justru mengarah padaku. Aku tidak bisa membaca makna apapun dalam kelurusan wajahnya yang tak pernah berekspresi.
"Kalau mau melihara sesuatu, harus dikasih panggilan, kan?"
Apa?
"Hah? Hubungannya sama pertanyaanku apa?
Nah! Apa hubungannya dengan panggilan Lilis yang dia sematkan padaku?
"Si Lilis sama aja kayak si Berang. Sama-sama perlu dipelihara."
"Pffft- eh ... Sorry ... Sorry, Lish. Nggak maksud ketawa. Habis, si Langit kalo bercanda random banget, sih."
Bukan. Dia tidak sedang bercanda.
Si biada- ehem. Ada Kak Erwin jadi tidak boleh mengumpat di dalam hati. Si manusia baliho itu pasti berkata jujur.
Ahhhhh! Kesalnya! Jadi, selama ini dia menganggapku sama seperti si Berang?! Sama-sama berstatus sebagai hewan peliharaan??!
Kalau aku hewan peliharaan, itu artinya kau adalah binatang liar. Dasar Langit Antasari binatang purbaaaaaa!
"Mana minumannya. Biar kubawa."
"Thanks, Ngit."
Kak Langit mengangguk. Dia mengambil alih nampan minuman dari tangan Kak Erwin. Setelah itu Kak Erwin langsung menata makanan ringan yang sudah ada di atas piring ke dalam nampan.
"Aku bawa camilannya ke depan dulu ya kalo gitu." Kak Erwin bergerak menjauh dari tempatku dan Kak Langit. Pergi lebih dulu untuk kembali ke ruang tamu.
"Biar aku-"
Baru saja ingin membantu Kak Erwin, langkahku justru tertahan oleh tatapan aneh dari Kak Langit. Dia bergerak untuk memblokade jalanku menuju takdir.
Sialan. Karena kanebo kering ini, aku jadi tidak bisa mengejar Kak Erwin yang sudah berjalan menjauh.
Ingin protes tapi aku takut. Wajah Kak Langit sangat mengintimidasi. Dia melihatku seolah sedang menghakimi seorang pelaku tindak kejahatan saja.
"A-apa?"
"Gimana?'
"A-apanya yang gimana, Kak?"
"Hmphh!"
Dia mendengus?? Si binatang purba ini mendengus kepadaku?! Beraninya! Memang aku sudah berbuat dosa apa sampai harus dihakimi oleh meja setrikaan ini.
Kak Langit tidak menanggapi pertanyaanku. Dia justru berbalik badan dan bersiap akan pergi. Aku sudah merasa lega. Tapi begitu, Kak Langit berhenti lagi. Perutku pun kembali terasa panas.
Dia mau apa lagi sekarang?
"Erwin itu suka gadis dewasa. Bukan bocah ingusan seperti ..." pria itu menggantung ucapannya, "ah sudahlah. Apa urusannya denganku." pungkasnya tanpa rasa berdosa sama sekali. Sudah jelas dia menyindirku. Dia pasti sedang menertawakan kebodohanku sekarang.
Kak Langit itu tidak pernah menghormati aku sebagai manusia, ya? Bahkan ketika mengucapkannya pun, Kak Langit tidak menoleh ke arahku.
Dasarrrrr! Dia sangat menyebalkan!
Rupanya dia sudah lama sadar jika aku sedang berusaha mendekati Kak Erwin. Tapi bahkan jika Kak Langit sadar sekali pun, memangnya punya hak apa dia sampai berkomentar pedas begitu.
"Erghhh. Kesal!"
Airmataku sudah berada di ujung mata. Tapi berusaha kutahan dengan menengadahkan wajah.
"Meong ~"
"Eh? Berang?"
"Meonggg~" si Berang mengeong sambil mendusel di kakiku. Segera saja kuangkat kucing menggemaskan ini dan langsung kupeluk erat-erat. Sangat nyaman dan empuk.
Si Berang selalu saja datang tepat waktu. Kucing gembul warna abu-abu gelap ini sungguh berbeda dengan pemiliknya.
Jika Kak Langit suka sekali menyakiti hatiku. Maka Berang adalah obat yang selalu menyembuhkannya.
"Bapakmu menyebalkan sekali, Berang."
"Meong~" ngeong si Berang seolah setuju dengan ucapanku.
"Aku benci sekali dengannya! Menyebalkan!"
"Meong~ Meong~"
"Tapi aku sayang Berang!"
"Meonggg~"
"Berang adalah cintaku selama-lamanya!"
"Meonggggggg~"
____
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Lisha
Short StoryLangit itu hobinya diam. Tidak mau bicara tapi suka sekali memperhatikan. Membuat Lisha merasa kesal dan tak nyaman. Lisha itu mudah kikuk. Gampang gerogi dan ceroboh. Membuat Langit jadi gemar mengganggunya.